"Kalian tahu ke mana dia pergi sejak kejadian itu?"
"Banyak yang bilang, dia diasingkan ke suatu daerah."
"Dia pantas mendapatkan itu. Aku tidak sudi dia menginjak tanah Jepang di mana aku hidup."
"Kenapa?"
"Bisa-bisa aku atau keluargaku mati di tangannya."
"Ya, aku dengar dia masih melakukan hal keji itu di luar sana. Entah apa yang para anggota Dolphin pikirkan membiarkannya seperti itu."
"Benar-benar! Tim King juga, kan, kuat. Kenapa membiarkan seorang monster berada di antara mereka?"
"Sepertinya kelompok Whale yang kini terlihat jauh lebih baik dan dapat diandalkan."
***
Carden sedang membicarakan soal keadaan lima tahun terakhir ini pada seorang pria muda di sebelahnya. Kalau dilihat dari perawakannya yang kecil dengan poni di dahinya, serta wajahnya yang manis, pria itu mungkin lebih muda dari Cyrene.
"Crimson, kau harus memanggilku Senior ketika di rumah Dolphin!" katanya tiba-tiba. Cyrene menatap mata pria pendek itu melalui spion di bagian tengah.
Gadis itu enggan berkata-kata karena ekspresi pria tadi tampak begitu sombong di matanya. Gadis itu malah mengalihkan pandangan ke kaki Carden yang dilipat begitu tidak nyaman. Mobil ini sangat kecil baginya. Bahkan lebih mungil dari mobil sedan.
"Umurnya dua puluh sembilan, dia adalah seniormu, Crimson. Dari tadi kau tidak bicara," timpal Carden menoleh pada gadis yang masih duduk di tengah menutup kepalanya dengan tudung jaket rapat-rapat.
Seketika Cyrene duduk tegak, sapaan itu membuatnya menyadari bahwa ini sudah masuk dalam urusan pekerjaan.
Cyrene menunduk walau pria yang mengemudi itu tidak melihatnya. "Maaf, Senior," katanya singkat.
"Kau bisa minta maaf juga, ya? Aku pikir kau memiliki hati iblis itu dan tidak suka merendahkan diri seperti manusia biasa."
Cyrene mengepal kedua tangannya dan hendak membuka mulut lagi. Namun, suara bariton tegas dan menakutkanlah yang keluar.
"SOTA!!"
Lantas Cyrene dan pria pendek tadi tercekat. Mobil pun berhenti begitu saja membuat Cyrene sedikit terantuk.
"Ma-maaf, Carden. Aku hanya … gosip itu sudah menyebar ke seluruh penjuru Jepang. Kau tahu bagaimana keadaan Dolphin sekarang," ucap pria yang dipanggil Sota itu terbata-bata.
Terdengar suara dengkusan dari sisi Carden. "Kita akan membicarakan itu, kan, hari ini?"
Sota mengangguk. Carden pun keluar dari mobil dengan susah payah.
Cyrene pun buru-buru turun dan menuju bagasi untuk mengambil kopernya.
"Biarkan dia yang membawanya, kau ikut aku masuk!" bentak Carden tajam pada Cyrene dan pria tadi.
Gadis itu baru sadar kalau mereka sudah tiba di markas Dolphin. Terletak di tengah persawahan luas perfektur Chiba, yang cukup jauh dari pemukiman warga. Sebuah rumah tradisional ala Jepang, berdiri kokoh jauh di hadapan Cyrene. Dindingnya membentang jauh membentuk benteng. Mereka harus berjalan cukup jauh dari depan parkiran. Menaiki anak tangga dan melewati pintu biru gelap besar yang dijaga empat pria berseragam hitam. Mereka menunduk memberi hormat, bukan padanya, melainkan pada pria di depannya. Carden yang tak acuh pada para penjaga itu.
Semakin ke dalam, banyak berkibar bendera lumba-lumba merah bertuliskan "Dolphin Honsha" dalam huruf Jepang. Honsha sendiri berarti "markas besar". Mereka juga melewati jalan setapak berpasir halus yang dikelilingi batu-batu kecil. Di sisi kanan ada sebuah kolam buatan yang cukup besar, di sisi kirinya adalah lahan luas menuju bangunan lain. Sepanjang jalan, Cyrene melihat penjaga di mana-mana.
Ketika sampai di sebuah rumah yang paling besar, mereka harus menaiki tangga lagi. Tepat di depan pintu masuk, dua penjaga terlihat lebih dekat. Cyrene menyadari, seragam itu bukan seragam biasa. Namun, memang begitulah seragam anggota Dolphin, seperti seragam sekolah anak laki-laki Jepang yang serba hitam. Tetapi, ada lambang lumba-lumba merah di kerahnya. Seragamnya memang sederhana, tapi bahannya cukup lentur dan kuat menahan serangan ledakan serta tidak mudah sobek.
Hal itu, dia ingat betul ketika umurnya masih sangat muda. Ketika dirinya pertama kali menjalankan pelatihan tingkat 4.
Pintu digeser. Cyrene dan Carden melepas sepatu di genkan yang luar biasa luas. Lalu menyusuri koridor tertutup sebelum akhirnya berbelok menuju engawa alias koridor terbuka di sisi rumah.
Malam ini begitu sunyi, samar-samar suara jangkrik dan tonggeret dari hutan kecil di ujung lahan rumah ini saling bersenandung mengiringi langkah mereka entah ke mana.
Cyrene sendiri hanya diam mengekor. Pikirannya terus diliputi rasa bersalah dan benci yang bersatu padu.
"Mereka benar-benar tidak menyukaimu, jadi menyuruh Sota menjemput kita dengan mobil kecil ini, ck!"
Kalimat Carden sore tadi di bawah tangga kuil terus terngiang. Gadis itu tahu bahwa dirinya tak diinginkan di sini, di mana pun, bahkan dia tahu apa dirinya pantas hidup lebih lama seperti ini.
Kedua tangannya mengerat lagi. Namun, Carden berhenti di depan sebuah pintu geser di tengah bangunan. Pria itu melirik gadis di sebelahnya.
Cyrene selalu takjub pada bola mata emas milik Carden yang terlihat berkilat ketika malam atau dalam kegelapan.
"Jangan memikirkan yang tidak-tidak. Kau terlahir di negara ini, kau punya rumah, ada banyak yang menginginkanmu hidup. Termasuk orang tuamu."
Mendengar ucapan Carden, gadis itu merasa hangat. Hatinya yang kalut langsung tenang.
Saat itulah, pintu dibuka lebar. Seorang pria tua duduk ditemani dua pria muda yang terlihat seumur dengan Carden.
Mereka semua menatap serius pada Cyrene yang berdiri di samping pria tampan berpakaian serba hitam itu. Kecuali samg tertua. Pria dengan rambut hitam yang sedikit beruban dengan kumis tipis itu, tersenyum ramah padanya.
"Selamat datang kembali, Crimson!" sapanya. "Silakan masuk dan duduk di manapun kau nyaman."
Carden masuk lebih dulu dan duduk di tengah kedua pria muda tadi, sedangkan Cyrene memilih untuk duduk di pojok ruangan dengan tenang. Tudungnya dibuka dan membuat salah seorang pemuda semakin tajam menatapnya sebelum mengalihkan pandangan pada pria tua tadi.
"Lima tahun di negara ayahmu, mungkin kau lupa padaku. Akan kuperkenalkan lagi, aku adalah ketua dari pasukan Dolphin. Menggantikan posisi Carden. Tetapi, dia tetap menjabat posisi ketua dari tim khusus King ini," jelas pria tua itu.
Pria itu menarik napas sejenak sebelum melanjutkan. "Crimson, kami mengangkatmu dalam tim khusus ini karena kekuatanmu--"
"Bukan kekuatannya. Tetapi, karena kekuatan dalam dirinya, hanya kamilah yang bisa mencegahnya kalau sesuatu terjadi di luar kemampuannya," potong salah seorang pemuda berambut panjang dengan dua bilah pedang di depan tempatnya duduk.
"Iya, itu benar, Hyusa. Akan tetapi, gadis itu sudah cukup kuat untuk tidak membangkitkan iblis terkutuk itu selama lima tahun. Bahkan setelah kejadian malang itu menimpanya," balas pria tua itu lagi. "Sudah berapa kali aku katakan padamu? Jangan pernah meremehkan siapa pun. Bukankah, kau juga naik tingkat satu ketika umurmu sangat muda?"
"Kami berbeda, Tuan Hazaru!"
"Berhentilah bicara begitu, Hyusa senpai!" hardik Itto yang lebih muda darinya dengan rambut cepak dan badan atletis.
Semua pun hening. Pria tua yang masih terlihat kuat dan bergaya elegan itu menatap sebelah mata Hyusa dengan senyum tipis. Pria berambut panjang itu memakai penutup mata di sisi kiri. Dia langsung menunduk dan meremas kedua tangannya.
"Carden, bagaimana perkembangan dirinya? Sebentar lagi umurnya delapan belas. Kita harus bersiap," ucap pria bernama Hazaru itu mengalihkan tatapannya dari Hyusa.
"Ada peningkatan. Tetapi …." Carden melirik pada Cyrene yang masih duduk diam di pojok ruangan dan menatapnya. "Aku akan lebih mempersiapkan dirinya selama di sini."
"Baiklah, kalian harus berhati-hati. Di sini kekuatan Rorkuxin dan Ozzazin bisa lebih kuat. Ditambah lagi, pasukan Whale sedang diuntungkan. Semua masyarakat, mulai meninggalkan kepercayaannya pada kami."
Keheningan kembali menjalar di ruangan yang temaram itu. Cahaya bulan mulai benderang dari luar ruangan yang menembus pintu kertas.