BAB 3

1348 Kata
            Rangga memeluk Karla dari arah belakang, tepat ketika usia Karla menginjak 21 tahun. Di pekarangan belakang kampus, ada danau yang cukup besar. Danau itu berisi beberapa penyu. Tanaman liar dan pohon-pohon linden melindungi Karla dan Rangga dari sengatan matahari.             “Rangga!” pekik Karla kaget sekaligus senang.             Rangga nyengir santai. “Kenapa sih suka  ke sini? Di sini sepi tahu.” Rangga maju satu langkah dan kini posisi mereka berjajar. Dia membelai lembut rambut hitam Karla. Menatap gadis itu seakan Karla adalah barang berharga yang paling antik di dunia.             “Kamu tahu alasannya, Ngga. Aku suka di sini, ya, karena di sini sepi.” Karla tersenyum seraya menoleh pada Rangga.             “Dasar introvert!”                                             Karla terbahak. “Aku senang, aku punya kamu.” Karla meraih tangan Rangga. “Kamu pelengkap aku yang introvert, Ngga. Kamu bisa menyeimbangkan aku yang suka cemas, khawatir dan menyendiri. Kamu merubah aku menjadi Karla yang suka bersosialisasi, percaya diri, dan suka menarik napas dalam saat cemas.”             Kali ini Rangga yang terbahak mendengar kalimat terakhir Karla.             Karla tersenyum lebar. Suara tawa Rangga adalah suara favorit Karla. Tawa yang cepat menular padanya, tawa yang renyah, tawa yang tak pernah dibuat-buat. Karla sangat menyukai  aroma pria itu. Karla berpendapat kalau aroma Rangga seperti bunga Chocolate Cosmos. Bunga yang berasal dari daratan Amerika Utara—Meksiko. Berwarna merah gelap kecoklatan. Aromanya seperti vanili yang harum dan mirip permen coklat.             “La,” Rangga menarik dagu Karla lembut hingga wajah Karla dekat dengannya. Semakin dekat dan itu kali ketiga mereka berciuman selama setahun berpacaran. Dan, tepat saat itu Karla melihat seorang wanita bertubuh tinggi semampai mengintip dari lubang jendela kelas yang kosong. Sintya.             Karla mengerjap. Membuang pikirannya tentang Rangga dan tentang ciuman manis itu. Leon menatapnya bingung.             “Kenapa, La?” tanyanya takut-takut kalau Karla sakit.             Karla menggeleng. “Jadi kapan rencananya kita pergi ke rumah orang tuamu?” tanya Karla, mengusap debu tak kasat mata di rok high waistednya yang berwarna biru tua. Merasa bersalah karena membayangkan ciuman Rangga saat dirinya bersama Leon di ruangan kerja suaminya. Sebenarnya kedatangan Karla adalah untuk memenuhi permintaan Leon agar kehidupan rumah tangga mereka dianggap harmonis dan baik-baik saja di depan para bawahan Leon.             “Lebih baik aku memberitahu mereka dulu, aku takut mereka tidak ada di rumah saat kita datang.”             Berbeda dengan Rangga, Leon adalah Night Gladiolus—bunga yang mekar hanya pada malam hari. Beraorma spicy yang sangat bagus. Bunga Night Gladiolus selalu menarik bagi kupu-kupu, lebah dan serangga. Namun, dia beracun. Begitulah Leon selalu menarik perhatian kaum hawa dengan segala pesonanya tapi tidak bagi Karla.             Ketukan pintu terdengar tergesa. Leon mempersilahkan seseorang yang mengetuk pintu itu masuk. Miss Alisya.             Alisya berjalan dengan tatapan tak biasa kepada Karla. Dia mendekat. Tidak ada senyum dari kedua wanita ini. Leon mendadak canggung karena—pastinya Karla mengira Alisya adalah selingkuhannya.             “Alisya, ini istriku—Karla.” Leon memulai.             “Halo, Karla.” Dia mengulurkan tangan.             “Halo, Miss Alisya.” Karla menjabatnya.             “Leon sering menceritakan tentang Anda kepada saya.” Dustanya. Mungkin karena Alisya membaca tanda kecurigaan Karla sehingga dia harus berdusta. Leon bahkan tak pernah menceritakan apa pun tentang Karla.             “Anda lebih cantik dari foto.” Kali ini Alisya jujur.             “Terima kasih.” Balas Karla. “Silakan duduk,” Karla mempersilakan Alisya duduk di sampingnya.             “Ya.”             Leon memberi isyarat mata agar Alisya sabar menunggu. Alisya mengangguk dan Karla tahu isyarat mata Leon yang dibalas anggukan oleh Alisya.             “Jadi, apa pekerjaan Miss Alisya?” tanya Karla berbasa-basi.             “Saya seorang—“ sekilas Alisya menatap dinding untuk berpikir.             “Dia seorang audit. Audit keuangan.” Jawab Leon lancar.             “Oh, audit keuangan.” Komentar singkat itu memiliki arti ganda. “Oh ya, sudah jam 2 siang. Pasti di kafe ramai, aku harus mengontrol ke sana.” Kata Karla tak ingin berlama-lama berakting.             “Iya, sayang. Hati-hati.” Ujar Leon berdiri, mendekati Karla dan mencium kening Karla. Itu adalah kali pertama Leon mencium kening Karla. Dan Karla merasa tersentuh sedikit. Dia menatap Alisya yang memasang wajah tegar. Alisya tersenyum dan Karla membalas senyuman Alisya.             Ini hanya kepura-puraan seorang Leon. Gumamnya.             Karla pergi dengan langkah cepat. Dia tidak ingin mengganggu kesenangan Leon. Dia tidak peduli Alisya bekerja sebagai apa. Audit keuangan? Dia sama sekali tak percaya apalagi Alisya tampak kebingungan sesaat setelah dirinya bertanya. Barangkali mereka akan bercinta di ruangan kantor Leon atau mungkin mereka akan pergi ke hotel. Peduli apa? Karla tidak harus cemburu meski dalam hatinya dia tidak menyukai karakter Leon.             Sesekali bawahan Leon menyapanya ramah, Karla hanya mengangguk dan tersenyum, dia tidak haus untuk dihormati, dia tidak ingin populer di kalangan bawahan Leon yang hanya ingin mendekatinya karena suaminya adalah bos. Karla terus berjalan dan berharap dapat memutar waktu. Di mana dia dan Rangga masih dalam satu kehidupan, yaitu sebagai mahasiswa dan mahasiswi yang saling jatuh cinta dan saling melengkapi. ***             “Ada informasi apa tentang Natalie?” tanya Leon tak sabar.             Alisya menghela napas dalam sebelum memberitahu Leon tentang sesuatu yang sensitif dan penting dari Anna. “Natalie adalah buronan seorang mafia kelas kakap.”             “Apa?!” Leon tampak syok. Burunan seorang mafia?             “Leon tenanglah, kita bicara pelan-pelan.” Alisya berusaha menutupi ketakutannya akan bahaya dari akibat jika dia berurusan dengan seorang mafia.             “Anna berpura-pura gila karena orang-orang mafia itu selalu berkeliaran di sekitar rumahnya untuk mencari Natalie.”             “Lalu di mana Natalie sekarang?” ada secercah cahaya dari mata Leon.                     “Natalie berada di tempat yang aman. Anna tidak bisa memberitahuku. Dia bilang kamu harus bersabar. Natalie berpesan agar kamu tidak mencarinya dulu. Dan Nat, tahu kalau  kamu sudah menikah dengan Karla.”             “Nat baik-baik saja kan?”                                                                           “Iya, Leon. Anna yang memberitahuku bahwa Natalie baik-baik saja.”             “Kenapa dia bisa menjadi buronan mafia?”             “Kamu tahu pria yang mengambil hati Natalie darimu kan? Dia adalah anggota sindikat mafia barang-barang ilegal. Dan kekasih Nat kabur setelah melakukan pengkhianatan dengan mengambil semua uang milik mafia-mafia itu. Dan Nat, adalah sasaran mereka, mereka tidak peduli apakah Nat tahu tentang keberadaan kekasihnya atau tidak.”             Leon menelan ludah dengan mata memerah.             “Leon, apa kamu mau meneruskan pencarian ini?”             Leon menatap dengan kilatan emosi. “Apa maksudmu?”             “Ini berbahaya Leon. Polisi saja belum bisa menangkap para penjahat itu. Mereka sindikat yang besar.”             “Kamu takut?”             “Bukan masalah ketakutannya, tapi jika mereka tahu kamu punya hubungan dengan Nat, mereka bisa membunuh—“ jeda sejenak. “Karla.”             Leon menatap Alisya. “Kenapa Karla? Kenapa tidak membunuhku?”             “Kamu adalah kunci untuk mendapatkan Natalie dan Karla adalah istrimu.” Suara Alisya terdengar berat dan menegangkan.             Leon terlihat dilema. “Aku bisa mengembalikan semua kerugian mereka jika mereka mau uang.”             “Leon kamu tidak paham dengan mereka. Percayalah, setelah kamu memberikan semua asetmu pada mereka, mereka akan tetap mencari Nat dan kekasihnya. Kamu mau menjadikan Karla sebagai pancingan mereka?”             Leon terdiam.             “Kalau mereka bilang akan membunuh Karla, maka Karla pasti akan menghilang selamanya, Leon. Aku pernah berurusan dengan mereka dan aku tahu siapa mereka.” Alisya tampak frustrasi. Wajah angkuhnya berubah melow.             “Sesulit apa menangkap mereka?”             “Sesulit mencari cincin pernikahanmu yang tenggelam di kedalaman samudera antartika.” Alisya tampak kesal.             “Apa kamu tidak mengkhawatirkan Karla. Dia istrimu.”             “Natalie kekasihku.”             Alisya terluka mendengar pernyataan Leon. Dia terluka karena Leon seakan berat melepas Natalie yang mengkhianatinya dan—seakan membenarkan isu bahwa dirinya tak mencintai Karla.             “Kamu lebih memilih Karla yang mati dibandingkan dengan Natalie?”             “Bukan begitu, Alisya. Ya Tuhan, aku tidak akan membiarkan Karla mati. Aku mencintainya.” Katanya begitu saja. Leon tahu dia berdusta soal cinta pada Karla.             “Tapi kalau kamu tetap mempertahankan misi ini, Karla berada dalam ancaman, Leon.” Alisya menarik napas berusaha tenang. Dia tidak ingin seseorang bernama Karla—istri sah Leon menjadi korban akibat keegoisan Leon. Dia hanya membayangkan kalau dirinya berada di posisi Karla. Hanya itu. Ya, karena naluri sebagai seorang wanita.             “Karla akan baik-baik saja, Alisya. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyentuhnya.” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN