BANDIT 5

1200 Kata
Siang tidak terlalu panas, hiruk pikuk ibukota masih terlihat. Namun kebisingan tidak mengusik dua sejoli yang sejak tadi duduk di sebuah kafe saling berhadapan namun sibuk dengan diri sendiri. Tak ada satupun dari mereka yang memulai untuk membuka percakapan, saling diam dengan pikiran masing-masing. "Van," panggil si gadis pada pria di hadapannya, kekasihnya. Sang pria menatap pada gadisnya dengan tatapan bertanya sembari menunggu apa yang akan dikatakan selanjutnya. Gadis tersebut kembali diam sejenak seolah ada hal besar yang sangat sulit ia sampaikan. "Ada apa Dis?" akhirnya si pria, yang tidak lain adalah Kevan, bertanya pada kekasihnya, Adis. Adis nampak gelisah, diketuk-ketukan jari telunjuknya diatas meja kaca dihadapannya dengan irama tak beraturan. Kevan semakin gemas tak sabar menunggu lalu menghentikan ketukan telunjuk Adis. "Kamu tahu kan segala hal yang dipaksakan itu tidak baik--" Adis menggantung ujung kalimatnya membuat Kevan semakin menatapnya bingung namun diangguki walau dengan ragu. "Maaf Van aku ngga bisa--" Adis kembali menggantung kalimatnya, Kevan mengeratkan genggamannya di tangan Adis yang sejak tadi belum dilepasnya, Adis meneguk ludahnya susah payah sebelum akhirnya melanjutkan kalimatnya yang terputus, "Aku ngga bisa melanjutkan semua ini." Kevan masih belum paham arah pembicaraan Adis, namun akhirnya Kevan mengerti saat Adis melepaskan tangannya dari genggaman Kevan lalu berdiri dari kursinya. Semua mata pengunjung kafe yang juga sedang berada disana menatap heran kedua pasangan ini, seolah sedang ada drama dadakan yang terjadi di hadapan mereka. "Dis, kamu--" kini Kevan yang menggantung kalimatnya, ia masih belum percaya akan apa yang Adis lakukan. "Maaf Van, aku ngga bisa lanjutkan ini, maksudku, hubungan kita" lanjut Adis memperjelas ucapannya, "Tapi Dis, kita bahkan baru bertunangan, akan menikah, bagaimana mungkin--" Kevan berhenti sejenak, tertawa garing, "jangan bercanda Dis, ini ngga lucu, ini bahkan bukan tanggal 1 April, Dis..." "Apa wajahku terlihat seperti bercanda?" tanya Adis menahan sesak, Kevan menatap mata Adis, mata gadis yang menjadi kekasihnya selama 6 tahun terakhir ini, Kevan akui Adis sedang dalam mode serius saat ini walau sebenarnya Kevan ingin sesaat kemudian Adis tertawa terbahak-bahak dan mengatakan ini hanya kelakarnya, namun sepertinya itu takkan pernah terjadi. Mata Adis memanas, dengan menahan air mata, dirinya melangkah keluar kafe. Kevan segera berdiri dan mengejar Adis yang sudah berada di luar. "Berikan aku alasan Dis!" seru Kevan menghentikan langkah Adis. Adis berdiri membelakangi Kevan, "kamu akan tahu nanti Van," jawabnya dengan nada terisak tanpa mau menoleh ataupun menatap sejenak pria yang sampai semenit lalu berstatus tunangannya. Adis lalu berlari meninggalkan Kevan, ingin rasanya Kevan mengejar namun kakinya terlalu berat untuk digerakan, entah mengapa. "ADIIIIISSSSS!" seru Kevan, namun yang dipanggil terus berlari menjauh tak menghiraukan teriakan Kevan. "DIIIIIISSSSS!! ADIIIIISSSS!!!" Kevan terus berteriak hingga suaranya serak, namun Adis telah menghilang dari pandangannya. "ADIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIISSSSSS!!" "Kakak?!!" "Hah?!!" Hening sejenak, Kevan berusaha mengatur nafasnya, tubuhnya basah oleh keringat, namun Kevan bersyukur bahwa ternyata tadi adalah mimpi, mimpi terburuk baginya. "Kakak mimpi buruk?" Deri duduk disamping Kevan namun Kevan tak menjawab, masih berusaha mengatur nafasnya lalu kembali merebahkan badannya. "Sejak tadi kakak meneriakan nama kak Adis, untung Papa dan Mama sedang tidak ada di rumah" lanjut Deri, Kevan hanya tersenyum tipis lalu mengusap kasar wajahnya. "Apapun mimpi kakak jangan dipikirkan, anggap aja sekedar lewat, Deri lanjut tidur ya kak" Deri berjalan keluar kamar Kevan dengan sesekali menguap. Kevan menatap jam dinding di kamarnya, masih pukul 4 pagi, wajar saja Deri masih mengantuk. Kevan mencoba tidur namun tidak bisa, bayangan mimpi tadi masih terlihat jelas. Ingin rasanya ia menghubungi gadisnya saat ini namun ia tahu Adis pasti masih tidur. Kevan mengambil ponselnya yang terletak di meja tepat di samping tempat tidurnya, menyalakan layarnya, memperlihatkan foto dirinya dan Adis dengan senyuman merekah di wajah mereka. Kevan tersenyum kecil menatap foto kekasihnya yang nampak bahagia di rangkulannya, "aku harap itu hanya mimpi Dis, karena aku yakin ngga akan mampu tanpa kamu" bisik Kevan seolah Adis berada dihadapannya saat ini. Baru saja Kevan akan mematikan layar ponselnya, satu panggilan tiba-tiba muncul, My Princess Calling... Kevan terduduk dikasurnya, menatap nama pemanggil membuatnya tersenyum lebar lalu menekan tombol hijau di layar ponselnya. "Hehe hallo Van" mendengar suara Adis membuat sesak di d**a Kevan karena mimpi buruk tadi terlepas begitu saja, "Hai sayang, ada apa nih?" tanya Kevan menahan senyumnya, ia lupa bahwa Adis tak mungkin melihatnya tersenyum saat ini. "Terbangun terlalu pagi nih," jawab Adis dengan nada manja yang selalu membuat Kevan gemas, "Lho kamu kok udah bangun? jangan-jangan aku bangunin yah? aduh maaf yah Van, aku tutup deh ya kamu lanjut bobo," lanjut Adis dengan nada setengah cemas sehingga Kevan mau ngga mau terkekeh kecil, "Jangan ditutup dong, aku udah bangun kok dari sebelum kamu telepon" rajuk Kevan menahan Adis menutup sambungan telepon mereka, "Lho kenapa Van? Kamu ngga enak badan? jatuh dari kasur? atau ketindihan?" pertanyaan terakhir Adis membuat Kevan terkekeh lebih keras membuat Adis heran diseberang sana, "Bagaimana caranya Princess kalau ketindihan bisa angkat telepon?" Kevan kembali terkekeh, Di tempatnya, Adis juga terkekeh sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, dan obrolan mereka berlanjut hingga akhirnya Adis terlebih dahulu pamit menutup telepon karena hari sudah mulai pagi. ................... Kevan sedang bersiap berangkat ke kantornya, Deri sudah sejak lima menit lalu pergi ke kampusnya lebih dahulu. Sebelum ke kantor, Kevan terlebih dahulu mampir ke rumah sakit tempat Adis bekerja. "Ciee yang pagi pagi udah ngapelin dokter di sini" goda Thea, salah satu dokter dan juga teman Adis bekerja, ia juga sudah mengenal Kevan. "Hehe bisa saja dok, duluan yah" pamit Kevan dengan tersenyum. Di ruangannya, Adis sudah siap dengan jas dokternya sambil mengecek>"Pagi dokter cantik," Kevan memeluk pinggang Adis dari belakang sempat membuat Adis sedikit terkejut, "Kevaann," panggil Adis gemas karena dikejutkan pagi-pagi, "Iya sayang," jawab Kevan dengan nada menggoda Adis membuat Adis mau tidak mau terkekeh. Adis membalikan tubuhnya hingga berhadapan dengan Kevan tanpa melepaskan rangkulan Kevan dipinggangnya, "ada apa nih pagi pagi bukannya ke kantor," menjawil gemas hidung Kevan. "Kangen banget sama calon istriku nih," Kevan memeluk Adis erat, Adis membalas pelukan Kevan, "Hei ada apa?" tanya Adis bingung, Adis merasa ada yang Kevan sembunyikan. "Kamu janji kan ngga akan meninggalkan aku apapun yang terjadi?" tanya Kevan tiba-tiba membuat Adis melepaskan pelukan Kevan dan menatap prianya dengan tatapan heran, "Kenapa tiba-ti--" Kevan menutup bibir mungil Adis dengan telunjuknya, Adis menatap lembut Kevan, ia yakin ada sesuatu yang menganggu pikiran tunangannya saat ini, namun Adis tidak mau memaksa Kevan bercerita. Adis menggenggam erat kedua tangan Kevan, "sampai kapanpun, aku ngga akan pernah meninggalkan kamu, tapi--" Adis menggantung kalimatnya, "Tapi apa sayang?" tanya Kevan penasaran, "Tapi, asal kamu ngga nakal," Adis terkekeh sambil menjawil hidung Kevan gemas, Kevan ikut terkekeh lalu kembali memeluk Adis, "thank you Princess" ucap Kevan masih dengan memeluk Adis. "Anytime my Prince," balas Adis dipelukan Kevan. "Udah ah, kamu ke kantor dulu gih, aku lagi banyak pasien juga nih, nanti makan siang baru ketemu lagi," ujar Adis melepas pelukan Kevan, "kerja yang bener yah sayang," lanjutnya sambil mengacak ujung rambut diatas kening Kevan. "Iyah ibu dokterku sayang, aku kerja dulu yah, nanti siang aku jemput," pamit Kevan lalu mengecup puncak kepala Adis. Ada kelegaan di d**a Kevan setelah bertemu Adis. Ia janji pada dirinya ngga akan membiarkan mimpi buruknya semalam terjadi. Karena baginya, Adis bagian istimewa di hatinya. Kevan akan selalu memperjuangkan Adis apapun yang terjadi nantinya di depan. Dan Kevan yakin Adispun berpikir sama dengannya. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN