Di sebuah ruangan, lebih tepatnya sih ruangan kerja terdapat seorang pria mungkin umurnya sekitaran 40 an. Dia sedang duduk di kursi dengan menghadap ke arah jendela, lampu ruangan tersebut sengaja ia matikan. Dan jadilah ruangan itu gelap gulita. Pandangannya menatap ke depan dengan tatapan kosong.
Entah apa yang ia pikirkan sampai-sampai ia gak sadar kalau ada orang lain yang masuk ke ruangan itu.
Orang yang baru masuk itu berusaha mencari tombol untuk menghidupkan lampu, dan beberapa menit akhirnya ketemu. Dapat ia lihat adiknya itu sedang melamun.
Sudah tidak asing lagi baginya melihat adiknya itu melamun, bukan satu, dua kali adiknya itu melamun. Tapi, hampir setiap hari dengan keadaan yang sama yaitu mematikan lampu ruangan.
Ia berjalan mendekati adiknya, dan menepuk pelan pundak nya itu agar tersadar dari lamunannya. Bagaimana pun juga ia sebagai seorang kakak tidak tega melihat adiknya hampir setiap hari melamun.
"Gam, hey... " Tidak ada respon dari sang adik. Ia terpaksa menggoyangkan bahunya.
"Agam! "
"Eh, apa kak?! " ia kaget sungguh, sedang enak-enaknya melamun di ganggu.
"Jangan melamun terus lah"
"Harus gimana lagi dong kak, Agam kangen kak... Kangen"
"Sebentar lagi... Dan sekarang kamu harus basmi dulu hama itu"
"Nih hasil nya" lanjut nya.
Dia mengambil amplop itu dan membukanya. Dia membaca dengan sangat teliti, benar juga dugaannya itu.
"Benar kan dugaan Agam kak"
"Iya, tunggu sampai besok. Barulah kamu lakukan apa yang kamu inginkan"
"Iya kak lihat aja besok"
Mereka melanjutkan perbincangannya dengan serius, hingga terdengar suara ketukan pintu.
Tok tok tok
"Masuk"
Ceklek
"Adek, sini dek tumben kesini" tanya Agam... Yang barusan masuk itu salah satu putra Agam.
"Pengen aja pi... Loh ada papa juga disini?! "
Kakaknya Agam yang bernama Agim atau di panggil oleh anak-anaknya dengan sebutan papa.
"Iya dek.. Papa abis pulang dari rumah sakit langsung ke sini. Yaudah lah papa mau mandi dulu" Agim pergi dari sana setelah mengusap surai adek. Ia sengaja pergi. Ia ingin memberi waktu untuk mereka, dan pastinya adek itu lagi kangen sama papi nya soalnya belakangan ini papi nya sibuk.
"Pi, malam ini aku tidur bareng papi ya?! "
"Iya boleh kok. "
Mereka sekarang sedang berada di kamar Agam.
"Pi, aku punya satu permintaan sama papi"
"Apa? " tanyanya sambil mengusap rambut adek dengan wajah mereka saling berpandangan.
"Papi jangan panggil aku adek ya.. "
Hah? Jangan panggil adek? Kenapa coba?. Papi nya jadi heran, kan dia anak bungsu. Jadi, seluruh keluarganya memanggil dia dengan sebutan adek. Dan sekarang apa? Dia minta jangan panggil lagi adek?. Apa mungkin dia punya adik lagi?... Masa sih kan gak mungkin.
"Kenapa? kan kamu anak bungsu. Dan anak bungsu di keluarga ini harus di panggil adek. Oh atau kamu nerima anak itu adik kamu gitu? "
"Ish, papi jangan fitnah, Mana sudi aku mengakui anak itu adik aku gak banget pi. Pokoknya jangan panggil lagi aku adek ya pi"
"Emang kenapa sih? Jelasin lah"
"Em, i-tu anu tungguh aja sampai besok pi... Good night"
Cup...
"Huft, yaudah deh.. Too"
Cup...
........
Pagi ini mereka sedang sarapan pagi bersama, tidak ada suara hanya ada suara dentingan sendok dan garpu.
Hari ini hari sabtu jadi semuanya pada kumpul di rumah, karena kan libur. Sekarang mereka sedang berkumpul di ruang keluarga.
Tapi, tetap saja walau pun mereka sedang ngumpul fokusnya mah terhadap kegiatannya masing- masing.
"Papi sama adek ikut abang ke ruang kerja sekarang"
"Ada apa Ale kenapa tidak di sini saja" tanya sang kepala keluarga.
"Tidak bisa disini opa..."
"Baiklah papi segera ke sana"
Tanpa berlama-lama lagi papi bersama dengan adek menyusul abang ke ruang kerjanya.
Mereka sekarang sudah berada di ruang kerja milik Ale. Mereka sedang duduk di sofa. Terlihat disana Ale mengeluarkan sebuah kotak kecil yang entah isinya apa, langsung menyerahkannya kepada papi nya itu.
"Ini apa Le? "
"Papi buka aja"
Karena rasa penasaran yang tinggi di bukalah kotak itu dan ternyata isi di dalamnya itu test pack dan surat.
Sungguh Agam jadi bingung nih apa maksudnya atau jangan-jangan anak sulungnya ni ngehamilin orang? Masa sih dia kan kulkas berjalan menyentuh wanita yang dia kenal saja tidak sering? Apa lagi yang tidak di kenal?. Dan ya, itu si adek saat melihat isinya seperti itu ia langsung inget. Test pack sama surat itu kan dari dia dan ternyata secepat itu abangnya ini memberi tah papi nya.
"Kamu ngehamilin orang lain? "
"Ale gak suka basa-basi langsung aja baca suratnya"
"Kamu mah sama papi sendiri gitu amat sih"
Sang papi lantas membaca surat itu, pas awal baca mimik mukanya mah masih biasa. Tapi, setelah selesai bisa mereka berdua lihat mimik wajah nya berubah sepert khawatir dan sesal.
"Kenapa kalin baru mengatakan ini sekarang. Dan ini alasan kamu buat papi gak panggil lagi adek Fin?" tanya sang papi pada kedua anaknya. Tak lupa juga air mata yan mambasahi pipi sang papi. Ia sungguh tidak menyangka dengan isi surat ini sama hal nya saat pertama kali Ale dan Ar membaca surat itu.
"Iya pi, dan Maaf, pi sebenarnya Afin udah lama mengetahui itu. Tapi, Afin melakukan ini sesuai perintah dari surat itu. Sekali lagi Afin minta maaf pi, maaf" yak, pemuda itu yang di sebut adek adalah Afin Merlino Mahesa, adik dari Alendra Marlino Mahesa. Mereka putra dari Agam Dwi Mahesa.
Memang benar disurat itu ada perintah. Jadi Agam tidak bisa menyalahkan Afin apalagi Ale yang baru beberapa hari mengetahui masalah ini.
"Iya, udah gak papa. Papi paham kok. Sekarang papi harus urus dulu mereka" langsung saja papi Agam keluar dari ruangan itu. Menyisakan dua orang adik kakak.
"Abang Afin mau kasih tau sesuatu"
"Apa? "
"Kemarin Afin sempat mendengar pembicaraan mami Cia sama dokter, dia bilang paru-paru Ata bermasalah terlalu sering menghirup asap kendaraan dan semacamnya." Memang benar kemarin yang nguping pembicaraan mami Cia sama dokter Alif itu ya Afin.
"Abang harap, papi segera menyelesaikan masalah ini. Lalu kita jemput mami Cia dan Ata"
Masih di rumah yang sama namun berbeda ruangan. Saat ini Agam, Agim dan sang papa sedang berada di ruang bawah tanah sedang menemani dua orang berbeda jenis kelamin atau lebih tepatnya seorang ibu dan anak dan juga disana banyak bodyguard berjaga-jaga.
"Gara-gara kalian berdua istri saya pergi dari sini" ucap Agam murka, kedua tangannya terkepal. Ingin rasanya Agam membunuh mereka, tapi ia sungguh tidak sudi mengotori tangannya sendiri hanya untuk membunuh mereka. Biarlah para bawahannya saja yang membunuh mereka berdua.
"Pi, jangan bunuh kita pi, aku mohon" pinta seorang remaja yang terikat di kursi sana, dia putra dari wanita yang ada di sana.
"Terlalu banyak omong!" Agam berjalan mendekati wanita yang sedari tadi hanya diam.
"Sudah saya bilang, berani bermain-main dengan keluarga mahesa, maka besoknya tidak akan menghirup udara segar lagi"
"Tidak usah berlama-lama lagi segera tuntaskan permainan ini... Lakukan tugas kalian" perintah kepala keluarga yaitu Mahesa.
Mendengar perintah dari tuannya para bodyguard itu segera melakukan tugasnya. Dan..
Dor..
Dor..
Tepat sekali tembakan itu mendarat di jantung mereka. Setelah melihat itu Agam, Agim dan Mahesa segera keluar. Dan para bodyguar itu membawa mayat itu kepada hewan peliharaan keluarga Mahesa sebagai santapannya.
Berbeda di kediaman Mahesa, berbeda pula di kediaman mami Cia.
Hari sudah menjelang siang Ata masih terbaring lemah di kamar nya dengan masih Setia jarum itu tertancap di tangan kirinya.
Baru saja dokter Alif mengganti kantong infusannya dengan yang baru, katanya Ata masih membutuhkannya padahal tangan Ata sudah kebas tapi demi sang mami Ata rela tangannya di tusuk agar sang mami tidak khawatir.
Dan sekarang Ata sedang bermanja dengan mami Cia di kamar nya. Mami Cia dengan senang hati mengusap surai dan mengecup dahi Ata. Sebenarnya mami Cia mau mengatakan sesuatu tapi, ia bingung harus di mulai dari mana.
"Ata? "
"Hm, kenapa mi"
"Ata sayang gak sama mami? "
"Ya sayang lah, mami kok ngomong nya gitu sih. Ada apa mi? " Ata tau betul kalau sekarang mami nya itu pasti ada sesuatu.
"Ata, berhenti mengendarai motor ya mulai sekarang"
"Hah?! " tunggu, ini Ata masih berusaha mencerna ucapan mami nya barusan. Berhenti mengendarai motor?? Why??
"Kenapa mi? biasa nya juga gak papa"
"Kamu mau dengar alasan mami? "
"Iya dong mi, apa-apa itu harus di sertai dengan alasan"
"Oke, tapi janji setelah dengar alasan mami, tata harus nurut ya"
Ini perasaan Ata udah gak enak ini sebenarnya ada apa sih? Jadi bingung sendiri dia.
"Cerita dulu aja mi"
"Enggak!! Ata harus janji dulu"
"Yaudah deh Ata janji"
"Oke karena udah janji mami akan ceritain ya" berhenti dulu sejenak lalu..
"Kemarin dokter Alif bilang paru-paru kamu bermasalah dan itu di sebabkan kamu terlalu banyak menghirup asap kendaraan atau semacamnya lah. Jadi mami mau Ata berhenti mengendarai motor.. Ta udah janji loh tadi"
"Tapi mi, kalau gak naik motor terus Ata ke sekolah naik apa? "
"Naik mobil, nanti mami cari supir pribadi buat anter-jemput kamu kemana pun itu"
"Mi Ata itu udah gede gak perlu di antar-jemput"
"Ata tadi udah janji sama mami"
"Tapi gak janji buat pake supir pribadi mi"
"Yaudah kalau Ata gak nurut, mami pergi aja" setelah mengucapkan itu mami Cia keluar dari kamar Ata. Dan Ata yang melihat itu pun cuman melongo. Paling juga nanti balik lagi pikirnya. Karena udah mulai sore, dan juga tangannya udah kebas banget dia beraniin buat cabut infusannya sendiri mumpung gak ada mami nya gituh.
Dan darah pun keluar dari tangan Ata, tapi tidak di indahkan ia malah masuk ke kamar mandi guna membersihkan kan diri.
Setelah mami Cia keluar dari kamar Ata, ia memutuskan untuk ke cafe sebentar, karena beberapa hari ini ia tidak kesana.
Sesampainya di cafe ia langsung masuk ke ruangannya untuk melihat pemasukannya. Menghabiskan waktu dua jam, akhirnya mami Cia memutuskan untuk pulang. Tapi, sebelum masuk ke mobil ada yang membekap mulut mami Cia menggunakan kain, hingga beberapa saat mami Cia jatuh pingsan.
Namun sebelum benar-benar pingsan ia sempat mendengar gumaman seseorang itu.
"Akhirnya"
____________________________________