Dia Yang Kini Denganmu

1361 Kata
Rachel sudah membunyikan klakson mobilnya ketika ia memasuki area rumah bosnya, Rania. Wanita itu tidak pernah terlambat dengan janji temunya bahkan untuk urusan sepele sekalipun namun kali ini Rania bahkan sulit di hubungi atau ia memang masih berada di atas tempat tidur. Seorang satpam pria membuka gerbang dan mempersilahkan wanita itu masuk, keduanya sudah tidak saling asing lagi karena sering bertemu. "Bu Rania belum bangun, Pak Buki?" tanya Rachel ketika ia turun dari mobilnya dengan membawa beberapa map juga hand bag. "Kurang tahu non, cuma tadi saya lihat udah bangun kok." Jawab pria berbadan besar itu dengan ragu. "Gitu ya, makasih ya pak." Rachel kemudian masuk ke dalam rumah luas yang Rania tinggali seorang diri, keluarganya berada di Bandung semua dan hanya dirinya yang tinggal di Jakarta untuk mengurus bisnisnya. Rachel langsung naik ke lantai dua tanpa permisi, ia kemudian membuka pintu berwarna putih di sebelah kanan dan mendapati bosnya tidak berada di kamar, tempat tidurnya masih berantakan dan terdengar suara orang bernyanyi dari kamar mandi. Rachel menggelengkan kepala karena keanehan Rania pagi ini. "Rachel sayaaanggg~" Rania tampak kegirangan melihat sahabatnya yang tengah memainkan jarinya pada layar ponsel sudah menunggu dirinya. Hanya gaya khas manjanya tidak berubah sama sekali. Pagi ini suasana hati Rania pasti sedang baik karena ia yang biasanya heboh menjadi lebih dan lebih lagi. Seolah energinya baru saja terisi dan ia siap melakukan apa pun. "Aku kira kamu lupa kalo kita ada janji meeting pagi ini." "Masa lupaaa sih Chel," Rania mengambil ponselnya di meja samping tempat tidur, "kamu nelepon aku?" Rachel mendelik menatap Rania, "satu jam yang lalu Bos." Rania kemudian meletakkan ponselnya kembali sambil tersenyum tanpa rasa bersalah pada temannya tersebut. Keduanya masih punya waktu dua jam sebelum pergi ke cafe yang akan menjadi venue sebuah acara wedding, namun dua jam untuk Jakarta yang macet adalah waktu yang tidak banyak. Perlu waktu 30 menit untuk Rania selesai dengan semua make up rutinnya dan Rachel sudah bosan sendiri. Rania tampak menikmati kegiatannya memoles blush on juga lipstik berwarna coral yang sempurna di kulit putihnya sambil bersenandung bibirnya memainkan melodi dari lagu yang tidak Rachel tahu. "Lagi jatuh cinta?" tanya Rachel penasaran. Rania yang terkejut dengan tebakan temannya itu bahkan sampai menoleh pada Rachel yang juga menatapnya dengan penasaran seolah keduanya tengah berbicara dengan telepati. "Yaahh Rachel lipstiknya jadi belepotan dehh ...." Rania kembali menatap cermin dan membenarkan riasannya tersebut. Rachel tahu sahabatnya itu hanya mengalihkan pembicaraan tapi ia cukup senang dengan reaksi Rania setidaknya gadis itu sudah bisa membuka hatinya untuk orang lain, ia tahu betul bagaimana Rania dikecewakan dan dipermalukan. Keduanya benar-benar terjebak di macetnya ibukota padahal jika tidak macet seharusnya mereka sudah tiba di tempat tujuan 30 menit yang lalu belum lagi cuaca yang terasa begitu terik hari ini. "Mestinya jangan bikin appointment jam segini deh Chel." Keluh Rania tepat ketika temannya itu memarkirkan mobilnya di depan cafe yang mereka tuju. Keduanya masuk ke dalam sebuah cafe yang cukup luas di mana di bagian depan sudah disuguhi dengan spot foto pada dinding batu yang dipenuhi tanaman rambat morning glory dengan bunga birunya yang tengah mekar, Rania tersenyum menatap cantiknya bunga tersebut ia kemudian menaiki tiga buah anak tangga dengan pegangan dari kayu yang membuat kesan vintage pada cafe tersebut. Wanita itu semakin terkejut ketika memasuki cafe di mana tempat itu dibagi menjadi dua area yang berbeda di bagian kiri dan kanan terdapat tangga yang membawa mereka pada area yang lebih warm dengan warna lampu yang lebih redup namun diberi lilin di setiap mejanya. Namun ketika memasuki pintu masuk tamu akan langsung bisa melihat tangga lebar menurun yang memasuki area outdoor. Rani hampir saja menuruni anak tangga tersebut karena penasaran dengan area bawahnya namun ia harus sedikit bersabar ketika Andry, pemilik cafe tersebut muncul. Pria berbadan kekar itu menyapa Rachel dan Rania dengan senyum ramah dan sorot mata yang hangat dari balik kaca mata yang ia gunakan, tidak seperti tubuhnya hang besar pria itu tampak lembut sekali. Andry hendak mengadakan pesta pernikahan 3 bulan lagi, ia menginginkan area bawah yang cukup luas sebagai altar dan pusat acara dengan nuansa putih yang khas. "Aku gak undang banyak orang, acaranya private dan hanya keluarga aja mungkin sekitar 80 orang." Jelas Andry. Rania kemudian mendiskusikan masalah dekorasi dengan WO yang Andry percaya. Rania perlu menyiapkan ratusan tangkai white rose dan lily dimana konsepnya menggunakan gaya romawi dengan tiang-tiang besar yang dihiasi dried flower berwarna senada. Ia juga menginginkan setiap anak tangga di hias dengan buka mulai dari pintu masuk. Baik Rania maupun team WO tidak mengalami kesulitan dalam mendiskusikan keinginan klien tersebut hingga tidak membutuhkan waktu lama untuk semuanya mencapai kata sepakat. Ponsel Rania berbunyi di waktu yang tepat ketika WO-nya sudah pulang dan menyisakan tiga orang di sana, Rania tersenyum ketika membuka pesan masuk yang ia terima wanita itu benar-benar tidak bisa menutupi perasaannya dan tergambar jelas seperti buku yang terbuka. "Eum ... Chel kamu bisa ke florist duluan deh, aku mau bahas soal bakery sama klien." Rania tampak gugup sebab ia tahu bahwa sahabatnya itu pasti akan menerka-nerka seakan ia ketahuan berbuat kesalahan. Namun Rachel sepertinya tidak ingin terus menggoda Rania dan membuat sahabatnya itu malu. Ia meninggalkan Rania bersama Andry di salah satu meja yang mereka tempati sejak tadi. "Konsep cafenya keren banget loh Pak Andry." Ucap Rania, ia memang mengagumi selera pria itu dalam setiap sentuhan yang ia buat untuk cafenya. "Ahh sebenarnya calon istri saya yang membuat ini semua." Andry tampak tersipu malu ketika membahas wanita beruntung tersebut. "Dia seorang design interior." Tambahnya. Rania semakin terkejut namun ia bisa mengerti alasan kenapa selera wanita itu benar-benar bagus. Bahkan pembagian dua area itu juga memberi kesan berbeda yang membuat nyaman. Seolah tempat ini adalah dunia lain dari jalanan di seberang sana yang benar-benar padat. "Oh iya, Pak Andry bukannya WO juga sudah menyediakan dried flower juga bunga segar. Kenapa bapak pesan bunga di florist saya?" Rania menyeruput lemonade yang disediakan untuknya sejak tadi. Andry tampak tersenyum sambil menatap Rania, "Waktu saya mengatakan cinta 2 tahun lalu dan saya lamar dia dua minggu lalu, saya pesan bunga di toko Mbak Rania." "Saya bahkan selalu rutin kirim bunga yang diantar tiap minggu dan itu kaya jadi kewajiban aja sampai dia sendiri yang minta untuk pakai semua buka di toko Mbak." Andry menceritakannya dengan senyum yang tidak hilang padahal sekali lagi bagi Rania dia tampak tidak ramah seperti itu awalnya. "Dan wedding cake-nya?" Rania juga penasaran karena selain bunga yang di pesan dari tokonya ternyata Andry dan pasangannya memesan wedding cake dari toko Rania juga. "Alasan yang sama," Andry mengedikkan bahunya sambil tersenyum, "Walaupun saya juga enggak tahu kalau pemiliknya sama." Pembicaraan keduanya seolah berjalan begitu saja, Rania menyukai cara Andry mencintai pasangannya juga bagaimana keduanya menjaga hubungan hingga di titik ini. Sesuatu yang patut Rania pelajari. Wanita itu pamit ketika ponselnya kembali bergetar, seseorang yang membuat Rania tersenyum hanya melihat namanya di layar hingga ia bergegas menaiki anak tangga dan membuka pintu keluar di mana seorang wanita dan pria hendak masuk. Rania dengan refleks tersenyum ramah pada wanita cantik yang tanpa sengaja beradu pandang dengannya. Wanita itu membalas senyum singkat Rania namun ia tersadar bahwa ia pernah melihat Rania di suatu tempat hingga matanya memaksa wanita itu untuk menggerakkan tubuhnya dan mengikuti kemana arah wanita itu pergi. "Hai ...." Dave menyapa Rania lebih dulu, pria itu dengan santai bersandar di mobilnya sambil melirik jam di pergelangan tangannya namun saat sosok Rania berada dalam jangkauan pandangannya Dave langsung bersikap tegap dan salah tingkah. "Aku buat kamu nunggu, ya?" Rania tampak bersalah. "Enggak kok, aku gak keberatan kalo nunggu kamu." Pernyataan itu keluar begitu saja tanpa Dave sadari dan ia juga tidak sadar bahwa ucapannya membuat seorang wanita tersipu mali hingga mengalihkan perhatiannya pada hal lain. "Dave ?" ucap seorang wanita di ambang pintu dengan lirih. "Sany ...." Seorang pria di sampingnya menyadarkan wanita itu dari keterkejutannya. Pria itu mengajak Sany masuk namun ia tidak ingin berhenti menatap kedua orang yang bercanda dan membuat hatinya terluka dengan tanpa bersalah. Seolah ada mata pisau yang menyayat hati Sany dan membuatnya terasa perih dan bergumam merintih. Ia bahkan terus menatap ke arah keduanya ketika Dave membukakan pintu mobil untuk wanita itu dengan manis. "Kamu enggak pernah perlakukan aku kaya gitu Dave?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN