Sepasang netra madu dari gadis yang saat ini tengah berbaring di atas ranjang khas rumah sakit mulai terbuka perlahan setelah mendengar suara wanita yang menyuruhnya untuk bangun.
Kepala Gia terasa cukup pening saat matanya langsung bertabrakan dengan lampu neon berwarna putih, hingga membuat dokter Rachel sedikit menurunkan intensitas cahaya lampu di dalam ruangan tersebut.
Proses pemindahan caregiver dari Gama ke Desta, dengan cara memberikan sugesti kepada Gia saat ini telah selesai.
Sebenarnya, hal ini hanya memakan waktu 15 hingga 30 menit saja. Tetapi karena di dalam alam bawah sadarnya Gia sempat berkata bahwa dirinya sedikit lelah akhir-akhir ini, dokter Rachel memutuskan untuk membiarkan Gia tertidur selama 30 menit lagi tanpa gangguan suara apapun, lalu memberikan infus vitamin di tangan kirinya.
“Halo anak cantik, gimana tidurnya? nyenyak, nggak?” sapa dokter Rachel membuat Gia menganggukkan kepalanya berulang kali. Mata yang semula menatap dokter tersebut kemudian ia alihkan untuk menatap kedua lelaki yang saat ini tengah berdiri di belakang kursi besi.
Tangan putih Desta yang semula menganggur kini mulai ia arahkan untuk memegang tangan dingin milik sang kekasih, mengelusnya pelan tak lupa sembari memasang senyuman manis yang selalu berhasil membuat Gia ikut tersenyum.
Desta memang semanis itu, bahkan sebagian orang menyebut lelaki tersebut memiliki aura yang sangat positif sehingga mampu membuat suasana menjadi menyenangkan.
“Kakak boleh minta satu pelukan hangat dari Gia, nggak?” pertanyaan dengan nada terkesan dingin tersebut sontak membuat Gia kembali mengangguk lalu berusaha duduk dan langsung memeluk Desta dengan erat.
Padahal, ia biasanya takut memeluk orang lain di depan sang kakak. Pelukan yang terasa erat serta hangat membuat ketiga orang di dalam sana mengulas senyum tipis.
Berhasil.
Desta memang sengaja menggunakan nada caregiver untuk mengetahui apakah sugesti yang dilakukan oleh dokter Rachel beberapa waktu lalu berhasil atau gagal. Mereka khawatir jika Gia tidak bisa melepaskan Gama, mengingat bahwa sang kakak telah menjadi caregiver saat gadis tersebut masih berusia 12 tahun.
“Mulai sekarang, Gia punya kak Desta,” bisik lelaki tersebut dengan sangat lirih, hingga hanya Gia yang dapat mendengar suara bariton dari Desta.
Tak terasa, waktu telah menunjukkan pukul 4 sore, yang tandanya dokter Rachel harus segera mengemasi barang-barangnya dan pulang ke rumah.
Kedatangan Gama beserta dua orang yang lebih muda sejak pukul 2 siang tadi membuat Rachel tidak merasa seperti sedang bekerja, mereka bertiga sangat menyenangkan untuk diajak membahas hal yang penting hingga teori-teori aneh, seperti bumi berbentuk bulat atau datar.
“Pulang naik apa?” tanya Gama saat telah berada di ambang pintu, matanya menatap Rachel yang masih sibuk memasukkan laptop ke dalam tas selempang miliknya.
“Taksi kayaknya, mobil aku tadi mogok waktu berangkat,” jawab sang lawan bicara singkat.
“Bareng sama Gia aja, Dok!” seru gadis yang tadi berada di belakang Desta lalu berlari kecil memegang tangan Rachel, hingga membuat dokter tersebut kembali tersenyum dan menganggukkan kepalanya setelah mendengar kata ‘iya’ dari Gama.
“Yay, kencan bareng!!” ucapan Gia sontak membuat wajah dokter Rachel memerah layaknya kepiting rebus. Perkataan yang terkesan polos ditambah dengan tawa renyah yang keluar dari mulut Gama benar-benar sukses membuat jantungnya terasa berdetak tak karuan.
Dua hari kemudian.
Walaupun sudah sepenuhnya lepas hubungan antara caregiver dan pasien dengan sang kakak, tetapi Gia tetap saja menangis semalaman karena tau hari ini adalah hari keberangkatan Gama menuju Singapura hingga satu tahun mendatang.
Coba bayangkan, dari kecil hingga saat ini, Gia selalu hidup dan dirawat oleh Gama. Lalu, tiba-tiba lelaki yang ia sebut kakak itu pergi begitu saja meninggalkan Gia sendirian, bagaimana cara ia hidup selanjutnya? Dramatis memang.
Kalau saja Gama masih menjadi caregiver Gia, bisa dipastikan gadis yang saat ini masih sesenggukan di dalam bandara tersebut terus menangis histeris, mungkin juga akan memecahkan banyak barang-barang seperti kejadian saat Gama tidak jadi mengajaknya pergi ke mall beberapa bulan silam.
Sang kakak sepertinya harus mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Desta, lelaki itu rela menginap semalaman dan berusaha membuat Gia tidak menangis tanpa mengeluarkan nada caregiver nya. Ternyata, Desta benar-benar lelaki yang baik, pikir Gama.
“Hey udah dong nangisnya, nanti kepala Gia pusing." Tutur Gama sembari mengusap pipi basah sang adik.
Tanpa menjawab sepatah kata apapun, Gia kemudian memeluk Gama dengan erat, air mata kembali menguasai diri gadis tersebut hingga membuat Desta dan Rachel yang ikut mengantar kepergian Gama menggelengkan kepala. Mereka lelah melihat Gia yang terus-menerus menangis sejak dari dalam mobil hingga mata serta hidungnya saat ini terlihat memerah.
“Kakak jaga diri baik-baik ya di sana, jangan lewatin sarapan, telfon Gia tiap malam, kalau balik bawain oleh-oleh juga!” Pinta Gia lalu menenggelamkan wajahnya di ceruk leher lelaki yang lebih tua. Sedangkan Gama yang mendapat penuturan seperti itu hanya tertawa kecil sembari mengelus punggung adiknya.
Sesi saling memeluk terus berlangsung hingga suara yang menggema di seluruh ruangan berukuran sangat luas tersebut membuat keduanya melepas pelukan satu sama lain. Pesawat yang akan ditumpangi Gama akan segera lepas landas, dan ia harus segera berjalan masuk menuju pintu yang mengarahkannya ke dalam badan pesawat.
“Gue nggak minta lo buat jaga diri, tapi jaga adik gue baik-baik. Kalau butuh apapun, lo bisa minta ke orang kepercayaan gue." Tutur Gama seraya memberikan sebuah kartu nama orang yang ia percayai untuk memegang perusahaannya di Indonesia sekaligus mengelola keuangan Gia dan Desta.
Setelah memberikan penuturan serta tepukan ringan pada bahu pemuda itu, mata Gama kemudian beralih menatap dokter Rachel dengan jas dokter berwarna putih yang menggantung di tangan kanannya.
“Tolong sekali-kali cek kondisi Gia ya, Chel. Gue takut kalau dia kenapa-kenapa,” ucapnya.
“Tenang aja, nggak kamu suruh pun aku akan cek keadaan Gia dua minggu sekali,” jawab dokter tersebut hingga membuat seulas senyuman tipis tercipta di bibir Gama, ia merasa lega jika Gia dikelilingi oleh orang-orang baik.
Punggung lelaki yang lambat laun mulai menghilang dari balik pintu keberangkatan membuat Gia yang tadinya sempat terdiam sekarang kembali terisak. Walaupun sudah ada pembantu di rumah serta Desta dan dokter Rachel yang akan selalu menemani Gia, tetap saja ia akan merindukan kehadiran sang kakak.
Ditengah isak tangis yang semakin lama terdengar semakin keras hingga membuat Desta merasa sedikit malu, lelaki tersebut kemudian memegang pergelangan tangan kekasihnya dengan cukup erat yang sejurus kemudian sukses membuat Gia mengalihkan pandangan matanya menuju Desta.
“Ayo diem, jangan nangis,” pinta Desta, ia membiarkan jelaganya menatap lekat gadis yang lambat laun mulai terdiam walaupun masih sesenggukan. Gia tidak ingin membuat caregiver nya marah.
Dokter Rachel yang sedari tadi memang mengawasi gerak gerik Desta dari sudut matanya kemudian melepaskan pegangan tangan lelaki tersebut terhadap Gia. Ia memang sengaja membiarkan Gia terus menangis sejak tadi karena ingin tau apa yang akan dilakukan oleh pemuda itu.
“Nggak gitu caranya, kamu bikin Gia takut.”
Desta mengangkat sebelah alisnya heran sekaligus tak terima lalu berkata, "Saya cuma pengen dia tenang.”
“Menenangkan sama memerintah itu beda Desta. Kamu sengaja menggunakan nada caregiver tadi untuk memerintah Gia agar menghentikan tangisannya. Saya rasa kamu harus baca ulang peraturan di dalam dokumen waktu itu,” tutur dokter Rachel dengan tegas lalu pergi begitu saja, meninggalkan Desta serta Gia yang saat ini masih terdiam sembari menundukkan kepalanya.
Jika saja tak mengingat bahwa jam makan siang akan segera berakhir, dapat dipastikan dokter Rachel akan mengulang isi dari dokumen yang diberikan oleh Gama dua hari lalu kepada Desta.
Pikiran buruknya semakin menjadi saat melihat lelaki tersebut memerintah Gia untuk diam. Padahal, dengan cara memeluk serta mengelus puncak kepala atau punggungnya, gadis itu akan tenang. Rachel rasa ia juga harus mengawasi kelakuan Desta selama Gama tidak ada.