Bab 6
Jeno berjalan masuk kedalam gedung fakultas komunikasi. Masih dengan dengan segudang kepercayaan diri, pria itu berjalan melewati deretan mahasiswi yang meneriakinya.
Jeno tersenyum samar, senyuman yang terkesan seperti tebar pesona. Manik mata yang berkilau seakan menunjukan kepada semua orang, bahwa dia adalah Jeno Artama, si pria tampan yang digilai setiap wanita. Lalu tiba-tiba otaknya berputar, dia mengingat Dita.
"Banyak mahasiswi cantik dan oke di kampus ini. Terus kenapa harus Dita yang aku nikahi? Gadis yang jauh dari standar seorang Jeno. Ah... Dita, mengingatnya saja sudah hilang nafsu makan ku," pikirnya saat itu.
Jeno masuk ke dalam kelas untuk mengajar komunikasi bisnis. Dia menyapa mahasiswanya sesaat. Setelah mendapat balasan, Jeno mulai memberikan mata kuliah untuk murid-muridnya itu.
Tak disangka, mahasiswi di kelas itu sangat lumayan. Selain cantik ternyata bertubuh mereka juga sexy. Tidak ketinggalan dengan penampilan mereka yang fashionable seperti kriteria Jeno.
"Baiklah, mungkin ada yang mau bertanya tentang pembahasan kita hari ini?" tanya Jeno kepada murid-muridnya.
Seorang mahasiswi bernama Maura mengacungkan jarinya. Jeno melihatnya. "Ya, kamu mau tanya apa?" tanya Jeno dengan serius.
"Saya mau tanya kenapa Pak Juna sangat keren dan ganteng banget hari ini?" tanya Maura.
Jeno tersenyum tipis, dia melihat Maura yang berwajah cantik seperti boneka. "Mm, siapa nama kamu?" tanya Jeno.
"Saya, Maura. Pak Juna biasanya memanggil saya Ara. Kenapa hari ini bapak lupa?"
Astaga! Jeno lupa bahwa Juna sudah mengajar beberapa bulan di kampus itu. Sudah pasti kakaknya itu hafal nama-nama mahasiswanya. Lalu apa yang Jeno lakukan barusan? Apa semua orang akan curiga padanya?
Jeno mencoba bersikap tenang. Dia mendekat beberapa langkah. "Saya ingat nama kamu, saya hanya ingin mengetes saja," jawab Jeno penuh alasan.
Waktu berlalu dengan cepat, selesai memberikan mata kuliah ke beberapa kelas, Jeno keluar dari gedung kampus sekitar jam 2 sore. Dia melihat ada pesan masuk di ponselnya, dia lihat itu dari papanya.
[Jeno, jemput Dita pulang di salon.]
Jeno membacanya, dia enggan melakukan perintah papanya untuk menjemput Dita. Tetapi apalah daya, mau tidak mau Jeno harus melakukannya demi papanya..
Jeno berjalan ke arah parkiran, dia masuk kedalam mobil kemudian tancap gas dan melesat pergi ke arah salon tempat Dita bekerja. Tidak butuh waktu yang lama, Jeno sudah sampai di sebuah salon milik mamanya. Jeno turun, dia berjalan masuk untuk mencari Dita.
Ketika Jeno masuk kedalam salon, dia melihat Dita baru saja keluar. Gadis itu berjalan dengan tas kain menggantung di pundaknya. Jeno meraih tangannya karena Dita melewatinya. Bukan karena Dita tidak melihat Jeno, melainkan Dita masih marah kepada tunangannya itu.
"Hei, aku jauh-jauh dari kampus ke sini hanya untuk menjemput kamu, ya. Apa ini sikapmu setelah semua perhatianku?"
Dita menoleh, dia menatap tajam wajah Jeno. "Lepaskan! Ini sakit!" suara Dita meninggi, dia berusaha menghempaskan tangan Jeno darinya.
"Kamu kenapa sih? Kenapa begitu lama saat ngambek?"
"Harusnya kamu pikir kenapa aku ngambek, Juna." Dita mendengus kesal, Jeno menatap penuh seringai tajam.
"Apa penting memikirkan itu? Aku pikir itu sangat tidak penting," sahut Jeno yang semakin menyulut gadis itu.
"Menyebalkan!" Dita mendorongnya kemudian menyingkir dari hadapan Jeno dan pergi begitu saja.
"Hei Dita... Tunggu, Dita!" Jeno mengejarnya, gadis itu tidak mau pulang dengan Jeno tetapi Jeno memaksanya.
Setelah perselisihan kecil, Jeno dan Dita berjalan bersama ke arah mobil. Mereka sudah sampai, Jeno memberikan kunci mobil itu kepada Dita. Gadis itu terbengong, dia tidak mengerti apa maksud pria itu.
"Kenapa kuncinya diberikan padaku?" tanya Dita tidak mengerti dengan pria di depannya itu. Jeno melirik singkat, lalu menjawab santai pertanyaan itu.
"Kamu yang menyetir mobilnya. Kamu bisa, kan, bawa mobil?"
"Tapi-
"Tidak ada kata tapi. Kamu harus menyetir mobilnya dan kita pulang," sahut Jeno memotong ucapan Dita.
Dengan kesal dan berat hati, Dita mengambil kunci mobilnya. Terpaksa harus menyetir dan mengikuti kemauan Jeno.
"Nggak usah cemberut deh!"
"Siapa juga yang cemberut," sangkal Dita yang mengemudikan mobilnya.
Mereka menuju arah pulang, terlihat Jeno hanya bermain ponsel di dalam mobil itu. Dita benar-benar seperti supir pribadi untuk pria itu. Dita rindu kekasihnya yang lembut dan selalu memperhatikan dirinya. Tetapi sekarang, Dita tidak mengerti kenapa semuanya berubah. Dita inisiatif.
"Jun, kita makan yuk! Kamu mau makan di restoran mana?" tanya Dita baik-baik.
"Kita ke restoran Jepang saja. Aku ingin makan sushi salmon," jawab Jeno dengan segera. Tetapi Dita, dia tidak suka makan makanan mentah. Dia juga tidak suka makan sushi bahkan Juna saja tidak menyukainya.
Dita merasa aneh kenapa tiba-tiba Juna suka dengan sushi. Tidak mau ambil pusing, Dita hanya mengangguk singkat kemudian membawa Juna ke sebuah resto.
Mobil melaju dengan kencang, mereka sudah sampai di sebuah restoran Jepang yang diinginkan Jeno. Dita memarkir mobilnya, mereka turun dan masuk kedalam restoran itu.
Jeno memesan sushi salmon dan beberapa yang lainnya. Dia melihat Dita, gadis itu belum juga memesan menu yang diinginkannya. Dia masih sibuk dengan memilih-milih dengan bingung.
"Kamu mau pesan apa Dita?" tanya Jeno yang agak ramah kepada Dita.
"Aku pesan salmon bakar aja," jawab Dita.
"Kenapa hanya sedikit. Kamu pesan saja apa yang kamu inginkan," kata jeno.
"Tidak, ini sudah lebih dari cukup. Aku tidak makan banyak," jawab Dita, lalu Jeno....
"Takut gendut ya?"
"Juna!!"
Dita kesal, suaranya meninggi. Dia benar-benar memukul lengan Jeno saat itu.
Sudah memesan semuanya, makanan itu sudah di atas meja. Dita melihat Jeno tidak mengerti. "Kamu sungguh menyukai makanan itu?" tanya Dita.
"Kenapa? Sushi sangat enak. Tidak masalah jika kamu tidak suka," sahut Jeno.
Ya, memang tidak masalah jika hanya untuk Dita. Tapi masalahnya, Juna tidak suka makan sushi. Tapi kali ini, kenapa pria di depannya itu menyukainya?
"Kamu jangan banyak melamun. Oya, apa benar pernikahan kita hanya tinggal sebulan lagi?" tanya Jeno yang menanyakan soal pernikahan. Dita bahkan mengerutkan dahi, tidak percaya pria itu menanyakan soal pernikahannya.
"Iya, kamu keberatan menikahiku? Ada apa jika sebulan lagi?" tanya Dita penuh curiga.
"Tidak apa-apa, aku hanya bertanya saja," sahut Jeno.
Mereka menikmati makanan itu dengan perasaan masing-masing. Terutama Dita.
Waktu sudah berlalu, mereka sudah selesai dengan makanan itu. Jeno dan Dita keluar setelah Jeno membayar seluruh tagihannya.
Mereka kembali masuk kedalam mobil. Melanjutkan perjalanan itu untuk pulang. Di dalam mobil, Dita sibuk memainkan ponselnya, rasa jenuhnya terobati ketika Jeno menyalakan musik. Dita meliriknya, bahkan musik yang disukai Juna lain dari biasa yang mereka sering dengarkan berdua. "Ada apa ini? Kenapa Juna menjadi berbeda dalam semua hal.
Tidak ambil pusing, Dita tidak ingin tau lebih banyak. Dia yang lelah bersandar di jok mobil. Dita memejamkan matanya. Jeno menoleh singkat dan membiarkan gadis itu.