“Kau tahu, pria yang bernama Carden? Dia adalah ketua dari kelompok Dolphin yang masuk dalam tim King.”
“Siapa yang tidak tahu dia? Dia adalah pemimpin yang adil dan kuat.”
“Tapi, tidak ada yang pernah melihat secara langsung kekuatannya. Apa dia hanya memanfaatkan anak buahnya?”
“Tidak mungkin. Justru karena dia misterius itulah yang membuatnya tampak begitu ditakuti oleh para Kuxin.”
“Tapi, sayangnya dia malah memilih turun jabatan.. Sangat-sangat disayangkan, hingga membuat Kuxin semakin merajalela di sini.”
“Benar, kan, gadis itu hanyalah kutukan.”
***
Langkah sepatu Cyrene yang seirama dengan Carden mulai tak terdengar ketika mereka tiba di depan pintu keluar bandara Tokyo. Suara lalu lalang kendaraan, manusia yang terburu-buru, dan semilir angin di musim semi memenuhi pendengaran mereka.
Gadis itu meremas tali petinya yang kembali dia bopong di punggung. Jantung Cyrene berpacu cepat ketika melihat pohon-pohon Sakura yang sebentar lagi akan mekar di sepanjang jalan.
“Kau baik-baik saja?” tanya Carden.
Cyrene mengangguk. Namun, tiba-tiba tangannya digenggam. Cyrene menatap tangan besar Carden meremas miliknya dan mengalirkan cahaya merah muda yang indah seperti bunga sakura.
“Kau tahu kalau aku tidak bisa dibohongi. Kelak aku tidak akan membantumu menenangkan diri lagi, kau harus jadi lebih kuat, Cyrene. Jangan biarkan dia menguasaimu.”
Seketika hati Cyrene terasa lebih baik. Dia mengangguk sekali lagi ketika Carden melepasnya dan mengajaknya segera masuk ke dalam taksi.
Perjalanan panjang menuju markas besar kelompok Dolphin membuat Cyrene sedikit tidak nyaman. Matanya terus tertuju keluar jendela.
Ketika taksinya berhenti di lampu merah, gadis itu melihat ada benda berbentuk bintang berwarna-warni yang mengelilingi pergelangan tangan seorang anak laki-laki gendut. Tak hanya itu, benda lucu menggemaskan itu bergerak bahagia di sekitar bibir dan pakaiannya.
“Jakuto,” ucap Carden yang diam-diam memperhatikan ke mana Cyrene menatap.
Gadis itu bergeming. Kemudian dia melihat lampu yang masih merah sebelum keluar mendekati anak tersebut. Carden hanya melihatnya dari dalam mobil.
Cyrene sudah berdiri di samping anak itu, sang ibu dan anak tersebut kebingungan menatapnya. Seketika telapak tangan Cyrene menyapu lembut udara di depan bibir sang anak laki-laki tersebut, lalu menyapu area bajunya dan kedua pergelangannya. Tangannya diliputi cahaya hijau keunguan.
"Apa yang kau lakukan?" tanya sang ibu dengan ngeri dan khawatir sembari merangkul anaknya untuk menjauh.
Cyrene menatap mereka dari balik tudungnya. "Menyelamatkan anakmu dari para Jakuto."
Sontak sang ibu terkejut dan menatap anaknya kembali.
"Cyrene!" teriak Carden dari dalam mobil ketika lampu telah hijau.
"Berikanlah makanan bergizi dan kurangi makanan manis!" pesan gadis itu sebelum berlari masuk kembali dalam taksi.
Mobil pun kembali melaju di jalan lengang. Keheningan kembali menjalar di antara mereka. Cyrene terus memikirkan kata-kata Carden saat pertama kali dia diselamatkan.
"Mulai sekarang, kau adalah tanggung jawabku. kau bebas melakukan apa pun asal kau bisa menjadi pembasmi iblis yang paling kuat."
Cyrene menatap kedua tangannya yang pucat.
"Carden …." Panggilan itu membuat pria di sebelahnya menoleh. "Apa aku benar-benar pantas menyelamatkan orang-orang?"
"Aku pikir kau sudah yakin dan percaya pada dirimu sendiri. Pertanyaan itu akan kujawab sama seperti sebelum-sebelumnya."
Gadis berambut merah marun itu menatap manik keemasan Carden yang mempesona.
"Kalau kau ingin mengalahkan Ozzazin, maka kau harus berpihak pada kebaikan sepenuhnya. Tentu saja, kau harus menjadi yang paling kuat yang bisa mengalahkannya," lanjut Carden.
Cyrene pun tertunduk lagi. "Tapi … di sini aku--"
"Ayo turun, kita sudah sampai!" perintah Carden bersiap membuka pintu taksi.
Cyrene terkesiap karena tidak memperhatikan jalan. Tatapannya langsung keluar jendela. Dia turun dan mengambil petinya yang ditaruh menyerong di dalam tadi.
Matanya terpana, hatinya menghangat. Ada rindu yang muncul begitu besar. Carden menghampirinya dengan koper milik Cyrene di tangannya.
"Aku pikir kita akan langsung menuju markas Dolphin," gumam gadis itu.
"Nanti, yang terpenting kita perkuat lagi segel itu."
Cyrene mengangguk dan mengikuti langkah besar Carden menaiki tangga yang cukup tinggi menuju sebuah kuil.
Pria tinggi itu terlihat cukup lelah membawa koper Cyrene menaiki tangga. Meski begitu, mereka pun sampai di atas. Dan sebuah kuil berwarna merah dengan aksen hitam menyambut mereka berdua. Ada sebuah pohon sakura besar yang di sebelahnya terdapat sumur yang dikelilingi bebatuan gunung.
Mereka menyusuri jalan setapak yang berbatu datar. Di depan kuil itu terdapat lonceng besar dan kotak amal. Di balik itu ada sebuah pintu besar. Mereka pun masuk ke sana dan seorang biksu telah berdiri di hadapan mereka dengan melempar senyum hangat.
Cyrene langsung membungkuk menyapanya yang tak lagi muda. Umurnya sudah hampir tujuh puluh, tapi masih terlihat sehat.
"Selamat datang kembali, Crimson. Akhirnya kau pulang!" sapa biksu tua itu.
"Iya, bagaimana kabar Anda?"
"Sangat baik, tapi … aku tidak yakin tahun depan masih bisa membantumu menyegelnya atau tidak."
Gadis berjaket kuning itu mengernyit, hatinya mencelos sedih seolah itu adalah ucapan perpisahan.
"Kami kemari ingin memperkuat kembali segelnya, setelah ini … aku harap Cyrene bisa menjaga dirinya sendiri," jelas Carden.
Biksu itu mengangguk.
Cyrene menaruh kotak halberd-nya di sebuah tempat khusus yang seperti altar di utara ruangan kuil ini. Kemudian dia meraih senjata itu.
Sring!
Kedua bilah tombak itu langsung keluar sesuai kehendak Cyrene. Akhirnya, dia menaruh senjata itu di atas penopang besi di atas altar.
"Boleh aku tanya sekali lagi, kenapa kau menamainya Ozzoroi?" tanya biksu itu dengan senyum ramah.
"Supaya aku ingat kalau itu bukan senjata biasa, aku harus tetap berhati-hati."
Biksu itu kembali tersenyum. "Ozzoroi, selamat datang di tanah kelahiranmu."
Gadis itu kemudian mundur dan membiarkan sang biksu mendekati senjatanya. Karena tidak ada yang bisa menyentuh senjata itu selain Cyrene, maka hanya dia yang bisa menggunakannya. Namun, hanya biksu di kuil Kinishi ini yang mampu menyegel senjata tersebut.
"Baiklah, kalian bisa kembali kemari lusa. Aku akan mengajarkan gadis ini cara menyegel dan menahan kekuatan Ozzazin," ucap sang biksu.
"Maksudmu?" tanya Cyrene bingung.
Biksu itu menatap bola mata Cyrene yang abu keunguan. "Aku akan menurunkan semua kekuatanku padamu, anak manis. Karena aku tahu waktuku sudah tidak banyak, aku tidak bisa membantumu terus. Maafkan aku."
Biksu itu tersenyum dan membuat keriput di ujung matanya semakin berlipat.
Cyrene tak dapat berkata apa-apa lagi setelah mendengar ucapan sang biksu yang terdengar begitu yakin, pria tua baik hati, hidup sendirian mengabdi pada kuil ini, dan peduli pada dirinya. "Aku yang harusnya berterima kasih!"
"Ya, ya, sudahlah. Kalian pergi untuk beristirahat. Pasti perjalanan berjam-jam itu membuat lelah. Kalau kalian lelah, nanti tidak ada yang dapat menyelamatkan kami semua."
Carden dan Cyrene pun pamit.
Di bawah tangga, Carden menghubungi seseorang. Cyrene hanya bisa diam. Namun, telinganya mendengar percakapan Carden dan seseorang di seberang teleponnya. Jantungnya kembali berdebar karena rupanya Carden menghubungi salah satu anggota Dolphin untuk menjemput.
"Kau mau kubunuh?! Jemput kami di kuil Kinishi, sekarang!" bentak Carden yang langsung menutup ponselnya.
Cyrene melirik Carden. Pria itu benar-benar kesal dan mengembuskan napas menatap pandangan gadis di sampingnya itu. Cyrene pun mengalihkan tatapannya ke pohon sakura di pinggir jalan di seberangnya yang masih kuncup.
Gadis itu memakai tudungnya lagi dan memasukkan kedua tangan ke sakunya.
Keduanya diam menunggu seseorang menjemput mereka. Memang selalu seperti itu. Mereka jarang berbincang santai. Tiba-tiba Carden pergi, Cyrene menatapnya terus yang rupanya berjalan menuju satu mesin minuman di sudut jalan menuju jalan besar. Sekitar lima ratus meter dari tempatnya berdiri.
Gadis itu kembali menatap pohon tanpa bunga dan dedaunan di depannya. Gadis itu memikirkan para anggota Dolphin yang sudah pasti tidak menginginkan kehadirannya di sini.
Tak lama, sebuah kaleng soda sudah berada di hadapan dadanya. Cyrene menoleh pada Carden sembari meraih kaleng itu.
"Terima kasih," katanya.
Carden langsung meneguk kaleng kopi dinginnya hingga tandas dalam satu kali minum. Sedangkan Cyrene meneguk sodanya sedikit demi sedikit.
"Tenang, aku sudah berjanji tidak akan membiarkanmu sendirian."
Kata-kata pria berambut blonde kecokelatan itu berhasil menenangkan hati Cyrene yang mulai kalut.