From Croissant to Love

1892 Kata
Setelah kurang lebih 30 menit dalam perjalanan yang cukup menyenangkan karena mendengar Desta bercerita dengan penuh semangat, kedua orang tersebut kini telah berada di dalam bangunan 'Mula Cafe' yang masih sepi pengunjung. Saat ini jam pada dinding menunjukkan pukul 8 pagi, kebanyakan orang masih bekerja atau sekolah, kecuali para penagih hutang keliling yang biasanya akan mampir sekedar minum kopi hitam untuk menghilangkan kantuk mereka. Di depan mereka berdua sudah ada sekitar 50 box styrofoam berukuran sedang serta croissant berisi coklat lumer yang tertata rapi di atas loyang, masih hangat dan mengeluarkan asap pada bagian atasnya, apalagi ditambah dengan bau wangi serta gurih hingga membuat Gia ingin mencicipinya satu. “Eh jangan!” Cegah Desta saat melihat tangan kecil gadis tersebut hendak terulur untuk mengambil satu croissant. Gia yang mendapat teguran dari Desta sontak memajukan bibirnya, sedangkan Desta hanya tertawa kecil melihat tingkah menggemaskan dari si gadis, lalu mulai memasukkan satu per satu croissant ke dalam styrofoam yang sudah dilapisi kain bermotif kotak-kotak kuning, atau anak milenial biasa menyebutnya sebagai kain aestethic, kemudian menutupnya perlahan serta memberi hiasan tali rami yang mengelilingi setiap sisi styrofoam. Terhitung sudah 30 menit lelaki tersebut fokus dengan pekerjaannya, menghiraukan Gia yang saat ini sudah menjatuhkan kepalanya begitu saja di atas meja panjang cafe. Perutnya sudah berbunyi berulang kali saat melihat croissant tersebut, padahal ia sudah sarapan pagi tadi. Gia sendiri juga tidak menyangka Desta akan menjadi sosok yang sangat pendiam dan dingin jika sedang mengerjakan sesuatu. “Kak Desta, aku pengen croissant satu. Boleh nggak?” Gia akhirnya menyerah, ia sudah berusaha sekuat tenaga untuk tidak meminta makanan kepada orang lain, tetapi pastry bercita rasa gurih itu seakan terus menerus memaksa Gia untuk segera mencicipinya. “Sebentar ya, habis ini kakak ambil buat kamu di dapur,” ucap Desta tanpa mengalihkan atensinya pada beberapa croissant yang masih tersisa di atas loyang. Kata ‘sebentar’ yang diucapkan oleh Desta memang benar adanya, karena sekitar 5 menit kemudian, lelaki tersebut sudah membereskan semua kekacauan di atas meja lalu berjalan menuju dapur dan kembali menemui Gia sembari membawa satu buah croissant serta teh hangat. Cuaca di luar cukup dingin akibat hujan semalam. “Mau tau sejarah croissant, nggak?” Tanyanya sembari menaruh pastry tersebut di depan Gia, gadis yang ditanya kemudian menganggukkan kepalanya. Setelah mencari posisi duduk yang nyaman dan mengambil nafas dalam, Desta mulai bercerita. “Sejarah menyebutkan August Zang, seorang yang berasal dari Austria, membuka toko roti di daerah Prancis pada sekitar abad ke 19. Roti dari toko itu terkenal banget di kalangan masyarakat sana, salah satunya yaitu kipfel. Nah kipfel itu katanya nenek moyang dari croissant,” tutur Desta lalu menyeruput secangkir cappuccino hangat miliknya. “Aku kira croissant asli dari Prancis,” ucap Gia dengan mulut penuh makanan hingga membuat pipinya mengembang lucu. “Iya memang, Zang kemudian balik ke negara asalnya dan orang Prancis mulai berinovasi untuk membuat kue yang sama kayak kipfel, tapi adonannya sedikit berbeda dan diberi nama croissant. Jadi, bisa dikatakan kalau croissant memang buatan orang Prancis." Lanjut Desta sembari membiarkan tangan kanannya terulur untuk membersihkan beberapa remahan pastry yang berada di sudut bibir Gia. “Sekarang banyak pabrik yang memproduksi croissant, tapi nggak sedikit juga toko roti yang bikin sendiri kayak cafe ini. Sebutan fait mansion biasanya digunakan untuk membedakan croissant buatan pabrik dengan buatan tangan, dan– eh, kok muka kamu merah, Gia?” Ucapan tersebut sontak membuat Gia langsung mengalihkan pandangannya menuju jendela cafe, berusaha sekuat tenaga agar detak jantungnya kembali normal setelah kejadian Desta mengusap bibirnya beberapa menit yang lalu. Dalam hati ia benar-benar mengutuk dirinya sendiri, entah kenapa wajahnya bisa langsung semerah tomat pada musim panen hanya karena perlakuan sederhana dari lelaki tersebut. Namun, Desta tentu saja bukan lelaki polos yang bodoh, memiliki banyak kekasih di masa lalu membuatnya langsung paham bahwa Gia tengah malu saat ini. Hal ini merupakan kemajuan yang cukup cepat, mengingat Gia adalah gadis pendiam serta tak banyak berinteraksi dengan orang lain selain sang kakak. Hanya bermodalkan pengetahuan mendadak yang ia dapat dari salah satu laman berita online serta kelebihannya merayu wanita, Gia lambat laun pasti akan mulai jatuh ke dalam pelukannya. “Gia, kalau kakak pengen jadi pacar kamu, boleh nggak?” Pertanyaan tersebut sejurus kemudian membuat Gia langsung menolehkan kepalanya ke arah Desta yang saat ini tengah tersenyum manis sembari menaikturunkan alisnya. “Tapi Gia ...." Jujur saja, Gia sangat ragu kepada Desta karena ini adalah kali pertama dirinya dekat dengan laki-laki lain. Gia takut salah langkah, tetapi ia juga tidak bisa berbohong jika mulai menyukai Desta bahkan disaat mereka baru pertama bertemu. Pikiran yang cukup pendek untuk gadis berusia 20 tahun. “Kakak bisa jaga kamu kayak mas Gama, kok. Kakak bakal ada di sisi kamu, lakuin apa aja yang kamu mau kayak mas Gama yang selalu nurutin semua keinginan kamu. Walaupun nggak sekaya mas Gama, tapi kakak akan berusaha tetap bikin Gia bahagia nantinya,” tutur Desta panjang lebar seakan mengerti kerisauan yang sedang gadis tersebut hadapi. Di tempat lain, Gama saat ini terlihat tengah duduk dengan posisi menyenderkan punggungnya di atas sofa hitam, sembari menunggu seorang dokter yang baru saja menyelesaikan sesi konsultasinya bersama salah satu pasien. “Mau duduk di situ apa di sini aja, Gam?” tanya sang dokter. Gama tidak menjawab, lelaki tersebut hanya mengarahkan pandangan matanya ke arah sofa yang ia duduki, pertanda bahwa dirinya malas untuk berjalan menuju kursi kerja milik dokter cantik itu. Jangankan berjalan, bicara saja rasanya sangat malas karena lelaki itu baru saja menyelesaikan sesi presentasi bersama para kolega barunya saat di kantor tadi. “Jadi gimana, kamu udah benar-benar yakin kalau Desta itu baik buat Gia?” Tanya dokter Rachel sembari membenarkan letak kacamata yang terlihat semakin tebal, agaknya selama beberapa tahun terakhir ini minusnya bertambah, pikir si lelaki. Gama mengangguk, berteman lama dengan Desta membuatnya cukup yakin bahwa sang adik akan baik-baik saja jika berada di sisi lelaki yang mereka bicarakan saat ini. “Lo nggak yakin?” tanyanya kemudian. “Bukan nggak yakin, kamu tau kan kalau kita nggak bisa nilai orang dari luarnya aja. Desta mungkin kelihatan baik kalau sama kamu, tapi kita nggak tau dalamnya dia kayak gimana,” tutur Rachel lalu meminum segelas air putih yang telah disediakan beberapa menit lalu. “Apalagi kata kamu, dia berasal dari panti asuhan. Anak yatim piatu biasanya kurang mendapat parenting yang baik dari orang lain selain orang tua mereka,” lanjutnya. Jujur saja, perkataan dokter Rachel membuat Gama kembali dilanda rasa bimbang tentang apakah keputusannya kali ini benar atau salah. Jika Desta merupakan lelaki yang baik maka Gama tentu saja akan tenang, namun apabila yang dikatakan oleh dokter tersebut benar, lalu bagaimana? Demi Tuhan, Gama lebih pusing memikirkan hal ini daripada masalah di kantor. Karena Gia adalah satu-satunya keluarga yang ia punya, Gama tidak ingin gegabah. “Tapi kalau Gia udah nyaman sama dia, gimana?” tanya Gama mengingat Desta siang tadi sempat berkata bahwa sang adik telah mulai terbuka dengan lelaki tersebut. Rachel mengangkat kedua bahunya, “Mending mereka berdua ajak kesini dulu Gam, biar aku tau gimana interaksi keduanya. Kalau misal Gia udah suka sama Desta dan kamu nggak yakin, kamu bisa sugesti Gia buat menjauh dari cowok itu,” tuturnya dengan nada yang sangat lembut khas psikolog dalam menjamu pasiennya, padahal Gama bukan pasien. Gama mengangguk paham, jika dirinya ragu terhadap Desta, itu berarti ia juga harus menunda keberangkatannya lebih lama ke Singapura dan mencari sosok pangeran lain bagi Gia. Ini benar-benar membuang waktunya. *** Satu minggu kemudian. Hubungan Desta dan Gia semakin lama semakin dekat, orang lain mungkin akan mengira mereka berdua adalah sepasang kekasih. Namun nyatanya, keduanya masih tidak memiliki status yang jelas hingga saat ini. Desta hampir setiap hari mengajak Gia keluar rumah entah untuk berjalan-jalan ke mall, pasar malam, taman kota atau hanya sekedar menemaninya bekerja di cafe. Tentu saja Gia tidak akan mempermasalahkan hal itu karena ia akan mendapat imbalan dua buah croissant gratis, dan jangan lupakan juga strawberry smoothies buatan Desta yang menurut gadis tersebut paling enak sepanjang masa. Gama sendiri tetap mengizinkan sang adik untuk pergi keluar bersama Desta, karena dirinya kembali disibukkan oleh masalah kantor. Pada akhirnya ia harus mengulur sedikit keberangkatannya agar bisa mengawasi gelagat Desta lebih lama, seperti saran Rachel beberapa waktu lalu. Sore ini, Gia sudah berada di dalam bangunan cafe yang ia kunjungi hampir setiap hari hingga beberapa staff cafe tersebut hapal dengan wajah manis si gadis. Matanya terlihat fokus menatap layar ponsel tanpa menghiraukan suasana cafe yang mulai ramai sembari menunggu Desta, lelaki itu sedang berganti baju di dalam. “Oke. Tes, tes ...,” suara khas tersebut sontak membuat Gia menengadahkan kepalanya. Ia terkejut tatkala melihat Desta kini sudah berada di atas panggung sembari membawa gitar persis dengan apa yang ia lihat dulu ketika pertama kali datang ke cafe ini, de javu. “Selamat malam minggu semuanya! Yang belum punya pacar semoga cepat dapet, dan yang udah punya pacar, tolong di pegang erat pacarnya biar nggak diambil sama yang jomblo,” tutur Desta sebagai kalimat pembukaan yang sontak membuat semua orang tertawa renyah. “Lagu ini, gue nyanyiin buat orang yang dari minggu lalu gantung pernyataan cinta gue. Sedih banget ya, tapi nggak apa-apa,” kini giliran Desta yang tertawa renyah sedangkan para penonton berteriak meledek. “Jadi, setelah selesai nyanyi lagu ini. Semoga kamu kasih jawaban ke aku ya, Gia!" Lanjutnya sembari mengangkat jari telunjuknya tepat ke arah Gia lalu mengedipkan sebelah matanya, penggoda. Jika ini di dalam sebuah komik, gadis berusia 20 tahun tersebut sudah dipastikan telah terkapar di atas lantai dengan darah yang keluar dari hidungnya. Tak menunggu waktu lama, suara petikan senar dari gitar berwarna cokelat tua mulai terdengar diikuti dengan suara merdu dari Desa yang mulai bernyanyi. Untuk kali ini, bukan lagu luar negeri yang ia bawakan, melainkan sebuah lagu dari penyanyi solo tampan yang berasal dari Indonesia, yaitu Rizky Febian. Ketika mendengar lirik lagu berjudul 'Nona' tersebut dinyanyikan, semua orang sontak berteriak sembari terus memberi ledekan kepada Desta yang hanya dibalas senyuman kecil oleh empunya. Lagu ini menceritakan tentang laki-laki yang menunggu jawaban atas pengakuan cintanya terhadap seorang perempuan, benar-benar sangat pas dengan situasi Desta saat ini. Setelah menyelesaikan lirik terakhirnya, Desta tidak langsung turun dari panggung kecil tersebut, melainkan tetap setia memegang gitarnya sembari menatap Gia dengan binar mata yang seakan tidak pernah luntur. “Buat gadis manis di kursi meja nomor 2, pakai blouse hitam dengan corak daisy yang udah berhasil ambil hati aku seminggu yang lalu. Kakak boleh minta waktu kamu untuk selamanya, nggak?” Suasana semakin ricuh saat mereka mengetahui siapa gadis manis yang dimaksud oleh Desta. Teriakan yang mengatakan ‘iya’, ‘terima’, atau bahkan ‘jangan, kak Desta buat aku aja!’ terdengar beberapa kali hingga membuat Gia benar-benar merasa malu sekaligus tersanjung di waktu yang bersamaan. Ia tidak pernah menyangka Desta akan mengajaknya menjalin kasih dengan cara yang sangat manis seperti saat ini. Tanpa banyak kata dan entah keberanian dari mana, Gia kemudian berdiri lalu berlari mendekati Desta dan langsung memeluknya erat, memendamkan kepalanya di perpotongan leher sang lelaki. “Aduh, jadi jawabannya apa nih? Kok langsung peluk kakak aja,” goda Desta sembari tertawa kecil ketika melihat tingkah laku Gia. Sedangkan gadis yang mendapat godaan dari Desta pun kemudian mengangkat kepala, hingga menampilkan wajah serta telinganya yang memerah, mengangguk pelan beberapa kali lalu kembali menyembunyikan kepalanya di d**a bidang milik pemuda tersebut. Seharusnya Desta sudah tau jawaban dari Gia, kan? @Destaa [Mas Gama, gue jadian sama Gia!]
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN