(CATATAN TODD)
Meninggalkan Rea di kamarnya, aku merasa sebagian diriku tertinggal. Masih terbayang senyum yang senantiasa dia berikan setiap kali kami berpisah. Perasaan ini begitu indah. Sekarang aku mengerti mengapa Lez begitu kelimpungan saat Mey, gadis yang disukainya, memilih bersama pemuda lain. Bagus saja karena di depan semua orang Rea mengakui kalau dia bersamaku.
Kulangkahkan kaki menuju kamarku di lantai teratas, tidak jauh dari menara pengintai. Selain laboratorium, di sanalah aku mengamankan segala peralatan pribadi. Kamar itu pula tempatku meletakkan semua kamera pengintai yang tidak diketahui teman-teman yang lain, termasuk kamera di berbagai bagian kamar Rea.
Aku lepaskan seragam lalu menyegarkan diri di kamar mandi. Di mataku, terbayang sosok Rea yang berdarah-darah saat kukeluarkan dari mesin transportasi. Kugelengkan kepala. Dia baik-baik saja sekarang. Aku hanya harus membuatnya betah bertahan hingga project penanaman kami berhasil atau setidaknya ada titik cerah. Setelah itu, baru kuurus masalah pribadiku dengannya. Path 09 terlalu berharga untuk aku bersikap egois meski egoisme itu juga untuk masa depan kelompok ini.
Kumatikan penyemprot uap panas. Aku keluar kamar mandi hanya dengan melilitkan handuk di pinggangku. Aku terpaku menatap layar monitor.
Berbagai kesibukan sedang dijalani warga Path 09 di luar sana. Ada yang sedang bersiap tidur. Ada yang masih asyik bercengkerama. Aku melihat sebuah pasangan sedang asyik berciuman di sudut ruang pertemuan. Namun aku lebih tertarik menatap sosok di 09 Path 09.
Malam ini dia mengenakan kaus berwarna biru dan celana gunung setengah tungkainya. Ia berbaring santai menonton siaran Saluran 1. Kunyalakan saluran 1 di salah satu layarku. Aku tertawa membandingkan apa yang sedang ditayangkan dan ekspresi Rea saat menonton.
Kukenakan celana santai dan menghempaskan tubuh di atas tempat tidur.
Kuambil buku sketsa di atas nakas. Kubuka lembaran baru. Tanganku mulai membuat coretan-coretan tentang gadis yang sedang berbaring di kamarnya.
Aku tidak sepenuhnya mengerti tentang apa yang kurasakan saat ini. Apakah ini yang di dunia Rea disebut cinta? Entahlah. Mungkin masih terlalu dini menyebutnya. Lagipula, menurutku cinta itu sempurna jika orang yang dicintai memberikan balasan yang sama. Apakah cinta perlu diperjuangkan?
Aku teringat bagaimana usaha Lez menarik perhatian Mey. Mulai dari mengajarinya memanah dari nol hingga mahir, juga membantu Mey dalam setiap kesempatan. Lez banyak mengajak Mey berdua saja jika mereka sedang tidak ada tugas. Aku melihat situasi yang sama pada pasangan-pasangan lain. Tidak bisa tidak, aku harus jujur mengakui bahwa aku menikmati waktuku bersama Rea. Jika saja kami seperti pasangan yang lain, saat ini seharusnya aku bersamanya di 09 Path 09.
Saat ini sudah ada 8 pasangan resmi. Mereka tinggal di 01 Path 09 hingga 08 Path 09. Aku pernah melihat bagaimana teman-teman yang telah bersama saat Tristaz mengundangku berbicara berdua saja. Tristaz berusaha membuatku paham bahwa perubahan yang nantinya akan kurasakan itu normal. Kita manusia. Kita mendapatkan karunia itu.
Aku sadar selama ini banyak gadis di Path 09 berusaha mendekatiku. Istilah seperti Pejuang Pujaan, Pejuang Paling Tampan, Pejuang yang layak diperjuangkan, dan masih banyak lagi bukan identitas yang asing sebagai gelar tidak resmiku. Namun aku tidak merasakan apapun kepada mereka. Bahkan hingga sekarang. Rasa ini baru hadir saat aku melihat Rea.
Kuletakkan buku sketsa di pangkuanku. Kusandarkan punggung ke dinding.
Terbayang tangis Rea kemarin atas keterpaksaan berada di tempat ini. Jika saja aku bisa menunjukkan kepadamu bahwa dua dunia kita bisa terhubung. Sebenarnya kamu bisa menghubungi teman-temanmu. Sebenarnya kami memiliki fasilitas untuk membiarkan kamu video call dengan mereka. Namun Tristaz menyarankan untuk tidak melakukan itu dalam waktu dekat.
Maafkan aku, Re. Dengan sangat menyesal aku memilih mengikuti anjuran Tristaz, setidaknya hingga nanti project selesai dan aku akan terbuka kepadamu tentang kita. Selebihnya, aku akan berbesar hati membiarkan kamu memilih. Saat ini, biarkan aku menikmati waktu bersamamu sambil menata hati. Entah bagaimana, melihat kemampuanmu, aku pikir kamu tidak akan lama di sini.
Tengah malam aku terbangun. Mataku langsung menatap layar yang menampilkan Rea yang juga sedang duduk memeluk lutut. Wajahnya terlihat sedih. Sebaris air mata mengalir di masing-masing pipinya.
“Apa yang mengganggumu?” bisikku.
Rea mengusap wajahnya. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan mencari sesuatu. Tak lama kemudian Rea membuka ransel untuk mengambil sebuah buku. Ia buka buku itu, mengeluarkan sebuah alat tulis. Ia mulai menggoreskan benda berisi tinta hitam.
Kupindahkan saluran menuju kamera yang tepat berada di atas Rea. Sekarang aku bisa melihat gerakan tangannya membentuk sebuah gambar. Ia menggambar sepotong bulan yang sebagian tertutup awan dan pucuk-pucuk daun. Kelihatan begitu estetis dan menghadirkan kesan dingin.
Rea menambahkan sebuah tulisan di samping gambar bulan.
Marah dan emosi kuasai jiwa raga
Menyesal kemudian tiada guna
Bila diberi kesempatan kedua
Lakukan lebih baik dalam segala
Sepotong bulan yang hanya gambar
Menjadi saksi hati yang berikrar
Kuusap kepalaku. Tulisan Rea membuatku berpikir kembali.
Aku ingat sekali pembicaraanku dengan Tristaz. Kami semua tahu di negeri ini, orang yang berumur panjang hanyalah Erland. Yang lainnya, paling hanya mencapai 40 tahun. Jika tidak mati dalam perang, entah bagaimana Erland seolah punya sistem menghilangkan orang tanpa jejak. Oleh karena itu Tristaz yakin ia harus menyiapkan pemimpin selanjutnya. Tristaz mengandalkanku.
Salah satu misi yang harus kuemban adalah memastikan hadirnya generasi berikutnya yang lahir dari kasih sayang, bukan ambisi seorang Erland. Tristaz sendiri tahu dirinya sudah tidak bisa menghasilkan keturunan sebagai efek obat dari Erland. Menurut hasil pemeriksaan, aku masih bisa. Berdasarkan hasil pemeriksaan juga, semua gadis di Path 09 tidak memiliki indung telur.
“Jika kita menemukan seorang gadis yang bisa membantu kita dalam banyak hal, maka pastikan kita bisa menggapainya.”
Aku turun dari tempat tidur. Kulangkahkan kaki menuju jendela kaca besar tempat aku bisa memastikan siapa yang tengah menjalani pendisiplinan dan berjaga. Tengah malam seperti ini, hanya beberapa teman pengintai yang masih aktif. Mereka sedang asyik mengobrol di atas kasur. Kuhela nafas.
Kukembalikan layar menuju Rea. Gadis itu baru keluar dari kamar mandi. Ia kembali berbaring dan menatap langit-langit kamar. Ia tidak menangis lagi.
“Mama, Rea akan pulang suatu hari nanti. Rea tidak tahu apakah merupakan sikap yang benar jika sekarang Rea kooperatif dengan mereka. Hanya saja, Rea merasa bersikap kooperatif akan lebih baik daripada berontak. Apalagi mereka memperlakukan Rea dengan baik. Jika harus jujur, tempat ini menarik. Banyak hal baru dan canggih yang baru Rea lihat. Entah bagaimana Rea percaya mereka akan memenuhi ucapannya membiarkan Rea pulang suatu hari nanti. Semoga saja kerjasama baik Rea akan membuat kepulangan itu lebih cepat. Baik-baiklah di sana, Ma. Tunggu Rea,” tulis Rea di bukunya.
Ahh, kelak jika aku memimpin negeri ini, semoga aku bisa membuat segalanya lebih baik. Sehingga tidak perlu ada orang-orang seperti Rea yang dicuri ketenangan hidupnya. Akulah pencuri itu. Walau dia terlebih dahulu telah mencuri hatiku.