Killer(?)

760 Kata
“Mommy! Tolong! Tolong aku!” teriak anak laki-laki itu dengan suara yang lebih cempreng. “Maxim!” sahut wanita itu berusaha melepaskan diri dari pelukan suaminya. Namun, sang pendeta meminta agar pria berkumis tipis itu tetap menahan istrinya menjauh dari sana. “Lepaskan aku! Apa yang wanita itu lakukan? Kenapa dia menyerang putraku?! Dia hanya kerasukan!” teriaknya lagi. “Tenanglah, Sayang. Aku yakin dia adalah orang yang akan membantu anak kita supaya terbebas dari makhluk jahat itu,” ucap suaminya berusaha lebih keras menahan tubuh istrinya yang mengamuk. Pendeta itu diam menatap Crimson dengan penuh harap. “Crimson, tolong jangan bunuh anak itu,” bisiknya. Sedangkan wajah Maxim kembali menatap Crimson yang masih terdiam dengan posisi sama. Wajah laki-laki itu benar-benar kacau, bibirnya tertarik lebar. Saat itu Crimson menarik kembali senjatanya. “Keluarlah dari tubuhnya, kalau tidak mau aku paksa!” perintah gadis itu dengan lantang. “Ahahaha! Kau pikir aku mau menurutimu? Kau tidak akan tega membunuh manusia ini, semua pemburu sama saja. Mereka tidak bisa menyerang kami tanpa mengeluarkan kami dari tubuh manusia. Dasar makhluk lemah!” Maxim kembali bangkit dan melompat hendak memukul wajah Crimson. Tapi, gadis itu berhasil menghindar tepat waktu, dan tongkatnya dijadikan penahan ketika Maxim melayangkan cakarnya. Dengan penuh kekuatan, Crimson mendorong jauh tubuh bengkak itu beberapa meter. Tapi, makhluk dalam tubuh Maxim itu terus menyerangnya secara membabi buta. Gadis itu terus menghindar dan melompat-lompat. Ketika dia menemukan setitik celah, saat itulah kapaknya kembali terayun. Darah pun muncrat hampir mengenai wajah Crimson kalau dia tak segera mundur. “Ah, kau berani melukai manusia ini rupanya. Aku tahu kau berbeda, hawa keberadaanmu dan senjatamu itu ... menarik.” Maxim tersungging kecut. Sedangkan teriakan seorang wanita terus saja mengganggu pendengaran Crimson. Wanita itu terus histeris ketika tubuh anak laki-lakinya tersakiti. “Benar, mereka pasti lebih histeris lagi kalau aku hancurkan tubuh ini,” ucap makhluk itu lagi. Crimson hanya diam menatap mata Maxim yang sudah bukan matanya lagi. Seluruh bola mata dan skleranya sudah benar-benar hitam pekat. “Tubuh ini sudah tidak kuat menampung kekuatanku,” lanjutnya. “Tak akan kubiarkan!” ancam Crimson mengangkat tongkatnya. “Cobalah kalau bisa,” balas makhluk itu tertawa terbahak-bahak. Crimson terus memperhatikan perubahan tubuh Maxim. Sesuatu mulai bergerak dari dalam kulitnya. Gadis itu pun mengangkat senjata dan membalik sisinya. Bagian pisau tajam itu kini berada di atas. Tubuhnya sudah berancang-ancang. Dan ketika makhluk itu mulai mengerang, Crimson melesat dengan cepat dan menusukkan mata pisaunya ke bawah d**a Maxim. Ulu hati tepatnya. “TIDAK! MAXIM!” teriak wanita yang terus saja berisik itu. Sedangkan sang pendeta hanya bisa memejamkan mata melihat aksi sadis tersebut. Seketika tubuh Maxim berhenti beraksi. Tatapannya lurus pada wajah Crimson yang datar dan memancarkan keyakinan penuh atas tindakannya. “Kau ....” Makhluk itu terkejut bukan main, karena senjata itu mampu menghentikan kekutannya. Dia menatap dadanya, tapi tak ada darah yang mengucur di sana. “Ini ... senjata ini ... Yang Mulia—” “Berhentilah mengganggu kami dengan bayanganmu itu Rorkuxin! Dasar pengecut! Aku bukanlah manusia lemah seperti yang kau bilang!” pekik Crimson menekan senjatanya semakin dalam hingga membuat makhluk itu meraung kesakitan. Wanita tadi berhasil lolos dari genggaman sang suami karena pria itu juga terkejut dengan tindakan gadis berambut merah pekat itu. Sang wanita menarik-narik lengan Crimson untuk berhenti menyakiti putranya. “Hentikan! Lepaskan anakku, kau bisa membunuhnya! Aku memintamu menyelamatkan anakku bukan membunuhnya, b******k!” Segala u*****n terus saja terlontar dari mulut wanita paruh baya itu. Crimson menyentak lengannya dengan kencang dan sedikit mendorong tubuh itu sampai terempas. Sang suami pun berlari membantu istrinya yang terjerembab. Saat itulah Crimson menarik senjatanya dan mengibaskan ke udara supaya tetap bersih dari segala yang pernah menyentuhnya barusan. Tubuh Maxim jatuh berlutut, sebuah bayangan hitam keluar dari tubuhnya dan hilang tersapu angin. Sebelum tubuh anak laki-laki itu tumbang, Crimson meniupkan sebuah cahaya merah muda dari mulutnya tepat ke arah d**a Maxim. Lalu, tubuhnya pun jatuh ke belakang. Pasangan suami istri itu berlari menyelamatkan anaknya. “Dasar wanita gila, kau harus bertanggung jawab! Kau telah membunuh anakku!” teriak wanita tadi sembari memeluk tubuh anaknya yang berhenti membengkak. Tapi, gadis itu tidak mengindahkan dan berbalik kembali menuju padang ilalang. Sejenak dia menoleh pada pendeta Sergei. “Semoga lekas sembuh, Pendeta,” katanya dengan melempar senyum yang ditanggapi datar oleh Sergei. Lalu, gadis itu berjalan kembali sampai ke depan para pemuda tadi yang rupanya sudah pingsan. Tapi, gadis itu kembali tersenyum ketika memasukkan kembali senjatanya dalam kotak. Es krimnya yang tadi sempat mereka makan sampai tandas. Dan terdengarlah seruan wanita tadi di sela-sela tangisnya yang menggema.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN