BANDIT 8

1628 Kata
Sudah larut malam saat akhirnya pesta resepsi pernikahan Kevan dan Adis selesai. Kini keduanya kembali ke kamar hotel mereka. Terlihat raut lelah dari wajah keduanya saat memasuki kamar hotel yang mereka pakai. "Aku mandi duluan yah Van," Adis masuk kamar mandi tanpa menunggu jawaban Kevan. Rasa segar menjalar ke sekujur tubuhnya saat Adis merendam dirinya dalam air hangat. Ketika berganti pakaian, Adis kembali gugup, pasalnya ini adalah malam pertamanya dan Kevan sebagai sepasang suami istri. "Aduh kenapa baru terpikir sekarang coba," gumam Adis sambil menepuk pelan keningnya. "Udah belum Dis?" Adis sedikit terkejut saat tiba-tiba Kevan mengetuk pintu kamar mandi. "I-Iya Van, ini mau keluar," Adis keluar kamar mandi sambil menyembunyikan ekspresi gugupnya. Begitu Kevan masuk ke kamar mandi, Adis duduk di pinggir kasur sambil memikirkan kegugupannya. Suara pintu kamar mandi terbuka membuat Adis semakin gugup, perlahan Adis melihat ke arah Kevan yang baru saja keluar dari kamar mandi, wajah Adis memanas saat melihat Kevan ternyata keluar dengan bertelanjang d**a. 'Astaga ya Tuhan kuatkan iman hamba, eh tapi kan Kevan udah jadi suami gue? Ah tapi tetep aja menggoyahkan iman gue haduuuhhh' batin Adis. Kevan masih belum menyadari diperhatikan sesekali oleh Adis yang sudah seperti kepiting rebus. Kevan masih asik mengeringkan rambutnya sambil membuka ponselnya dengan tangannya yang tidak memegang handuk. Tak lama Kevan akhirnya merasa seperti diperhatikan, ketika mata Kevan melihat Adis, tatapan mereka bertabrakan, dalam sekejap wajah Adis berubah sangat merah karena tertangkap basah memperhatikan Kevan dengan ekspresi tak biasa. Kevan bingung dengan tingkah laku istrinya, tapi sinyal otaknya langsung bekerja hanya dalam hitungan detik, Kevan berencana menjahili istrinya. "Kamu belum tidur Dis?" tanya Kevan memulai keisengannya, "E-eh i-iya ini bentar lagi Van," Kevan menangkap nada kegugupan dari ucapan Adis, membuat Kevan semakin semangat menjahili Adis. Kevan berjalan ke arah kasur di mana Adis duduk, masih belum memakai bajunya. Adis duduk membelakangi Kevan karena menyembunyikan wajah merahnya, seringaian kecil nampak di wajah Kevan. Gerakan di kasur membuat tingkat kegugupan Adis naik beberapa level langsung. "Dis," panggil Kevan sedikit berbisik membuat Adis bergidik, "kok liatnya ke dinding sih ngga ke suamimu sayang," goda Kevan, 'ya Tuhan Kevan pasti tahu gue grogi sekarang' batin Adis. Kevan menyentuh bahu Adis perlahan, bulu kuduk Adis seketika berdiri, 'astaga itu suami lo Dis bukan demit! Elah kenapa gue jadi takut gini yah sama Kevan' Adis kembali membatin. Di balik punggung Adis, Kevan menahan untuk tidak tertawa agar aksi mengisengi Adis berjalan lancar. "Dis, ini malam pertama kita lho sayang," bisik Kevan dengan nada menggoda, Deg! 'astaga jantung gue, tahan Dis tahan' Keisengan Kevan semakin berlanjut tak kala dirasanya Adis yang semakin gugup. Dengan pelan diusapnya bahu Adis dengan tujuan semakin mengisengi istri kecilnya ini. Adis yang mulai sebal dan sadar bahwa Kevan mengisenginya dengan memanfaatkan kegugupannya, memutar otak untuk membalas Kevan. Setelah meyakinkan diri, Adis membalikan badannya menghadap Kevan yang belum berhenti menjahilinya. "Oh iya sayang ini kan malam pertama kita yah," ucap Adis dengan ekspresi dibuat bahagia, padahal ia masih berusaha menahan detak jantungnya yang seperti orang lari marathon. Kevan bingung dengan perubahan drastis Adis yang tiba-tiba, 'kayaknya gue ketahuan' pikir Kevan. Adis mendekati Kevan secara perlahan hingga sangat dekat, kini gantian Kevan yang gugup karena perubahan drastis sikap Adis. "Kenapa sayang, kok malah diam, tadi kan bilang ini malam pertama kita," dalam hati Adis tertawa karena berhasil mengerjai balik Kevan. Namun siapa sangka, Adis justru menyesal meladeni suaminya karena Kevan berhasil mengembalikan keisengan Adis. Dengan sekali gerakan, Kevan berhasil membuat Adis berbaring di kasur dan mengurungnya diantara kedua lengan kokohnya. "Van, ka-kamu mau apa eh?" tanya Adis yang kembali dikuasai kegugupan, "Mau malam pertama sayang," jawab Kevan dengan wajah kembali percaya diri dan memasang seringaian kemenangannya. Skak mat, Adis tidak bisa membalas Kevan lagi dengan posisi seperti ini. Perlahan Kevan mendekatkan wajahnya ke wajah Adis hingga hidung mereka saling bersentuhan. Adis menutup matanya rapat-rapat, pasrah akan apa yang akan Kevan lakukan padanya, toh mereka juga sudah resmi sebagai suami istri. Dirasakan Adis nafas mint milik Kevan tepat di wajahnya. Adis hanya bisa menunggu apa yang akan Kevan lakukan, namun, "Pffft—" Adis membuka matanya, dan terlihat Kevan sedang tertawa puas sambil memegang perutnya. Seketika kegugupan Adis berubah menjadi kekesalan. Dengan tanpa ampun Adis memukuli Kevan dengan bantal yang berada didekatnya. "Haha aduh ampun Dis, haha," Kevan masih belum bisa berhenti tertawa, namun akhirnya pergerakan tangan Adis yang memukuli Kevan dengan bantal berhasil ditahan Kevan. "Kamu lucu sih kalau gugup gitu, buat aku ingin isengin kamu, lagian kita kan udah suami istri sayang, masa masih gugup sih lihat aku shirtless kayak tadi," Kevan terkekeh kecil. Adis memanyunkan bibirnya, "yaa kan aku ngga pernah lihat kamu shirtless! Lagian ini kan pertama kalinya sekamar gini," Adis memasang mode ngambeknya. Kevan kembali terkekeh kecil, memakai kaos yang sudah ia letakkan di kasur sebelum mengisengi Adis tadi lalu mendekat ke arah Adis, "udah dong sayang jangan ngambek lagi, aku ngga mau tidur di balkon nih," bujuk Kevan sambil memeluk Adis, "Ih apa sih Van, siapa yang ngambek coba?" Adis memukul pelan d**a bidang Kevan, Kevan tersenyum kecil lalu mengeratkan pelukannya pada Adis. Adis membalas pelukan Kevan dipinggang Kevan. "Aku ngga maksa kamu kok buat lakuin yang biasa dilakukan pasangan suami istri di malam pertama, bisa terjadinya hari ini aja aku udah bahagia banget, hari di mana kamu sah jadi milik aku seutuhnya," Kevan mengecup sekilas puncak kepala Adis. Adis tersenyum kecil, hatinya menghangat mendengar ucapan Kevan. "Aku siap kok Van," ucap Adis setengah berbisik namun masih dapat didengar Kevan. Kevan melepas sejenak pelukannya dan menatap Adis, "kamu bilang apa tadi sayang?" tanya Kevan memastikan apa yang didengarnya tadi. "Iya suamiku sayang, aku siap kok," ucap Adis mengulangi yang ia katakan tadi. Kevan tersenyum sumringah, "yakin kamu siap? Aku ngga memamaksa kok." "Kalau dibilang gugup, jelas Van, karena ini untuk pertama kalinya dalam hidup, tapi kalau belum siap, mau sampai kapanpun kalau ngga dicoba ngga akan pernah siap," ujar Adis dengan nada yakin membuat senyum Kevan semakin mengembang, dipeluknya kembali Adis lebih erat. "Trima kasih sayang," Kevan merasa kebahagiaanya lengkap hari ini, ia berjanji pada dirinya, sampai kapanpun akan selalu menjaga Adis dan keluarga kecilnya kelak, seperti yang dipercayakan orangtua dan para sahabat mereka. ........... Adis menggeliat di tempat tidur saat Kevan membangunkannya. Semalam mereka melakukan hal yang tentunya hanya mereka dan Tuhan saja yang tahu, sehingga membuat Adis harus rela tidur pada jam 4 dini hari. "Ng—lima menit lagi Ma," rancau Adis sambil mengubah posisi tidurnya. Kevan menaikan sebelah alisnya mendengar Adis mengigau. "Adis sayang, ayo bangun, udah jam 9 nih," Kevan mengguncang-guncang pelan pundak Adis, sesekali ditepuk lembut pipi chubby istrinya ini. Adis terduduk di tempat tidur dengan mata setengah memejam. Kevan yang gemas langsung menggendong Adis, maka seketika mata Adis pun terbuka penuh karena terkejut dengan apa yang dilakukan Kevan. "Mau mandi sendiri atau dimandiin sayang?" goda Kevan sukses membuat kesadaran Adis terkumpul penuh hanya dalam waktu beberapa detik. "YAAAA KEVAAAANN JANGAN KAGETIN DONG!!" pekik Adis lalu memaksa turun dari gendongan Kevan. Sambil terkekeh Kevan menurunkan Adis yang sudah memasang wajah cemberutnya, "ya udah mandi gih, aku bereskan barang-barang dulu." Tidak butuh waktu lama keduanya telah siap untuk pulang. "Kita makan di rumah aja yah, Mama udah siapin makanan untuk kita soalnya," ucap Kevan sambil menyetir mobilnya meninggalkan pelataran hotel tempat mereka menginap semalam. "Sip, aku juga udah laper banget nih Van," sahut Adis dengan nada manja, Kevan tersenyum dan mengusap sayang puncak kepala Adis lalu kembali memfokuskan dirinya ke jalan raya. "Nanti selesai makan kalian boleh tidur lagi, pasti semalam capek banget yah," ujar Vina, Mama Kevan, dengan nada menggoda pasangan baru ini. Adis yang paham akan maksud ucapan Mama Mertuanya tidak bisa menutupi wajahnya yang memerah karena malu, namun Kevan justru terlihat senyum-senyum sumringah membuat Adis bergidik ngeri. Siang kembali berganti malam, pasangan pengantin baru ini masih terjaga, padahal jam sudah menunjukan pukul 1 dini hari. Berbaring di tempat tidur sambil menatap ke langit-langit kamar. Hari ini memang mereka sengaja menginap di rumah Orang Tua Kevan, namun esok mereka berencana pindah ke apartemen yang sudah mereka siapkan untuk mereka tinggali. "Dis," panggil Kevan tanpa mengalihkan pandangannya dari plafon kamar miliknya. "Hmm," gumam Adis menjawab panggilan Kevan, Kevan meraih tangan Adis, "mau janji satu hal?" Adis menatap Kevan yang masih fokus pada langit-langit kamarnya, "apa?" tanyanya, "Mulai kemarin siang, kamu sudah sah jadi istriku, itu artinya tanggung jawabku sudah penuh padamu, udah ngga ada lagi kata aku atau kamu, sekarang sudah ada kita, aku mungkin ngga bisa menjanjikan kamu akan selalu merasa bahagia hidup bersamaku, selalu tersenyum, tapi aku akan selalu berusaha menjadi yang terbaik buat kamu Dis, melindungi, menjaga dan apapun kewajibanku sebagai suamimu, maka berjanjilah apapun yang terjadi di depan nanti kamu mau kan menjalani bersama aku? Menghadapi semua bersama? Meski sakit sekalipun tapi tetap saling menopang?" Adis tersenyum kecil, ia tahu bagaimana perasaan Kevan, setelah berumah tangga, kewajiban yang mereka tanggung akan semakin besar. Bukan tidak mungkin akan banyak kerikil di perjalanan mereka kedepannya nanti. Adis mengeratkan genggaman Kevan, membuat Kevan mengalihkan pandangan dan membalas tatapan Adis tepat di manik mata masing-masing. "Kemarin adalah awal perjalanan kita Van, masih panjang ke depan dan pastinya akan ada kerikil atau tikungan tajam, aku ngga mengharapkan kamu selalu membuat aku bahagia, tugasku sebagai penolongmu mulai sekarang. Apapun yang terjadi jangan pernah lepaskan genggaman tangan kita, sama-sama kita hadapi semuanya, saling percaya dan saling menguatkan. Sekalipun pertengkaran kecil akan kita alami nantinya, harus membuat kita semakin kuat bukan semakin rapuh. Melakukan memang tidak semudah bicara Van, tapi aku yakin kita bisa hadapi semuanya bersama. Bukan hanya kamu, aku juga akan berusaha menjaga keluarga kecil kita ini." Hati Kevan menghangat mendengar ucapan tulus Adis, dicium lembut kening Adis dan bibirnya, "thanks sayang," ucap singkat Kevan lalu memeluk erat Adis. "Anytime sayang," balas Adis dipelukan Kevan. Keduanya melanjutkan istirahat sambil berpelukan, merasakan cinta yang mereka miliki, yang tumbuh semakin besar diantara mereka. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN