Bloody New Year

1000 Kata
Hampir setengah jam, Jeff terduduk seperti orang t***l. Bertanya-tanya mengapa Alina belum juga datang. Ia bisa merasakan kotak cincin yang ada di saku jasnya. Mestinya, malam ini adalah malam yang membahagiakan bagi Jeff dan Alina, bukannya berhadapan dengan wanita tak beretika yang sedari tadi menyeringai padanya. Wanita itu pasti tahu bahwa Jeff sedang menunggu seseorang dan lebih parahnya mungkin ia tahu bahwa Jeff akan melamar orang yang ditunggunya. Terlihat dari hiasan meja yang ditata super romantis dengan sebucket mawar putih, serta kotak cincin yang baru saja ia keluarkan. Jeff pun mengeluarkan ponsel tetapi nomor Alina masih belum aktif. Mengapa Alina yang dikenalnya perfectionist bisa melakukan hal ceroboh seperti lupa men-charge ponsel? Dan salah Jeff juga yang meminta Alina langsung mendatangi kafe ini. Harusnya Jeff bisa menahan diri. Tapi ia sudah tidak sabar untuk memberi kejutan pada kekasihnya itu. Apakah telah terjadi sesuatu padanya? “Terus gimana saya mau bayar? Dompet saya kan di situ. Uang cash, kartu debit sama kartu debit ada di situ semua! Masa gak lihat, sih?” Wanita di hadapannya kembali berteriak pada manager kafe. “Maaf, Nona. Tapi saya tidak lihat. Nona yakin tadi bawa tas?” “Yakin lah! Saya tadi datang ke sini dalam keadaan sadar. Meski emosi saya mau meledak karena abis diselingkuhin, akal sehat saya masih jalan, kalo mau pergi itu harus bawa duit!” Manager kafe terlihat sedang berbisik dengan salah satu waiters. “Begini saja, Nona… gimana kalau kita periksa CCTV dulu, barangkali ada yang ga sengaja ambil tasnya.” Sashi mengangguk cepat. “Oke. Saya mau lihat siapa yang berani ambil tas saya.” Si Manager pun mengajak Sashi ke bawah. Wanita itu harus berpegangan karena sudah mulai pusing setelah menghabiskan dua gelas penuh chardonnay. Sesampainya di sana, Sashi duduk di kursi tunggal, sementara dua orang satpam mulai memeriksa rekaman CCTV atas perintah manager kafe. Mereka mempercepat video dari satu jam yang lalu, di mana Sashi terlihat menyelempangkan tas berbahan denim berumbai, lalu meletakkannya di kursi samping. Semua terlihat normal ketika Sashi mulai memesan minuman, menikmatinya sambil melamun, hingga tampaklah seorang wanita dewasa dari belakang yang berjalan pelan. Saat itu Sashi tampak lengah karena sedang melihat ke arah laut. Ia juga sudah mulai mabuk ketika perempuan asing itu diam-diam mengambil tasnya, lalu pergi begitu saja. “b******k! Jadi tas saya dicuri?” tanya Sashi pada orang-orang di ruangan tersebut. “Sepertinya begitu, Nona,” jawab si Manager Kafe. “Sialan… terus saya gimana? Ini semua salah kalian, kenapa ga ada yang merhatiin CCTV-nya? Sebagai satpam harusnya kalian lihat-lihat dong situasi di dalem kayak gimana!” Si Manager kembali menengahi. “Kita akan bantu bikin laporan ke polisi saja, bagaimana?” “Arrgghh! Tadi saya udah diusir, sekarang saya juga kehilangan tas, padahal isinya uang dan ponsel. Emang kalau lapor polisi bakalan cepet ketangkep pencurinya?” Seumur hidup, Sashi tidak pernah berteriak atau berbicara kasar pada seseorang. Ia dikenal sebagai seseorang yang bisa mengontrol emosi. Jarang sekali teman-temannya melihat Sashi marah. Mungkin hari ini pengecualian, setelah dua bulan terakhir ia melakukan banyak pekerjaan, mendapat sedikit masalah dengan klien, lalu triggernya adalah tadi setelah mengetahui bahwa pacar dan sahabatnya sendiri telah berkhianat. “Saya pulang aja. Saya pusing! Besok saya balik lagi ke sini, kalo tas itu berhasil ditemuin, baru saya mau bayar minuman saya tadi,” kata Sashi sambil beranjak dari tempat duduknya. Si manager kafe dan dua orang satpam hanya mengiyakan, sambil meminta maaf. *** Jeff akhirnya menyerah. Tidak ada tanda-tanda bahwa Alina akan datang. Lebih baik ia pulang dan menunggu kekasihnya itu di rumahnya saja. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.50, sepuluh menit lagi menuju tahun baru. Jeff membayar seluruh pesanannya dan bergegas pergi keluar. Letusan kembang api sudah tampak sekali dua kali dari kejauhan. Jeff merapatkan mantelnya sebelum membuka pintu mobil yang terparkir di depan restoran. Perasaannya semakin tidak enak setiap memikirkan Alina. Kekasihnya itu tidak pernah sekalipun menghilang dan membuat Jeff khawatir seperti ini. Pikiran tersebut teralihkan ketika Jeff membelokkan mobilnya begitu keluar dari restoran. Seorang wanita sedang terduduk lemah di pinggir jalan sambil bersandar ke tiang lampu. Wanita itu yang beradu mulut dengannya di restoran tadi. Sepertinya ia memang sudah mabuk berat. Jeff ingin mengacuhkannya, tapi mengingat ini sudah tengah malam dan banyak orang asing sedang merayakan tahun baru, akan sangat bahaya bagi perempuan mabuk yang terdampar sendirian. Akhirnya ia pun turun untuk menghampiri. “Hey, kamu mau saya antar pulang?” tanya Jeff sambil memegang bahunya. Sashi hanya memandanginya dengan mata lesu. “Rumah aku jauh, nyebrang pulau.” “Ada orang yang bisa dihubungi? Sebaiknya kamu tunggu di tempat yang aman sampai ada yang jemput. Mau saya temenin?” Sashi hanya tertawa miris. “Aku gak tahu harus ke mana. Yang pasti aku ga mau balik lagi ke villa ketemu orang-orang itu. Mereka semua udah jahat sama aku.” Jeff kebingungan tidak tahu harus berbuat apa. Ia melihat ke sekeliling, bermaksud mencari penginapan. Namun sepertinya wanita itu kehilangan tas, seperti yang dikatakannya di restoran tadi. “Tas kamu udah ketemu?” Sashi hanya menggeleng. "Kenapa banyak banget orang b******k hari ini? Pertama aku dikhianatin, diusir dari meja, tasku dicuri, terus apalagi?” Seketika suara berisik dari kembang api terdengar, cahayanya membuat mata Sashi menyipit. Ia kembali tertawa singkat. Rencananya ke Bali adalah merayakan tahun baru dengan meriah bersama para sahabat sekaligus partner kerjanya. Namun lihat sekarang. Ia kini sendirian tanpa uang sepeser pun dan patut dikasihani. Sashi dan Jeff sama-sama memandangi keindahan itu selama beberapa saat. Sungguh tahun baru yang tidak diharapkan karena meleset dari rencana yang mereka inginkan. “Happy new year untuk kita berdua yang sama-sama dikecewakan,” kata Sashi. Jeff mengerjap. “Siapa bilang aku dikecewakan?” “Memangnya cewek yang mau kamu kasih bunga itu udah dateng? Kenapa kamu pulang sendirian?” Jeff menggeleng. “Sudahlah, kamu mau saya antar kemana?” Sashi hanya menggeleng. “Nggak tahu.” “Kalau gitu naik saja ke mobil. Kamu bisa istirahat di rumahku, besok setelah sadar, aku antar kamu pulang.” Jeff menarik lengan Sashi untuk berdiri, namun seketika wanita itu ambruk.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN