SEAN LAGI

1652 Kata
Gisel memukul Sean di mobil dengan membabi buta. Laki-laki itu menipunya. Mengingat dirinya hampir saja celaka jika tidak di tolong laki-laki kaos hitam. Membuat Gisel lebih bersemangat menghajar Sean. Gisel ingat, ia lupa menanyakan nama laki-laki kaos hitam. Terus bagaimana caranya dia mengembalikan jaket yang dikenakannya saat ini. Apa dia kembali ke klub itu besok?? No!! Gisel tidak akan pernah menginjakan kakinya disana lagi. Gisel memukul kepalanya. Dia bahkan lupa dengan wajah laki-laki itu. Kenapa yang ia ingat hanya wajah Sean. b**o!! Sean menatap Gisel aneh. “Lo gapapa?” Gisel menatap Sean bengis. Sean tersenyum bak anak kecil. Inilah kelemahan Gisel. “Sorry.” Gisel menghela nafas. Dia mengendarai mobil Sean dengan kecepatan penuh. Biar saja kena tilang. Ini bukan mobilnya. Tapi mobil Sean. Biar saja nabrak. Ini juga bukan mobilnya tapi milik Sean. Sean juga tidak mungkin akan meminta ganti rugi atas mobilnya. ****** Gisel memang sudah tidak marah dengan Sean seperti kemarin. Dan itu membuat Sean tenang. Gisel sendiri sudah tidak mau peduli dengan Sean. Terserah laki-laki itu. Ia bersiap-siap untuk berangkat kuliah. Jarak kossan Gisel dengan kampus sangat dekat. Dia hanya perlu berjalan 5 menit untuk sampe ke kampusnya. “Gisel..” panggil Xavier dari koperasi. Gisel menoleh dan melambaikan tangannya membalas sapaan dari Xavier. Xavier berlari mendekat kepadanya. “Mau masuk kelas?” tanya Xavier. “Iya kak.” “selesai kelas jam berapa?” “jam 2.” “Kalau nggak sibuk mau jalan nggak entar sore?” “Mau kak. Jemput ya.” “Iya.” “Bye kak.” “Bye!! Semangat ya.” Gisel menganguk. Kalau Gisel perhatikan lagi menurutnya Xavier itu tampan meskipun tidak setampan Sean. Daripada dirinya berharap kepada orang yang tidak pasti seperti Sean. Lebih baik dirinya menggebet Xavier. Siapa tau dia bisa move on dari Sean si laddy killer itu. Selesai kelas Gisel langsung pulang dan mandi. Dia membuka almari bajunya .Tapi sama sekali tidak ada baju yang yang feminim. Akhirnya dia lebih memakai kaos warna hitam lengan pendek dan celana jins pendek yang di padukan dengan sneakers yang di belikan Sean. Gisel memoles wajahnya. Dia membiarkan rambutnya tergerai indah. Perfect. Ia segera turun dari kamarnya dan menui Xavier yang sudah di depan kossannya. “Kamu cantik.” puji Xavier. GiSel tersenyum. Xavier memang tau bagaimana cara menyenangkan hatinya. Xavier memasangkan helmnya di kepala Gisel. Gisel menahan senyumnya. Ini pertama kali dia perlakukan seromantis ini. Dia naik ke motor milik Xavier. Gisel turun dari motor Xavier saat sudah sampai tujuan. Xavier mengajaknya masuk ke dalam mall tersebut. Jika ia jalan dengan Sean. Pasti Sean akan merangkulya. Lain halnya dengan Xavier. Meraka berdua hanya berjalan bersamping-sampingan. “Makan dulu yuk.” Ajak Xavier. “Iya, udah laper juga.” jawab Gisel. Mereka memesan makanan sebelum menonton film. “Aku fikir kamu nggak bakal mau jalan sama aku tadi.” kata Xavier dengan duduk di sebuah meja. Gisel duduk di depan Xavier. “Kenapa nggak mau?” “kan kamu biasanya naik Centenario.” “Itu kan punyanya Sean. Bukan punyaku kak.” jawab Gisel dengan tersenyum. Tak lama kemudian makanan mereka tiba. Mereka segera memakannya. Selesai makan mereka mencari tiket untuk nonton film horor. Selesai mendapatkan tiket Xavier mengajak Gisel memasuki studio untuk film mereka. “Kak aku duduk di sebelah sana ya.” pinta Gisel dengan menunjuk sebuah bangku yang di sampingnya sudah terdapat orang. Xavier menganguk mengiyakan. Gisel tersenyum senang. Dia berjalan cepat dengan menggenggam tangan Xavier supaya bisa langsung duduk. “Per-” perkataan Gisel terhenti saat dia menatap wajah laki-laki itu. Dia ingat itu adalah laki-laki yang di jambaknya saat di kedai es krim. Dan laki-laki yang menolongnya di klub malam. “Cewek bar.” potong laki-laki itu cepat yang tak lain adalah Reza. “Kita jodoh banget ya.” lanjut laki-laki itu. Teman-temannya tadi langsung melihat ke arah Gisel. Terlebih Xavier sendiri. “Cewek bar?” Ulang Xavier. Gisel mendelik tajam ke arah laki-laki yang tidak di kenalnya itu. Dan langsung menoleh ke Xavier. Dia tersenyum dan menggeleng. “Enggak kok..” “Apanya yang enggak?? Orang lu aja pake baju-” Gisel langsung menutup mulut laki-laki di depannya. Xavier menatap heran tingkah Gisel. “Kemarin aku jemput Sean di club. Dia mabuk.” terang Gisel dengan tersenyum. Kini dia menatap laki-laki di depannya seolah-olah menyuruhnya diam. “ jaket gue mana?” tanya laki-laki itu dengan melepaskan tangan Gisel. Entah mengapa Dia tidak suka melihat perempuan itu dengan laki-laki lain. “Mau gue balikin juga gue nggak tau rumah lu dimana.” jawab Gisel ketus. “Kemarin aku minjem jaketnya dia kak, bajuku agak terbuka. Habisnya aku kesel gitu sama Sean, masa aku di bilang nggak ada menarik-menariknya jadi perempuan.” jelas Gisel dia tidak mau Xavier jadi salah faham. “Kamu menarik kok jadi perempuan.” bantah Xavier. Gisel blushing. “Eh-” “Duduk yuk.” ajak Xavier. Gisel menganguk dan duduk di sebelah Xavier. Xavier memanggil mas-mas jualan jajan di dalam bioskop saat melihatnya masuk. “Lo juga menggoda kok jadi cewek.” bisik Reza tepat di telinga Gisel. Gisel menatapnya Syok. “Reza. Lo siapa?” tanya laki-laki itu. “Gisel.” “Cantik kayak orangnya.” puji Reza. Gisel nggak blushing, dia ngeflat malah. Tingkah laki-laki di sampingnya ini mirip Sean. Suka main-main perempuan. Reza memberikan hpnya. “nomormu!” Gisel mengambil hp itu dan mengetikan nomornya. **** Selama adegan film berlangsung Reza menggenggam tangan Gisel. Gisel nggak fokus sama filmnya. Bukan nggak fokus karena genggaman Reza ya, tapi dia fokus melepaskan genggaman Reza yang menguat di tangannya. Sampai film selesai tangannya masih di genggam oleh Reza. Barulah saat lampu bioskop di nyalakan dia berdiri dan melotot ke Reza. Laki-laki di depannya benar-benar kurang ajar. Gisel ini perempaun dengan harga diri yang tinggi. Hanya karena Reza ganteng bukan berarti Gisel mau di pegang-pegang. Tangannya cuma boleh di pegang oleh Sean. Sean?? Apa baru saja dia mengingat Sean. Reza tersenyum innocent. Senyum laki-laki di depannya mengingatkannya kepada Sean. Apa kabar dengan sahabatnya itu. Gisel fokus lagi. Hampir saja dia luluh. Kenapa pikirannya selalu Sean terus sih. Xavier melihat ke arah Gisel yang menatap laki-laki di depannya marah. “Kenapa?” “Lo nggak punya harga diri ya?” tanya Gisel kesal. Sebenarnya dia lebih kesal karena mengingat Sean. Gisel mengambil hpnya di tas saat merasakan hpnya bergetar. Dia melihat siapa yang menelfonnya. Aril. Mantan pacarnya, teman sejak kecilnya, sekaligus sahabat Sean. Tumben dia menelfon. “ Lo jangan kemana-mana.” peringat Gisel. Gisel mengangkat telfonnya. “Anjir gue telfon lo ratusan kali baru lo angkat. Lu dimana?” “Gue di bioskop. Kenapa?” “Cepetan sini Sean-” “Sean lagi Sean lagi. Bisa nggak sih sehari aja gue tenang nggak ada urusan sama dia.” potong Gisel cepat. Xavier dan Reza melihat ke arah Gisel ketika mendengar suara kesalnya. Sean?? “Sean berantem di Sky.” Gisel diam mendengar suara di sebrangnya. Dia panik. Khawatir. Tapi tetap mencoba tenang. “Terus kenapa telfon gue?? Lo kan temennya pisahin aja.” “Udah. Dia ngamuk. Lo kan tau kalo Sean udah ngamuk kayak gimana.” “Berantem sama siapa?” tanya Gisel. Dia panik sekarang. “Selingkuhannya Mita.” “Nggak usah bercanda. Bilang ke Sean. Gue nggak bakal ketipu lagi. “ “Ini serius.” “Gue lebih serius. Sean nggak pernah berantem gara-gara cewek. Mending-“ “Lu tau kan pacarnya Sean namanya Mita. Dia ngambil kartu kreditnya Sean.“ “Apa?? Ngambil kartu kredit??” “Heemm.. Tagihannya sampe 200juta.” “Hah?? 200 juta?? “ “Iya 200 juta. Terus tadi ketahuan si Mita tidur sama cowok lain. Sean ngamuk lah.” “Serah gue ga peduli.” setelah mengatakan itu Gisel langsung mematikan telfonnya. Dia semakin kesal saja. Dia sudah meremas telfonnya erat. Gisel tidak akan peduli. “Sean kenapa?” tanya Xavier lembut. Gisel menggigit bibirnya keras. “s**t!!!” maki Gisel. Dia langsung berlari keluar bisokop untuk menghampiri Sean. Xavier dan Reza kaget. Mereka mengejar Gisel. Gisel mencari ojek sekeluarnya dari mall tersebut. Ia berjanji pasti akan menghajar perempuan bernama Mita itu. Lihat saja. **** Gisel masuk ke club itu. Suasana disana sangat ricuh. Perkelahian masih saja terjadi bahkan para satpam sendiri tidak ada yang berani memisahkan. Untung saja mall yang sedang ia kunjungi ini dekat dengan club malam Sky. Gisel menerobos perkumpulan itu. Dia melihat Sean menghajar seorang laki-laki dengan membabi buta. Gisel menarik Sean mundur. Tapi tenaganya kalah dengan Sean. “SEAN!!” teriak Gisel. Sean berhenti dia mengenal suara itu. Pemilik dari suara itu berdiri di depannya. Gisel memeluknya. Sean sadar dia melihat laki-laki di depannya bahkan sudah tidak sadarkan diri. Gisel melihat Mita dengan emosi. Dia menampar wajah perempuan itu berkali-kali. “Kalo lo berani deketin Sean lagi. Gue bikin lo nyesel seumur hidup.” Setelah mengatakan itu Gisel menarik Sean yang babak belur pergi. Di depan club dia melihat Xavier dan Reza. Gisel menatap Xavier tak enak. Bagaimanapun Gisel tadi tidak mengatakan apapun. Dia malah langsung pergi meninggalkan Xavier sendiri disana. Dia berhenti di depan Xavier. Gisel menatapnya ia ingin meminta maaf karena meninggalkannya tadi. Xavier menatap wajah babak belur Sean tangannya menggenggam tangan Gisel erat. Xavier sadar dengan kenyataan di depannya. Giselnya ini mencintai Sean. Reza juga demikian dia sadar jika perempuan di depannya ini menyukai laki-laki babak belur di hadapannya. Reza melihat laki-laki yang di bawa petugas kesehatan dengan kondisi yang sudah tak sadarkan diri. “Lo balik aja sama Aril. Beresin itu di rumah sakit.” kata Gisel saat melihat Aril menyusulnya. Sean menggeleng. “Gue maunya sama lo!!” tolak Sean. “Gue mau beresin yang di rumah sakit dulu. Yang di dalem lagi di urus sama Darrell. Kalo sampe kesebar ke luar lu tau kan bakal kayak gimana Sean.” kata Aril setelah itu dia pergi masuk ke dalam ambulan. Sean menarik Gisel pergi dan membawanya masuk ke dalam mobilnya. Gisel sempat menatap Xavier yang menatapnya terluka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN