Tiana

1632 Kata
Galan membaca sebuah artikel di layar laptopnya tentang maraknya klub- klub malam yang di dalamnya terselubung perjudian dan pencucian uang yang tentu saja dilindungi oleh beberapa oknum aparat yang tidak bertanggung jawab. Ia tidak menyangka jika negara mendiang ibunya yang menjadi tempat yang ia pilih untuk mengasingkan diri, kini sudah menjadi tempat yang tidak lagi begitu nyaman. Ponsel miliknya berdering dan nama Anton tertera disana dan membuatnya terpaksa harus menghentikan kegiatan membacanya untuk sesaat. " Halo, mas Anton..." sapa Galan. " Kamu lagi dimana?" " Di rumah. Ada apa, mas?" " Saya butuh bantuan kamu. Dan saya tahu kamu orang yang tepat." jawab Anton. " Apa itu, mas?" " Menjadi pengawal pribadi istri atasan saya. Kemarin saya merekomendasikan seorang teman, sayangnya istrinya melahirkan dan terpaksa saya harus mencari pengganti secepatnya. Kalau tidak, saya bisa kena marah dari atasan saya." " Saya, mas?. Saya---" " Ayolah... Lagipula kamu juga sedang mencari kesibukan bukan? Tenang saja, dia bukan tipe ibu- ibu cerewet yang akan menyusahkan kamu. Dia cukup pendiam dan tidak banyak mau. Kamu cukup mengantarkan, menemani, dan menjaga dia. Itu saja." jelas Anton masih mencoba meyakinkan Galan yang terdengar enggan. " Kenapa memangnya, mas? Maksud saya, kenapa beliau butuh pengawal pribadi? Dan bukannya sekarang ada banyak vendor yang menawarkan jasa keamanan seperti itu?" " Tentu saja banyak, Gal. Hanya saja, bos saya meminta orang yang bisa dipercaya. Bos saya orang yang cukup penting dan tentu tidak mau orang sembarangan yang akan memasuki keluarganya. Karena itulah, kamu akan diberi tempat tinggal di bersama mereka." " Ng... Entahlah, mas. Hanya saja... Saya rasa, saya nggak bisa melakukan itu. Saya nggak mau kalau harus terikat bersama mereka." " Saya tahu. Tapi saat ini saya hanya terpikirkan sama kamu untuk membantu saya. Tolong pikirkan lagi. Atau begini saja, nanti sore saya akan pertemukan kamu dengan bos saya dan kamu bisa menyampaikan kendala kamu. Paling tidak, saat bos saya sudah mendengarkan jawaban kamu, saya tidak perlu menjelaskan lagi dan untuk sementara tetap menjadi supir mereka secara gantian." " Saya hanya tidak mau bos saya beranggapan kalau saya tidak becus hanya untuk mencari supir dan pengawal pribadi istrinya." sambung Anton. " Ng... Gimana ya, mas. Baiklah, mas kirimkan alamatnya dan kita ketemu disana." " Bagus. Terima kasih, Galan. Saya kirim alamatnya sekarang." " Baik, mas." *** Jam sudah menunjukkan pukul 16.00 dan Galan bergegas turun dari motor sport miliknya kemudian menelepon Anton untuk memberitahukan kedatangannya sesuai jam yang telah mereka sepakati. " Mas, saya sudah ada di depan." ucap Galan begitu Anton menjawab panggilannya. ” Baik. Silahkan masuk saja. Saya sudah beritahu penjaga di depan. Saya akan ke depan menjemput kamu." " Baik, mas." jawab Galan sambil berjalan menuju penjaga keamanan yang berjaga di pintu gerbang besar tersebut. Gerbang yang mengingatkannya akan rumah milik orang tuanya dulu. ” Selamat sore, pak. Saya Galan. Dan saya diminta kesini oleh pak Anton." " Oh... Silahkan, pak." ucapnya sambil membuka pintu besar tersebut untuk Galan. " Galan..." panggil Anton yang setengah berlari mendekati mereka. " Pak, tolong buka pagarnya biar motornya bisa masuk." sambung Anton setelah berjabat tangan dengan Galan untuk sesaat. " Baik, pak. Misi, pak... Apa boleh saya pinjam kuncinya biar saya bantu." " Biar saya saja, pak." " Udah, Gal. Biar dia saja. Ayo, masuk." ucap Anton dengan ramah dan Galan hanya bisa mengikuti ucapan pria yang telah dia anggap seperti saudara tersebut. " Kamu selalu tepat waktu." ucap Anton ketika mereka berjalan melewati taman luas untuk menuju bagian belakang rumah tersebut. Mereka lalu berjalan ke arah kolam renang dimana ada meja makan panjang dengan seorang pria dewasa tengah duduk sambil membaca korannya bersama seorang pria yang duduk di hadapannya. " Selamat sore, pak Frans. Ini teman saya, Galan." ucap Anton kepada pria yang langsung melepaskan korannya dan berdiri untuk mengulurkan tangannya pada Galan. " Selamat sore, saya Frans Adiatma. Senang bertemu anda." ujar Frans dengan ramah dan sopan. " Selamat sore, pak. Terima kasih." " Silahkan duduk. Oh ya, kenalkan ini adik saya, Sean." ucap Frans lagi memperkenalkan pria yang mirip dengannya hanya saja terlihat lebih mudah dan dengan gaya khas anak muda ibukota. " Senang bertemu anda." ucapnya santai dan hanya melambaikan tangan pada Galan yang membalasnya dengan anggukan. " Baiklah. Kalau gitu, aku pergi dulu. Nanti malam aku tunggu di rumah. Mari semuanya, saya duluan." ucapnya sambil bangkit dari duduknya dan menjawab panggilan di ponselnya. " Oke. Hati- hati di jalan." ucap Frans dengan menekankan ucapannya. " Iya, Frans. Tenang saja..." jawabnya santai lalu melanjutkan obrolannya di telepon dan " Baiklah... Silahkan duduk. Maaf tadi adik saya memang seperti itu." ucap Frans dengan ramah dan tahu jika sikap sang adik tidak begitu sopan. Galan dan Anton lalu duduk di hadapan Frans yang terlihat memanggil seorang pelayan yang memang selalu siaga tak jauh darinya. " Kalian mau minum apa?" tanya Frans dengan sopan. " Tidak perlu. Terima kasih." ucap Galan dengan wajah datarnya dan begitu pula dengan Anton yang juga tidak ingin dijamu. " Baiklah... Kalau begitu, kita langsung saja. Anton bilang kalau anda... Hmm, boleh saya panggil Galan saja?" " Tentu saja, pak." " Good... Baiklah, Galan. Anton bilang kalau kamu sedikit bimbang menjadi pengawal pribadi istri saya. Mungkin kamu juga berpikir kenapa saya memerlukan bantuan kamu." ucap Frans nampak serius. " Begini, mungkin kamu belum mengenal saya karena Frans bilang kamu baru pindah dan kamu mantan militer. Namun saat ini saya sedang dalam fase mulai mencalonkan diri sebagai ketua partai politik dan saya pengusaha yang cukup dikenal di kota ini. Istri saya sendiri juga cukup terkenal dan tentu banyak yang ingin mendekati dia dengan alasan mereka sendiri. Terlebih lagi, saya punya banyak saingan dan mendiang istri saya pernah kecelakaan dan meninggal. Karena itulah, saya tidak menginginkan hal buruk terjadi pada istri saya lagi. Saya sangat menyayangi istri saya dan saya ingin memastikan keamanan dan kenyamanannya." jelas Frans dengan serius. Dan entah mengapa, Galan merasa jika dibalik sikap ramah dan sopannya, pria tersebut sesekali nampak menakutkan jika memasang wajah serius seperti saat ini dan juga saat ia berbicara dengan adiknya tadi. " Mungkin kamu berpikir, kenapa saya tidak menyewa jasa profesional saja dan semuanya akan lebih mudah. Tapi saya menginginkan orang yang bisa saya percaya untuk membawa dan menjaga permata hati saya. Dan soal keahlian, saya tahu kamu tidak perlu kami ragukan lagi. Dan kamu juga kawan baik Anton dan dia sendiri memastikan loyalitas kamu. Itu sudah sangat cukup untuk saya saat ini." sambung Frans dan Galan hanya mengangguk dan menyimaknya. " Saya hanya merasa kalau saya tidak cukup pantas untuk pekerjaan ini karena memang saya belum pernah melakukan pekerjaan sejenis ini. Dan bisa saja istri anda tidak menyukai saya." ujar Galan tepat disaat Frans mengambil ponselnya dan membaca pesan dari sang istri yang mengatakan sudah akan berangkat. Frans lalu menoleh pada Anton dan memberikan isyarat untuk segera menemui sang nyonya dan mengantarkannya. " Gal, saya duluan. Saya harus mengantarkan ibu Zara. Tolonglah kamu pikirkan dulu. Kamu lihat sendiri kalau pak Frans tidak akan mempercayakan istrinya pada sembarang orang." ucap Anton yang membuat Frans ikut tersenyum sementara Galan hanya mengangguk. " Kalau soal ucapan kamu tadi, kamu tidak perlu khawatir. Istri saya tidak begitu peduli dengan orang- orang di sekitarnya. Dia juga tidak akan banyak merepotkan kamu karena dia tidak seperti wanita lainnya yang akan banyak bergaul atau banyak bicara. Istri saya sangat pendiam dan hanya keluar untuk urusan yang penting di yayasan atau untuk tampil sesekali. Dan jangan bilang kalau kamu juga tidak mengenal istri saya. Karena saat ini saya malah lebih dikenal sebagai suaminya dan bukan karena nama saya sendiri." ujar Frans sambil bercanda. " Maaf, pak. Saya tidak bermaksud tidak sopan, tapi saya tidak mengenal istri anda." Frans lalu tertawa kecil dan meminum kopi di cangkirnya sembari mengangguk yakin. " Saya suka sama kamu. Kamu bahkan tidak tertarik mencari tahu siapa istri saya. Dan kamu juga---" " Frans, bisa bicara sebentar?" sela Zara yang berjalan ke arah dimana Galan dan Frans sedang duduk. Ia kemudian berdiri tak jauh dari belakang Galan yang hanya mendengarkannya tanpa menoleh. " Iya, sayang. Ada apa?" " Aku tunggu di mobil." ucapnya singkat lalu berjalan menuju mobil dimana Anton sudah menunggunya. Zara lalu berjalan melewati Galan saat Fran sudah berdiri dan mengikuti sang istri. " Kamu menyewa pengawal untuk aku?" tanya Zara sambil menghentikan langkahnya dan menghadap ke arah Frans yang berdiri tepat dihadapannya. " Iya. Dan kamu tahu kamu tidak bisa mengubah keputusan aku, sayang. Ini semua demi kebaikan kamu." jawab Frans dengan lembut. Galan lalu tak sengaja menoleh ke arah suami istri yang tak jauh darinya tersebut dan sungguh ia merasa begitu terkejut sosok wanita yang baru saja berbicara dari balik punggungnya tadi. " Tunggu... Itu kan... Itu kan Tiana... Iya, itu... Tiana." batin Galan ketika melihat sosok Zara yang menyamping darinya. Meski ia tidak begitu yakin, namun wanita itu terlihat begitu mirip. Ponsel di saku celana Galan membuatnya terpaksa harus memalingkan pandangannya dan menjawab panggilan Anton tersebut. " Iya, mas.". " Please, Gal. Kamu nggak kasihan apa, saya kerepotan gini antar bu Zara dan pak Frans. Tolonglah..." ucap Anton dengan penuh harap. " Ng... Baik, mas. Saya bersedia. Tapi saya tidak bisa mulai hari ini." " Baiklah... Berarti saya tidak salah sudah mengiyakan pak Frans. Soalnya saya yakin kamu tidak akan mengecewakan saya. Terima kasih, Gal." jawab Frans dengan puas lalu memutuskan panggilannya. Namun sayangnya saat ia kembali sedikit menoleh pada Zara, sosok wanita tersebut sudah berlalu dan kini Frans sudah berjalan ke arahnya. " Sepertinya istri saya tidak begitu menyukai ide soal pengawal pribadi. Biasalah wanita... Nanti dia akan mengerti." ucap Frans dengan tersenyum. " Kalau begitu, saya rasa semuanya sudah clear... Sampai ketemu besok pagi." sambung Frans dengan mengulurkan tangannya. Galan lalu ikut berdiri dan menyambut uluran tangan Frans dengan sopan. " Baik, pak. Kalau begitu, saya permisi." " Aku harus memastikan sendiri kalau itu memang Tiana..." batin Galan sambil berjalan meninggalkan Frans.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN