Grateful

1006 Kata
Franky, Jeff dan ibunya sudah tidak ada di tempatnya tadi. Di cottage hanya ada beberapa orang yang terlihat. Ada yang menyapu membersihkan daun yang gugur, ada juga waiters yang sedang mengantarkan makan ke salah satu pondok. Sashi dan Robert memutuskan untuk duduk di teras. Sashi juga meminta petugas kebersihan untuk tidak menyapu halaman di depan pondoknya dulu. Entah kenapa, Sashi selalu suka melihat daun-daun gugur. Ia merasa sedang benar-benar berada di alam terbuka. "Lo mau pesen minum, ga? Mau teh anget?" tanya Sashi. Robert mengangguk. Sashi pun mengirim pesan pada salah satu waiters yang nomornya sudah ia simpan. Sashi memesan dua cangkir earl grey dan beberapa potong cookies sebagai camilan pendamping. "By the way, nanti lo mau kasih tahu si David soal ini, ga?" tanya Sashi. "Yaps. Gue mau kasih tahu langsung kalo nanti ketemu sama dia. Gue pengen lihat reaksinya kayak gimana, apa dia ngerasa bersama atau B aja. Karena gimana pun juga Bella kayak gitu akibat ulah dia. Secara ga langsung, dia udah ngebunuh Bella." "Tapi lo harus tetep kontrol emosi ya, Rob. Kalo misalkan resppon dia nyebelin, please jangan kelepasan. Lo masih harus pertahanin klub. Harus sabar dulu sebelum hubungan bisnis kalian berakhir." "Yes, i know. Kalo saja sekarang gue udah putus hubungan as business partner sama si David, mungkin sekarang juga gue udah samperin dia dan maki-makiKalo perlu gue tuntut." "Terus, lo akan kasih tahu keluarga Bella juga?" "Kalo itu gue ga tau, karena ga punya kontak mereka. Ya ngapain juga gue berhubungan sama orang-orang macam anjing kayak gitu. Bella literally ga punya siapapun yang bisa diandelin, Sash. Dia dikucilin sama keluarganya sendiri, dilecehin, dibuang. Gue ga ngerti apa yang ada di otak mereka." Melihat Robert yang mulai menangis lagi, Sash masuk ke dalam untuk mengambil tisu. Sementara seorang waiters sudah datang membawa baki berisi earl grey tea dan cookies cokelat. "Yuk, minum dulu tehnya supaya lo agak tenangan dikit." Robert menurut dengan langsung menyeruput tehnya perlahan, lalu memejamkan mata sambil bersandar pada tembok. "Gue beneran berasa kayak mimpi kalo Bella udah ga ada." "You're a good friend, Rob. Pasti Bella ngerasain itu juga. Lo udah berjasa banyak sama dia, lo udah nolongin sebisa lo. Gue yakin Bella juga ga akan pernah nyalahin lo, karena yang salah di sini cuman si David. Bella mungkin terlalu naif karena percaya dengan orang yang baru ia kenal. Tapi itu juga bukan salahnya. Karena ia mungkin masih polos." "Ia dia terlalu polos. Dia gampang percaya sama orang. Dengan apa yang udah dia alamin selama ini, Bella pasti seneng karena ngerasa disayangin sama cowok. Lumayan ganteng dan tajir pula. Dia ngerasa dapet dunia baru yang selama ini diidam-idamkan. Dia emang sempet bilang sama gue kalo dia kepengen nikah sama cowok bule. Katanya orang bule itu baik dan romantis. Temen-temennya dia banyak yang hidup bahagia setelah nikah sama bule." Robert lalu tertawa miris. "Sayangnya, dia malah ketemu cowok bule yang sableng." "That's why God save her. Mungkin ini emang udah jalan yang baik buat dia. Kita ga bisa bayangin kalo David masih ngejar dia dan maksa dia buat balik lagi.Dia pasti bakalan menderita, sementara lo makin ngerasa bersalah karena dilemma buat nyelametin dia atu kehilangan klub." "Iya lo bener. Gue sugestiin dia sekarang bisa tersenyum lebar karena dijaga sama malaikat dan orang-orang baik di surga." "Aamiin." Telepon Sashi berdering. Noni melakukan panggilan. "Bentar, ya Rob. Haloo..." [Sash, bisa minta alamat cottage yang lo tempatin itu, ga?] "Buat apaan?" [Temen gue lagi di Bali, lagi nyari tempat nginep, jadi mau gue rekomendasiin cottage itu aja.] "Oh oke, nanti gue kirim alamatnya. By the way, temen lo yang mana nih? Dia kenal gue?" [Nggak, tenang aja. Ini temen SD doang. Lo di sana sampe kapan sih?"] "Lusa kayaknya balik. Udah masuk kerja juga." [Oh okay... ya udah lanjut deh, gue masih ngerjain sesuatu. Bye!" "Bye, Non!" "Si Noni apa ga muak masih kerja di situ?" tanya Robert setelah Sashi menyimpan pnselnya di aats meja. "Justru dia bakalan lebih muak kalo sampe Renata yang nguasain kantor." "Oh iya bener juga. Lo masih belum ada rencana gitu, kapan mau balik ke Bandung dan menggemparkan warga?" Sashi tertawa. Sudah lama ia tidak memikirkan itu, seolah ia benar-benar sudah berpisah dengan kehidupannya yang dulu. Ia seolah tidak peduli dengan hal apa pun. Orang menganggapnya sudah meninggal, sementara Jeff menganggapnya sebagai wanita penghibur. "Tau deh, Rob, belom kepikiran. Mereka juga kayaknya udah ga mikirin gue lagi. Sedih, ya, manusia hidup di dunia, setelah dia meninggal, orang-orang emang ada yang sedih, tapi ya udah, berlalu gitu aja. Kembali ke kehidupan normal lagi." "Ya iya dong, ga bagus juga kalo kita sedih-sedih mulu. Gimanapun harus move on, moving forward. Simpan kesedihan itu dalam-dalam dulu dan bisa lo keluarin lagi di saat lo kangen seseorang. Lo juga gitu, kan, sama almarhum nyokap lo? Lo sampe sekarang merasa sangat kehilangan tapi buan berarti lo nangisin dia tiap hari?" Omongan Rober itu membuat Sashi malu. "Lo bener. Gue ngomong gitu karena ga tau aja gimana perasaan papa sekarang. Dia ga main media sosial, jadi gue ga tau kabarnya. Gue ga bisa lihat dia numpahin emosi tentang gue. Waktu diwawancara di TV, dia sama sekali ga kelihatan sedih. Gue tahu diea emang jarang nangis, papa orang yang kuat." "Ya kan siapa tahu pas dia sendiri, jelang tidurnya, dia nangisin elu. Setiap orangtua pasti sedih lah kehilangan anaknya. Apalagi lo anak kandung semata wayang dia. Meskipun ada si Dixie, tuh anak ga akan bisa gantiin posisi lo di hati bokap. Lo masih mending, punya banyak temen yang peduli. Tuh, si Noni aja gue lihat masih peduliin lo sampe sekarang. Liat si Bella, dia mati aja ga ada yang tahu. Bapaknya paling mash mabok-mabokan, ga peduli sama keadaan anaknya kayak gimana sekarang. Sodara-sodaranya pun ga ada yang berusaha nyari dia, temen-temennya apa lagi." Sashi mengangguk. "Thanks udah nyadarin gue. Gue kayaknya bener-bener kurang bersyukur. Padahal gue masih dipertemukan sama ornag-orang baik, salah satunya ngasih gue staycation di cottage bagus selama lima hari tanpa biaya sepeser pun." "Nah kan, pikirin tuh yang bagus-bagusnya. Yang jelek buang jauh-jauh jangan sampe jadi toxic buat diri sendiri."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN