07. Keluarga Mahesa

1021 Kata
Malam ini keluarga Mahesa sedang berkumpul di ruang keluarga atas intruksi dari Agam putra bungsu dari pasangan Mahesa dan Nayla. "Ada apa Agam?" tanya Mahesa, mereka semua penasaran apa yang akan di ucapkan Agam. Dia bilang tadi ada hal penting tapi sampai sekarang belum membuka mulutnya. Dan lagi Agam tidak berbicara ia hanya memberikan amplop kepada Mahesa. "Apa ini Agam? " "Opa buka aja" bukan Agam yang menjawab melainkan cucunya Afin. Tanpa berlama-lama lagi Mahesa membuka amplop itu, dan yang pertama kali di lihat yaitu test pack. Opa Mahesa pikirannya udah bercabang nih. Tapi untunglah karena Agam pintar ia langsung berbicara. "Agam gak ngehamilin siapa-siapa" "Lalu?" kali ini Agim yang berbicara. "Disana ada surat papa bisa baca suratnya. " Mahesa membuka amplop lagi dan membaca surat yang ada di sana. Mas Agam, aku kecewa sama kamu mas. Tapi, aku sayang. Tolong, aku minta tolong sama kamu mas, jaga anak-anak dengan baik dan didik mereka agar menjadi laki-laki yang bertanggung jawab dan bisa menghargai seorang wanita. Dan test pack itu milik aku mas. Pasti kamu paham. Dan untuk Ale. Maafin mami ya, mami harus pergi kamu harus menjaga papi kamu dan juga keluarga Mahesa. Untuk Afin, mami juga minta maaf ya, karena mami tidak ada di samping kamu. Walau pun begitu mami tetap sayang kalian. Mami titip surat ini sama kamu Afin, nanti kalau waktunya udah tepat kamu bisa kasih tahu yang lainnya ya. ? Salam hangat Mami Cia ? Mahesa membacakan surat itu dengan suara agak keras agar terdengar oleh mereka. Agam waktu pertama kali membaca surat itu merasa ada yang menusuk hatinya, di surat itu ada kalimat yang menyudutkan Agam. Tapi, dia tidak bisa apa-apa. "Jadi Cia pergi dalam keadaan sedang hamil? " tanya Nayla tidak percaya. Sambil menutup mulutnya dengan tangan tak lupa juga air matanya sudah meluncur. "Kamu sudah tau keberadaan mereka? " "Udah, papa tenang aja" ucapnya tenang sambil tersenyum. "Afin punya foto adik kamu gak opa mau lihat" "Punya opa bentar" Afin merogok saku celananya dan mengotak-ngatik ponsel nya, setelah menemukan foto adiknya ia langsung memperlihatkan ke opanya. "Ini opa" Mereka tersenyum kala melihat cucu bungsu dari keluarga Mahesa. "Siapa namanya Fin?" "Atalio opa" "Eeh, tunggu dulu, tunggu ...ini kan.. " ucapan omah terpotong. "Ini apa? " "Omah kayanya pernah lihat dia deh" "Pernah lihat dimana? " Lama omah Nayla bergulat dengan pikirannya akhirnya ingat juga. Maklum dah nini-nini. "Ahh,, oma ingat.... Dia pernah nologin oma waktu itu, pas mau di begal" "Hah!! Serius kamu, di mana? " "Lupa dimana tempatnya, pokoknya udah malem banget dia nolongin oma sendirian, tangannya juga terkena s*****a tajam, tadinya mau oma bawa kerumah sakit tapi dianya gak mau" "Astaga" "Oma gak nyangka kalau dia cucu oma" ucapnya sambil tersenyum memandang foto itu. "Nah, karena udah tau. Jadi, kalian jangan panggil Afin adek lagi ya. Afin juga mau ngerasain di panggil abang hehehe" ucapnya mencoba memecah keheningan. "Iya-iya dasar kamu ini" balas papi Agam. "Hehehe" ..... Ata sekarang sedang berada di rumah Dito tak lupa juga ada Farid dan si kembar. Tadi pagi Ata bangun gak ada maminya di rumah, tapi ada pesan dari maminya kalau dia sedang berada di cafe. Yaudah lah setelah dapat pesan itu hati Ata plong rasanya. Di rumah Dito mereka sekarang sedang bermain ps. Si kembar lagi tanding ama Dito-Farid pada teriak-teriak kagak jelas, u*****n-u*****n keluar dari mulut mereka. Sedangkan si bontot, dia lagi santuy di sofa sambil liatin mereka main ps, sesekali dia jail gangguin mereka agar kalah. Untunglah orang tua Dito lagi keluar. Hari mulai sore. Tapi, mereka masih asik bermain ps. Maksudnya mereka berempat kecuali Ata. Dari tadi Ata mah diem mulu. Padahal yang lainnya mah pada heboh sendiri. Kalah main coret pake tepung, bahkan di ruangan tempat main sudah berserakan sampah makanan ama tepung, muka mereka berempat aja udah pada cemong. Tetapi, beda lagi sama Ata. Dari tadi dia hanya diam biasanya juga dia ikutan heboh atau mau main juga. Lah ini di tawarin main kagak mau. Mereka juga bingung dong. Dari tadi ponsel nya Ata tidak lepas dari genggamannya, hatinya tidak tenang gak ada kabar lagi dari mami nya itu. Terlihat jelas raut wajah kekhawatiran nya itu. Akhirnya ia memutuskan untuk pulang saja memastikan apa maminya itu udah pulang atau belum. "Bang gue pulang dulu ya" tanpa menunggu jawaban dari mereka ata sudah keluar dari rumah dan mengendarai motor nya. Di jalan Ata inget pesan terakhir yang di kirim mami nya itu dia lagi di cafe. Jadi, Ata ke cafe maminya dulu. Sesampainya di cafe dia langsung masuk ke ruangan maminya. Ceklek "Mami" ..... Sore menjelang malam, keluarga Mahesa sedang sibuk dengan urusannya masing-masing. Dan mereka akan kumpul lagi nanti saat makan malam. Agam sedang berjalan menuju kamarnya. Ceklek Dia tersenyum kala yang pertama kali Agam lihat saat membuka pintu kamar yaitu... "Papi" "E..eh apa?" Agam terkejut saat pundak nya di tepuk buru-buru dia menutup kembali kamarnya dan menghadap orang yang menepuk pundaknya ternyata Afin. "Ada apa Fin?" "Gak ada apa-apa sih, Afin mau kekamar tapi, lihat papi senyum jadi kesini deh.... Senyum sama siapa sih pi? " "Hah! Papi gak senyum kok" "Gak usah boong deh pi, itu dikamar ada siapa? "Tanya Afin, sambil berusah membuka pintu itu walau terhalang oleh badan sang papi. "Eh, kita turun aja kebawah yu" sambil menyeret tangan Afin. Anak itu gak ngomong dia ngikutin papi nya aja. Malam ini mereka sedang makan malam, kegiatan mereka seperti biasa tidak ada yang berbeda. Eh ada sih dari tadi mereka semua terheran-heran dengan sikapnya Agam yang dikit-dikit senyum, dikit-dikit senyum gila kali ya. Seperti biasa mereka sebelum masuk kedalam kamar masing-masing selalu berkumpul dulu di ruang keluarga. Agam dari tadi tidak henti-hentinya tersenyum. "Gam, kamu kenapa senyum-senyum terus dari tadi" tanya Agim mewakili mereka. Bukannya menjawab dia malah acuh, dan sekarang bukan senyum melainkan tertawa. Ihhh mereka jadi ngeri lihat Agam kayak gitu. "Pi, papi sehat kan? " "Papi, gak sehat Fin" " Hahh!! Yaudah sekarang kita kerumah sakit yu" "Gak usah, papi gak butuh dokter" "Lah terus? " Ingin Agam menjawab tapi, dari arah tangga terdengar seseorang sedang menuruni tangga, agam tersenyum melihatnya. Berbeda dengan Agam yang bahagia. Berbeda pula dengan mereka yang kaget. "Hai" ____________________________________
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN