"Terima kasih Rania sudah membuat aku terpesona."
Rania tersedak kuah pedas dari bakso miliknya sendiri membuat Dave dengan sigap menyodorkan minuman teh dalam botol kaca padanya, "Pelan-pelan." Ucap Dave.
Rania bukan tidak berhati-hati namun pengakuan Dave yang mengatakan bagaimana ia terpesona dengan Rania membuat wanita itu terkejut, Rania sebelumnya berpikir bahwa pandangan Dave padanya hanya ketertarikan sesaat saja namun bagaimana Dave melihatnya sampai hari ini tidak berubah yang artinya sejak awal Dave sudah terpesona dengan dirinya. Wanita itu tidak mengatakan apa pun, ia yang biasanya banyak bicara tiba-tiba menjadi gugup dan mengusap tengkuknya berkali-kali, ia bahkan hanya meminum kuah baksonya dan tidak lagi fokus membuat Dave menjadi merasa bersalah.
"Itu cuma ungkapan aja," ia menarik nafas, "Jangan jadi beban Rania." Dave tersenyum ketika Rania mendongak menatap wajahnya, sebuah senyum yang membuat tubuh Rania berdesir dengan sensasi yang aneh seperti saat dulu ia baru mengenal cinta monyet. Seperti saat ia jatuh cinta.
Rania meletakkan sendok garpunya di mangkuk, tangannya kini terlipat menelungkup di atas meja ia siap untuk bercerita Rania kemudian menjulurkan kepalanya mendekat ke depan dengan wajah serius.
"Aku pernah gagal nikah Dave."
Dave berbaring di atas tempat tidurnya sehabis mengantar Rania pulang, keduanya tampak bingung memulai obrolan sehingga membiarkan suasana di mobil menjadi dingin. Kemacetan membuat Dave gelisah, ia takut Rania tidak nyaman berlama-lama dengannya namun entah kenapa ia tidak mengucapkan apa pun sebagai penghilang jenuh. Rania terus menatap keluar jendela entah memperhatikan apa yang jelas wanita itu sedang tidak berada di sana bersamanya, bukan Rania yang biasanya. Bahkan sampai turun dari mobil Rania hanya tersenyum tipis sambil mengucapkan terima kasih, ia menaiki tangga rumahnya tanpa menunggu Dave pergi lebih dulu. Hal itu membuat Dave semakin gelisah saja saat berpisah dari Rania, aneh. Padahal ketika ia mengakhiri hubungannya dengan Sany, Dave tidak gelisah seperti ini. Tidak ada niat untuk memperbaiki semua dan membiarkan Sany pergi begitu saja. Tapi dengan Rania, Dave merasa perlu berbicara lebih dari ini.
Masa lalu yang Rania katakan tadi jelas menjadi penyebab utamanya, meski Dave tidak begitu peduli namun sepertinya itu mempengaruhi Rania cukup banyak hingga mungkin menggali lagi rongga kelam dalam ingatannya.
Dave mencoba menelepon wanita itu namun di abaikan, tidak mungkin Rania tidur bahkan ketika Dave baru sampai yang artinya itu waktu yang masih belum cukup di gunakan Rania untuk membersihkan diri. Ia mengambil lagi ponsel yang baru saja ia letakkan di meja samping tempat tidur, menimbang apa yang harus ia lakukan dan tetap membuat Rania merasa nyaman.
"Bisa kita ketemu besok?" Dave mengirim pesan pada wanita itu, ia terkejut ketika ternyata Rania membalas dan mengiyakan ajakannya dalam waktu yang cepat membuat Dave sedikit lega.
Dave membetulkan posisi bantalnya agar ia bisa bersandar, pikirannya menerawang pada kejadian saat di warung bakso tadi dimana Rania bercerita mengenai sesuatu yang ia tutup-tutupi rapat.
"Gagal nikah itu wajar Ran, Tuhan pasti pisahin kamu karena dia gak baik." Dave mencoba terdengar bijak menanggapi pengakuan Rania.
Rania mengangguk sambil tersenyum getir, "Aku tahu Dave, tapi lebih dari itu ada hal menyakitkan yang gak aku bagi ke siapapun." Ia tampak hampir menangis kemudian menyusut sudut matanya dengan tisu perlahan-lahan tak ingin membuat make up-nya berantakan.
"Dia selingkuh ...," Rania menahan air matanya, "Atau mungkin aku yang sebenarnya adalah selingkuhannya." Ia mencoba tersenyum di tengah ceritanya yang menyedihkan.
"Gimana kamu tahu kalo dia selingkuh sama perempuan lain?" tanya Dave penasaran.
"Aku enggak bilang itu perempuan Dave." Jelas Rania sambil lagi-lagi tersenyum getir. Ia mulai merasa malu saat menceritakan bagian tersebut.
Dave tidak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya dari cerita Rania, seandainya itu adalah sesuatu yang wajar Dave mungkin tidak terkejut seperti ini, namun lebih dari itu Dave harus mengapresiasi bagaimana Rania memendam semuanya sendirian dalam waktu yang lama, memilih untuk tidak mempermalukan mantan pacarnya dan membiarkan dirinya sendiri terluka tanpa ada yang bisa menghiburnya.
"Bagian paling nyakitin dari semua adalah dia jadiin aku tameng Dave, seolah dia normal dengan cara nikah sama aku yang dia pacarin selama hampir 3 tahun." Rania mulai meneteskan air mata tidak peduli dengan make up-nya yang berantakan dan meninggalkan bekas di pipinya.
"Belum lagi kenyataan yang lain ketika aku tahu dia gak kelebihan materi kaya yang dia bilang, aku ngerasa bodoh ... terlalu bodoh, sampai gak sadar dan tutup mata sama semuanya." Wanita itu terisak namun Dave membiarkannya, karena mungkin dengan seperti ini Rania akan merasa lebih baik.
"Semua orang nyalahin aku, mereka bilang aku enggak terima dia setelah tahu dia gak kaya, mereka gak tau Dave ... mereka bilang dia juga pekerja keras dan ganteng,"
"Tapi Dave apa karena dia ganteng terus aku harus maafin semua kebohongan dia, dan hidup dengan orang yang sebenernya gak punya perasaan apa pun sama aku?" tangis Rania semakin menjadi membuat Dave tidak tahan hanya dengan berdiam diri saja, ia bangkit dari duduknya untuk mendekat kemudian merangkul bahu Rania yang bergetar karena tangisnya. Rania membalas pelukan Dave, wanita itu memeluk pinggang Dave dan menangis di sana.
"Aku bukan perempuan baik yang nutupin aib dia karena kasihan, tapi Dave itu juga terlalu memalukan buat aku cerita ke orang-orang betapa bodohnya aku."
Beberapa orang melihat ke arah keduanya dengan pandangan bertanya ada juga yang hampir menghampiri namun Dave mengatakan semua baik-baik saja membuat Rania menghentikan tangisnya tiba-tiba kemudian mengambil tisu lagi untuk merapikan wajahnya.
"Dave, aku malu." Rania tertawa kecil, "Maaf ya!"
Dave menggeleng kemudian tertawa melihat Rania juga menertawakan dirinya yang tiba-tiba di luar kontrol di depan orang yang belum lama di kenalnya. Rania juga tidak mengerti kenapa ia menceritakan semuanya pada Dave, mengapa ia begitu terbuka pada pria yang dihindarinya sejak awal ini. Kejadian tadi membuat keduanya menjadi sangat diam saat pulang, Rania mulai memikirkan kejadian dari masa lalunya tersebut sementara Dave membiarkan wanita itu larut begitu saja dalam traumanya. Bukan hari ini, Dave hanya perlu menunggu besok dan berharap Rania merasa lebih baik lagi.
Sementara Rania tengah membersihkan make up di wajahnya, menatap cermin kemudian merajuk pada dirinya sendiri ketika melihat eyeliner yang ia rapikan sebelum berangkat sudah hilang sebagian dan itu entah sejak kapan juga maskara yang luntur ke bagian bawah matanya dan malah terlihat seperti mata panda.
"Astaga, apa Dave tadi ketawa gara-gara ngelihat wajah aku?" Rania menutup wajahnya dengan malu kemudian mengetuk kepalanya seolah bagian tersebut yang berperan penting dalam mempermalukan dirinya tadi.
Rania juga malu ketika menyadari makeup di wajahnya mengotori kemeja Dave yang awalnya bersih, hingga Rania meminta maaf untuk dua hal yang berbeda berulangkali.
Tapi kemudian ia sadar, bahwa ketika Rania menceritakan hal tadi kepada Dave artinya ia mulai membuka dirinya untuk pria tersebut. Rania membiarkan Dave dengan nyaman menelusuri segala yang ada pada dirinya dan menghilangkan pertahanan yang wanita itu buat sejak lama, ia sendiri yang membiarkan Dave masuk tanpa sadar, namun siapkah Rania dengan semuanya?