Kau Yang Terlupa

1102 Kata
Rania memoles pipinya sedikit lagi memastikan ia cukup baik untuk datang bersama Dave pada sebuah acara semacam ini. Ia memilih Velvet dress berwarna hitam off shoulder dengan belahan d**a tidak terlalu rendah menampilkan leher dan bahu Rania yang indah namun ia masih dalam batas sopan, wanita itu tidak menambahkan aksesoris kecuali sebuah gelang berwarna silver dengan dua buah mutiara sebagai penghubungnya. Rambutnya ia buat curly dengan headpiece berbentuk daun dan mutiara berwarna putih yang melingkari rambut belakangnya dengan manis. Ponselnya bergetar di saat yang tepat, ia tersenyum ketika membuka pesan yang masuk di sana dari Dave. Rania menarik nafas menenangkan jantungnya yang berpacu entah dengan apa namun sulit sekali ia kontrol, menarik nafas dan membuangnya perlahan berharap kondisinya lebih baik kemudian wanita itu mengambil clutch bag nya dan keluar dari kamar. "Mbok, Rania pergi dulu ya!" teriaknya pada seseorang yang tidak terlihat dari jangkauan tapi Rania tahu orang tersebut pasti mendengarnya. Dave menunggu Rania di luar mobil memasukan sebelah tangannya pada saku celana berwarna hitam, pria itu tampil luar biasa dengan tuxedo dan rambut yang di rapikan ke belakang membuatnya terlihat lebih maskulin. 'Oh astaga,' batin Rania. Pria itu tersenyum dan selanjutnya pertahanan yang mati-matian Rania persiapkan tadi hancur begitu saja hanya dengan satu ekspresi yang memukau. "Rania?" Dave membuyarkan lamunan ketika gadis itu masih berdiri menuruni tangga yang memisahkan pintu masuk dengan taman depan rumahnya, "Perlu bantuan?" Dave menghampiri Rania sebelum wanita itu berhasil menjawab, ia terlihat sangat tegang ketika tangan Dave meraih tangannya dengan jarak yang tidak terlalu dekat, Dave mencoba menghargai wanita itu dengan tidak bersikap berlebihan dalam menunjukan perhatian namun melihat Rania malam ini ia lupa dengan teori teorinya tadi. Wanita ini tampak canggung dan manis dalam waktu yang bersamaan bahunya yang terbuka hanya memberi sedikit kesan seksi selebihnya adalah elegant. Bagian depannya masih dalam batas wajar bagi Dave untuk tidak berpikiran yang tidak pantas sebagai lelaki. Ia tidak boleh bersikap kurang ajar seperti itu dan Rania membantunya untuk tidak melakukan hal itu. "Wow ... aku minder pergi sama kamu kayaknya." Ujar Dave sambil memegang tangan Rania menuju mobil. "Jangan bikin aku tambah gugup Dave." Rania tampak memerah, ia memalingkan wajahnya agar Dave tidak menyadari hal tersebut. "Tambah gugup?" Dave berhenti di depan pintu mobil, menatap Rania yang salah tingkah. "Dave kayaknya kita telat deh. Yuk, pergi yuk!" wanita itu membuka pintu mobil dan masuk terlebih dahulu di samping kursi kemudi. Ia bisa mati berdiri jika terus membiarkan Dave menatapnya seperti itu. Tiba-tiba saja udara terasa panas dan sesak, Rania gelagapan mencari oksigen untuk memenuhinya seolah udara yang ia dapat masih saja kurang. Pestanya di adakan di sebuah ballroom hotel berbintang 5 di daerah selatan ibu kota, keduanya masuk setelah menunjukan kartu undangan di bagian reception kemudian diantar menuju pintu besar yang terbuka ketika mereka hendak memasukinya. Pemandangan pertama yang keduanya lihat adalah kerumunan orang high class beberapa diantaranya tengah saling berbincang dan beberapa lagi sudah duduk di mejanya masing-masing. Mereka adalah pemilik perusahaan, public figur juga influencer yang memiliki pengaruh besar dan pejabat penting yang menjadi member VVIP untuk CN BANK. "Rania kan?" seorang wanita dengan long dress berwarna merah menyapanya terlebih dahulu, wanita itu memegang gelas cocktail di tangan kanannya. Rania mengernyit mengingat siapa wanita di depannya kemudian Dave memandang Rania ketika refleks wanita itu juga memandangnya dengan ekspresi yang sama. Bingung. Seolah mengerti dengan wajah bingung Rania, wanita itu tersenyum mengatakan bahwa ia adalah 'Mita.' Seketika wajah Rania langsung sumringah menutup mulutnya dengan sebelah tangan seolah tidak percaya. "Mita? yang SD-nya di Harapan 2?" Rania mencoba meyakinkan. Wanita itu mengangguk, dan sejurus kemudian keduanya berpelukan tanpa perlu komando. Dave yang berada di antara keduanya hanya bisa tersenyum dengan bingung. "Lama banget yaa gak ketemu, kamu SMA nya kan di Sydney." Rania seolah masih tidak percaya bertemu sahabat kecilnya di tempat yang tidak terduga. "Aku balik setahun yang lalu dan yah sibuk sama kerjaan ngertilah," Mita tersenyum, "Suami kamu?" tanya Mita ketika menyadari Dave di samping Rania. "Maunya sih gitu." Jawab Rania refleks sambil tertawa, sontak saja Dave menatap Rania dengan wajah butuh penjelasan ia mendengar sesuatu yang tidak di duga olehnya sama sekali dan jantungnya tiba-tiba saja berpacu entah karena apa. Jawaban Rania sebenarnya impulsif dalam kenyataannya jika hanya ada Dave di sana ia tidak mungkin berani melakukan hal tersebut. Dan Rania menyadari jawabannya cukup lama. "Bercanda kok." Ia tertawa lagi bersama sahabatnya tersebut sementara Dave masih mengontrol jantungnya yang hampir melompat keluar. Dave membiarkan kedua wanita itu berbicara sementara ia pergi mengambil minuman yang di bawa oleh pelayan namun sebenarnya ia hanya perlu menjauh sebentar agar Rania tidak menyadari sikapnya yang tegang. Di satu sisi yang berbeda, di sudut ruangan yang sama Sany tengah duduk memainkan ponselnya dengan bosan ia mengenakan long dress berwarna gold yang hampir terbuka seluruhnya dengan belahan kaki yang tinggi dan bagian atasnya terbuka hanya menutupi bagian tengah wanita itu saja, rambutnya ia gerai dengan model lurus tanpa aksesoris apapun. Terlihat begitu menggoda dan benar saja beberapa pasang mata sudah mencuri pandang ke arah wanita yang seolah tidak perduli itu. Sany benci sekali harus membatalkan acaranya secara tiba-tiba dan datang ke pesta high class semacam ini, Vino lupa memberinya kabar soal schedule hari ini yang ia kira kosong, mengatur rencana untuk mengadakan party di rumahnya dan ternyata harus ia cancel. Wajahnya tertekuk sejak pertama ia datang ke sini apalagi setiap Vino yang datang bersamanya itu mengajak ia bicara Sany akan memberinya tatapan kesal yang tidak habis-habis. "Lo bisa party besok, gue udah reschedule semua jadwal. Jadi jangan ngeliatin gue seolah gue pengkhianat ya." "Serius?" Sany terlihat antusias memandang ke arah Vino yang di beri anggukan oleh pria itu, "Gue gak marah kok, tapi thanks yaa udah pengertian." Wanita itu tersenyum sumringah membuat Vino juga ikut tersenyum. "Jangan teler, lusanya pergi perawatan dulu sebelum pemotretan karena gue gak mau liat muka lo berantakan." Sany kemudian bangkit dari duduknya pergi berkeliling untuk mencari orang-orang yang mungkin ia kenal, moodnya sudah berubah membaik tentu saja karena ia akan party besok. Berada di lingkungan seperti ini juga tidak buruk karena bisa membantu karirnya terus naik, bertemu banyak orang penting dan tentu saja membuat mereka terpesona dengan dirinya. Namun wanita itu terpaku di sana dengan cocktail di tangannya menatap seseorang yang ia kenal dengan pandangan sedih, juga heran. "Dave." Ucapnya lirih, pria itu tengah tertawa dengan seorang wanita yang tidak dikenali oleh Sany meraih tangan wanita tersebut dan menarik kursi untuk mempersilahkannya duduk. Sany hampir meneteskan bulir air mata ketika apa yang Dave lakukan pada wanita itu seharusnya ditujukan padanya. Sany menahan nafasnya tanpa sadar merasakan hatinya seperti berrongga dan nyeri menjalari bagian itu membuat tubuhnya terasa dingin dan kaku. Ia perlu penjelasan dari Dave.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN