Aku menemukan harapan di hari-hari terkelam, dan fokus pada hari-hari tercerah.
Aku tidak menyalahkan alam semesta. (Dalai Lama XIV)
Usai acara makan malam itu, aku berbasa-basi sejenak dengan Vail dan teman-temannya. Todd menanti dengan sabar. Jelas, banyak hal bakal kami diskusikan malam itu.
“Kalau kamu sudah tidak lelah dan ada waktu kosong, kabari kami, Rea. Ayo kita berkumpul sesama perempuan,” ajak Ann.
Kuanggukkan kepala sambil memberi mereka senyum. Mereka pergi setelah menyempatkan memberikan kerlingan kepada Todd. Aku tidak mengerti kenapa pemuda itu adem saja. Sebegitu dinginkah dia? Atau jangan-jangan dia tidak mengerti tentang hubungan sosial jenis ini?
“Hai, Rea.” Sapa beberapa pemuda.
Aku menatap mereka sambil memberikan senyum.
“Aku Jo. Ini Rey, Han, dan Ob. Sayang sekali kamu sudah memilih. Tetapi jika kamu berubah pikiran, kamu bisa mencari kami.”
“Hai. Senang mengenal kalian.”
Mereka tersenyum lalu pamit pergi. Todd tersenyum samar sambil menatap kepergian teman-temannya.
“Sudah siap untuk tur lagi?” tanya Todd.
Kuanggukkan kepala. Kami melangkah dalam diam.
Todd mengajakku ke lantai teratas. Sebuah helikopter berwarna perak terparkir di sana. Bentuknya unik. Kupikir bakal bisa membawa sekitar enam orang dan enam peralatan seukuran kulkas dua pintu. Body dan baling-balingnya langsing. Yang belum pernah kulihat, permukaan bodynya yang lebih terasa seperti LED.
“Helikopter ini memiliki teknologi pencerminan dan pemindaian pada seluruh permukaan luarnya. Pada saat diaktifkan, kedua fitur ini dapat membuat helikopter tidak terlihat.”
“Wow. Keren. Tetapi suara mesin kan tidak bisa disembunyikan, Todd.”
“Apa kamu mendengar suara mesin kendaraan yang kita gunakan berpindah dari klinik kemari?”
Kugelengkan kepala.
“Mesin helikopter ini juga demikian.”
Ohh. Itu. Rupanya semua kendaraan sudah mengalami model silent. Tetapi bukan itu yang ingin ditunjukkan Todd. Ia mengajakku ke tengah roof top. Sebuah kasur tebal dan besar dihamparkan di bagian itu. Ia duduk lalu menepuk tempat di sebelahnya.
“Bagaimana pendapatmu setelah mendengarkan semua laporan tadi?”
“Kami biasanya juga mengadakan rapat semacam itu. Tetapi tadi tidak kulihat satupun peserta bertanya atau angkat suara. Apakah tidak ada dialog dalam rapat besar?”
“Pada rapat besar, tidak. Tetapi dalam rapat tim tertutup, kami bisa berkelahi ketika pendapat sangat bertentangan dan tidak menemukan jalan kompromi.”
Aku menatap langit tanpa bintang. Tidak kulihat satupun. Apakah selalu demikian?
Perhatianku teralihkan ketika Todd berbaring. Kedua lengannya dilipat dan dijadikan bantal. Ia juga menatap langit.
“Kamu pada divisi apa, Todd? Teknologi?”
“Tidak. Aku pengintai. Seperti Al.”
“Menjadi peneliti nutrisi, atau ahli teknologi, pengelola sumber daya manusia, atau pengintai, siapa yang menentukan?” tanyaku.
Todd menarik nafas dalam-dalam. Matanya tetap mengarah ke langit.
Aku ikut berbaring di sebelahnya. Ikut membantali kepala dengan lengan.
“Ketika kami mencapai usia lima tahun, Tristaz mulai melakukan penelitian terhadap video rekaman perkembangan kami. Ia melakukan berbagai tes bakat setiap tahun. Ketika sudah mencapai usia dua belas tahun, kami dilepas dari Rumah Kanak-kanak dan mulai menjalani hari sebagai bagian dari Path 09 sesuai pekerjaan masing-masing.”
“Jadi kamu sudah enam tahun di divisi ini, tetapi baru kali ini mendapat anak didik. Apakah ada masalah di situ? Atau sebelumnya kamu belum cukup umur untuk menjadi tutor?”
Todd tertawa pelan.
“Aku punya kemampuan khusus di bidang pengintaian, beladiri, penggunaan senjata, teknologi, dan nutrisi. Jadi sebenarnya aku bisa berada di semua divisi. Namun tugas utamaku sebagai pengintai karena itu pilihan yang kuambil saat usiaku menjelang dua belas tahun. Sejauh ini baru Al yang memiliki kemampuan mendekati kemampuanku saat seusianya.”
“Oleh karena itu kamu punya berbagai peralatan aneh di laboratorium pribadimu?”
“Tepat. Aku diijinkan meneliti dan membuat teknologi sesuai apa yang sedang ingin kudalami. Tidak seperti anak Teknologi yang harus bekerja sesuai perintah.”
Aku paham. Mataku tetap menatap langit. Mencari bintang dan sedikit saja potongan bulan. Tidak ada. Kuhela nafas. Aku merindukan Mama.
“Apa yang kamu pikirkan?” tanya Todd.
“Aku merindukan Mama. Aku bertengkar hebat dengannya sebelum berangkat naik gunung. Aku belum meminta maaf.”
Todd turut menghela nafas.
“Aku berharap punya banyak waktu denganmu. Tetapi jika keinginanmu pulang begitu kuat, mari segera selesaikan proyek kita. Setelah itu aku akan segera mengantarmu pulang, dengan tanganku sendiri. Aku tahu kamu begitu merindukan duniamu. Aku tidak mau melihat kamu menderita.”
Aku menoleh menatap tatapan matanya yang tidak fokus, tetapi serius.
“Terima kasih, Todd. Aku pegang janjimu.”
Todd menatapku lalu mengangguk sambil tersenyum tipis.
“Misal nanti saat perang kalian menang, siapa yang bakal memimpin negeri ini?” tanyaku.
“Tentu tetap Tristaz pemimpin utama kami. Selebihnya ia akan dibantu empat ketua divisi, seperti yang kamu lihat tadi.”
Jadi, Tristaz bakal menjadi sosok yang menentukan situasi segala sesuatu nantinya. Apa bedanya Tristaz dengan Erland?
“Apa sih yang membuat kalian begitu memercayai Tristaz sebagai pemimpin, bukan Erland?”
“Aku tidak tahu apa definisi kamu tentang manusia. Tetapi menurutku pribadi, Erland sudah kehilangan sifat kemanusiaannya. Ia lebih mementingkan diri sendiri. Ini sangat berbeda dengan Tristaz. Buktinya, ia menyelamatkan kami satu demi satu karena menurutnya kami juga punya hak hidup meski secara fisik kami tidak memenuhi kriteria Erland.”
Aku termenung cukup lama.
“Langit kalian apakah selalu tanpa bintang? Padahal aku melihat matahari?”
“Menurut Tristaz, dahulu kami bisa melihat bintang. Tetapi polusi ini benar-benar mengganggu. Matahari memiliki sinar yang lebih baik daripada bulan.”
Aku mengangguk membenarkan ucapannya.
“Kita di lantai teratas. Mengapa tidak terasa adanya polusi?”
“Ada lapisan pengaman sekitar lima meter di atas kita. Keluar dari lapisan itu, tanpa alat bantu, kamu akan rasakan polusi.”
Aku manggut-manggut. Todd melihat pergelangan tangannya.
“Sudah jauh malam, Rea. Sebaiknya kita beristirahat.”
Kuanggukkan kepala walaupun mataku sama sekali tidak mengantuk.
Kami meninggalkan kasur besar itu. Aku menatap atap pengaman di atas kasur. Apakah meletakkan kasur di tempat ini juga memiliki tujuan khusus? Entahlah.
Kami kembali melangkah dalam diam. Tidak terasa, langkah kami telah tiba di depan kamarku. Aku membuka pintu dengan tanganku, lalu menatap Todd. Ia memberiku senyum, kemudian melangkah gontai menuju lift. Saat pintu lift terbuka, ia masuk kemudian berbalik. Kuberi senyum dan ia membalasku disertai salam tembak yang khas.
Aku masuk. Di balik pintu kamar, aku berdiri cukup lama sambil termenung. Di duniaku, aku melihat banyak pemimpin yang berangkat dengan idealisme. Namun hanya masalah waktu sampai haus kekuasaan mengaburkan idealisme itu. Semoga saja Tristaz tidak demikian.
Aku melihat anak-anak belasan tahun ini telah membangun Negara kecil yang mandiri. Namun sudahkah mereka dibekali dengan pengelolaan diri dan lingkungan sehingga jika terjadi sesuatu pada Tristaz maka sisa Path 09 akan tetap baik-baik saja?
Mendadak aku paham mengapa di sekolah kami diberi mata pelajaran tentang kewarganegaraan, disuruh berorganisasi, disuruh bekerja kelompok, ada pengurus kelas, dan banyak hal t***k bengek seputar kehidupan sosial di sekolah.
Kupijit kepalaku. Rasanya kok pusing ya.