Help me, Please

1667 Kata
Keesokan paginya, Galan sudah berada di kediaman milik Frans Adiatma dengan pakaian serba hitam khas pengawal pribadi yang mengenakan kemeja hitam polos sambil menunggu kedatangan sang majikan. Entah mengapa sejak semalam ia tidak bisa menghilangkan bayangan wanita yang mirip dengan Tiana tersebut. Hal yang membuatnya mengingat kejadian beberapa tahun lalu dimana saat itu ia sedang lepas tugas dan beberapa anak buahnya mengajaknya untuk ke sebuah klub. Galan Flashback Malam itu Galan dan pasukan tim Alpha sedang merayakan ulang tahunnya sekaligus perpisahan pada dunia bebas sebelum kelompok pasukan khusus mereka dikirim ke daerah konflik. Malam itu ia melihat beberapa orang gadis yang sepertinya adalah sekelompok turis yang sedang berpesta. Salah satunya, bahkan baru saja selesai bernyanyi tepat saat mereka baru saja masuk dan diberi tepuk tangan meriah juga beberapa suitan kagum dari para penonton. Gadis yang kemudian ia ketahui bernama Tiana dari sorakan kawan- kawannya tersebut lalu melanjutkan pestanya dan mulai terlihat mabuk. Saat itu, Tiana bahkan tanpa sadar dengan santainya menepuk pundak Galan dan mengira jika ia adalah salah satu kawan wanitanya. " Sel, malam ini gue nggak akan mau ini berakhir. Gue akan hidup hanya untuk sampai malam ini." ucap Tiana sambil berbisik pada telinga Galan dan merangkul pundaknya. Para anggota pasukan Galan yang melihat seorang gadis seolah membuat sang kapten terlihat tidak nyaman, lalu berusaha untuk menahannya. " It's okay..." ucap Galan lalu meraih tangan Tiana untuk melepaskannya. " Kamu salah orang. Teman kamu disana." ucap Galan sambil menoleh pada teman- teman Tiana yang sedang asik dengan pasangan mereka masing- masing. Dan dari pengamatannya, mereka semua memang datang berpasangan kecuali Tiana dan seorang gadis yang nampak tertidur di sofa dan cukup mengganggu kawan lainnya. " Sally? Kamu Sally, kan?" tanya Tiana sambil menyentuh wajah Galan dengan telapak tangannya yang lembut. Tentu ini bukan pertama kalinya Galan digoda oleh seorang wanita, hanya saja kali ini ia merasa berbeda. Apalagi Tiana menatapnya dengan dalam dan itu seperti menghipnotisnya. " Kap---" ucap salah seorang anggota pasukan Galan yang menghentikan aksinya ketika Galan memberikan isyarat. " Saya bukan Sally. Teman kamu disana. Mari saya antar." ucap Galan dengan sopan lalu menuntun langkah Tiana ke arah meja kawan- kawannya. Ada yang sibuk b******u, ada yang sibuk dengan minumannya, ada yang sibuk bergoyang mengikuti alunan lagu dari DJ, dan yang sedang tertidur mungkin saja bernama Sally. " Kalian lanjutkan saja. Saya mau menelepon seseorang." ucap Galan pada para pasukannya yang tentu merasa lebih leluasa ketika sang kapten tidak berada di dekat mereka. Setelah mengantarkan Tiana ke arah meja kawan- kawannya, ia kemudian berjalan ke arah keluar club tersebut sambil merogoh ponsel di saku celana jins miliknya. Namun ia begitu terkejut ketika sebuah lengan ramping langsung menggamit lengannya dan mengajaknya berjalan dengan cepat. " Ayo jalan... Please..." bisiknya dengan cepat dan entah mengapa Galan pun hanya mengikutinya saja. Wanita itu kemudian melepaskan ikatan rambut panjangnya yang terlihat ikal dan terlihat menutupi wajahnya sambil sedikit bersandar ke pundak milik Galan. " Kamu bawa mobil?" tanya Tiana. " Iya." " Jalan ke mobil kamu. Tolong. Saya bukan orang jahat. Saya hanya butuh bantuan kamu dari orang jahat." bisik Tiana lalu menarik lengan Galan agar lebih mendekat kepadanya. Galan lalu merogoh saku lainnya dan bersyukur tadi ia yang menyetir mobil sewaan mereka dan mengantongi kuncinya karena tahu anak buahnya pasti akan cukup mabuk malam ini. " Ke sana..." ucap Galan yang mau- mau saja mengikuti ucapan Tiana, wanita yang tidak ia kenali tersebut. Begitu Galan menekan tombol kuncinya, Tiana lalu naik dengan cepat dan menutup pintunya ketika seorang pria berpakaian serba hitam juga berjalan ke arah parkiran dan nampak mencari seseorang. " Memangnya dia siapa? Apa mencari kamu?" tanya Galan. " Iya. Mereka orang jahat." jawab Tiana dengan mengamati pria tersebut dengan sedikit menunduk. " Kalau dia orang jahat, saya bisa membantu kamu untuk melaporkan dia atau---" " Jangan! Dia... Dia suruhan orang tua saya." sela Tiana. " Lalu?" " Saya tidak mau pulang. Kalau saya pulang, hidup saya berakhir." jawab Tiana yang sedikit takut karena pria tersebut kini telah berdua dengan rekannya dan sedang berkeliling mengitari mobil- mobil yang sedang terparkir. " Saya bisa minta tolong?" tanya Tiana hati- hati. " Lagi???" " Please... Sekali lagi saja..." " Oke. Apa?" tanya Galan dengan wajah datar seriusnya. " Bisa kamu pindah duduk ke belakang?" tanya Tiana. " What?! Untuk apa?" " Please... Setelah ini saya nggak akan menyusahkan kamu lagi. Kamu juga nggak akan ketemu saya lagi. Sekali saja..." mohon Tiana dengan wajah penuh harap. Mata bulat indahnya seolah menghipnotis Galan setiap kali ia meminta sesuatu. Galan lalu menghela nafas dengan malas namun pada akhirnya ia membuka pintu kemudinya dan berjalan ke arah jok belakang. Dan yang lebih mengejutkan adalah, Tiana ternyata juga sudah berpindah posisi ke jok belakang. " Lalu?" tanya Galan dengan malas ketika ia sudah duduk di jok belakang dan Tiana sudah mengunci pintunya. Tiana lalu nampak membelalak ketika dua orang pria berjas hitam tersebut semakin mendekat ke arah mobil mereka sambil membawa senter kecil untuk memeriksanya. Dan tanpa bisa berpikir lama lagi, Tiana lalu hanya memiliki satu ide di kepalanya dan menatap Galan penuh harap. " Maafkan saya..." " Untuk?" tanya Galan dengan heran. Tiana lalu memejamkan matanya sesaat dan langsung menarik kerah baju Galan dengan kuat dan langsung merebahkan tubuhnya ke belakang hingga kini Galan berada di atasnya. " Cium saya..." bisiknya lalu langsung meraup bibir Galan dengan lembut. Ia bahkan sama sekali tidak peduli jika ia tidak mengenal pria tersebut dan siapa dia. Yang ia tahu hanyalah ia tidak ingin pulang dan ia hanya ingin menikmati malam ini. " Ti--- Tiana..." ucap Galan ketika mereka telah berciuman cukup lama dan ia pun ikut terbuai akan lembutnya ciuman gadis asing tersebut. Tiana sama sekali tidak menjawab apapun. Tatapan teduh dan berkabut mereka berdua saling beradu seolah berbicara dan saling mencari jawaban atas apa yang baru saja terjadi dan apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan tetap tanpa sepatah kata apapun, mereka lalu kembali saling beradu indera pengecap mereka yang entah karena pengaruh alkohol yang mereka minum tadi atau karena memang mereka sama- sama menginginkannya. Mereka bahkan tidak tahu siapa yang memulai dan apa yang akan terjadi nantinya, namun ciuman yang tadinya lembut tersebut kini berubah menjadi sangat panas dan begitu menuntut. Jemari lentik Tiana bahkan perlahan kini mulai membuka satu persatu kancing kemeja hitam yang dipakai pria bertubuh sempurna tersebut sementara Galan sendiri pun mulai menyesap bagian lain dari tubuh ramping yang ada di bawahnya tersebut. Galan menghentikan aksinya sejenak ketika bagian atas tubuh mereka berdua telah sama- sama tanpa penghalang apapun dan melihat sebuah luka lebam di pundak putih mulus Tiana. " Just do it..." bisik Tiana yang dalam hatinya hanya ingin menikmati malam ini seperti apapun yang ia inginkan karena bisa saja, besok ia sudah akan menjadi mayat hidup atau memang sudah mati dalam artian sesungguhnya. Tiana tahu jika Galan melihat luka lebamnya dan ia langsung meraih bibir pria tersebut dan kembali melumatnya dengan kasar. Ia tahu ia tidak berpengalaman dalam hal ini, namun ia juga bukanlah gadis polos yang tidak tahu apapun soal hubungan biologis seperti ini. Galan yang kembali terbuai akan ciuman dan sentuhan lembut Tiana di punggung dan lengannya, tentu tidak bisa lagi menguasai dirinya saat ini. Terlebih lagi, ia adalah seorang pria normal yang baru pertama kali seintim ini dengan seorang wanita. Dan baginya, ada sesuatu yang berbeda dari wanita cantik di bawahnya tersebut. Dan alangkah terkejutnya Galan ketika ia merasa kesulitan untuk bisa menembus liang kehangatan Tiana yang sudah sangat siap saat ini. Dan sungguh, tubuh terlentang Tiana yang saat ini diterpa oleh cahaya rembulan di atas mereka, terlihat sangat indah dan berkilau. " Kamu---" " Iya." jawab Tiana yang ternyata juga mengagumi semua yang ada pada pria tersebut. Wajah dingin dan datarnya tentu saja tampan dan itu tidak perlu diragukan lagi. Matanya indah dengan bibir yang nampak merah muda namun tidak membuatnya terlihat feminin. Dan otot di tubuhnya bagaikan dipahat secara sempurna dan begitu detail. " Apa kamu---" " Aku yakin...." jawab Tiana dengan suara tercekat karena hentakan lembut Galan, sambil berusaha menahan rasa perih di bagian bawahnya tersebut. Dan dengan beberapa kali hentakan kecil dari tubuh perkasa Galan, ia akhirnya bisa menembus selaput pelindung tersebut dan akhirnya bisa menyatukan tubuh mereka berdua. Ia bahkan tidak sadar jika kuku panjang milik Tiana menembus otot lengannya dengan samar. Malam yang dingin ini dan cahaya rembulan yang menyinari tubuh mereka menjadi saksi peleburan dan penyatuan mereka yang sama- sama merupakan pengalaman pertama bagi mereka. Penyatuan dan pertemuan yang tidak akan pernah bisa Galan lupakan sampai kapanpun. Mereka berdua sama sekali tidak peduli jika aksi mereka akan dilihat oleh seseorang dan tetap menikmati kehangatan tubuh masing- masing. Bahkan tidak sedikit malam yang ia lalui dengan kehadiran wanita tersebut di dalam mimpi- mimpinya. **** " Selamat pagi, Galan." sapa Frans yang baru saja keluar dari pintu besar kediamannya. " Pagi, pak." jawab Galan dengan sopan. " Sebentar lagi istri saya turun. Akhirnya dia bisa mengerti dan setuju untuk punya pengawal pribadi. Tolong antarkan dan jaga istri saya dengan baik. Dia permata hati saya." ucap Frans dengan ramah. " Tentu saja, pak." " Kalau begitu, saya duluan. Saya ada pertemuan penting dan saya tidak suka terlambat." " Baik, pak." " Anton, mari..." ucap Frans dengan memberi isyarat pada Anton. Sepeninggal Frans dan Anton, Galan lalu menoleh pada jam tangannya dan sang majikan wanita sudah lewat 10 menit dari jadwal yang ia rencanakan. Galan memang terbiasa memprediksi segala hal dan mempersiapkan rencana cadangan untuk berjaga- jaga. Ponsel di sakunya bergetar dan itu adalah dari sang pengacara yang tentu saja akan kembali membujuknya untuk bekerja di perusahaan keluarga miliknya. " Ya." ucap Galan tepat disaat Tiana baru saja akan berjalan keluar dari rumahnya dan membuat detak jantung Galan seolah berhenti saat itu juga. " Saya telepon lagi nanti." sambung Galan lalu meletakkan ponselnya dan mematung mengamati setiap gerakan Tiana yang melangkah keluar dengan kacamata hitamnya. Sungguh, semua gerakan Tiana bagaikan gerakan lambat dimata Galan yang masih tak percaya jika ia akan bertemu dengan wanita ini lagi. Wanita yang pernah ia temui di belahan lain dunia ini dan pernah menghangatkan tubuhnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN