Istri Pak Arkan

1111 Kata
"Najma, bintangku." Kenapa kesannya dia seperti kakek tua yang merayu anak dibawah umur untuk dilecehkan? "Kan tadi sudah aku katakan. Kita tidak akan berdosa." "Bohong. Mana ada berzina tidak dosa?" Akhirnya Najma mau menjawab juga. Sejak keluar dari kamar mandi, dia terus memasang wajah sengit dan penuh permusuhan pada Arkan. "Ya ... karena kita ... sudah menikah." Arkan mengucapkannya dengan takut-takut. "Apa?!!" Nah. Ini yang Arkan takutkan. Respon Najma begitu menakutkan bagi kelangsungan hidup little bro miliknya. "Ya seperti itu intinya." "Kapan kita menikah, Pak? Bapak jangan seenaknya." "Oke." Arkan bergerak mendekat ke arah nakas dan membuka salah satu laci di sana. Tangannya meraih dua buku kecil yang sudah jadi beberapa hari yang lalu. Setelah itu dia menyerahkan kedua buku itu pada Najma. Najma yang mengenali buku itu segera membukanya dan terperangah melihat ada fotonya di sana. Bersisian dengan foto Arkan. Buku nikah? Apa-apaan ini? "Ka- kapan saya setuju menikah dengan bapak?" Jangan-jangan buku nikah itu palsu. "Aku bukan bapakmu, sayang. Mengenai tanda tangan, kakek yang mendapatkan tanda tangan kamu. Aku melamar kamu pada kakek hari kedua setelah kamu bekerja di sini." Kakek? Pria tua itu ternyata adalah musuh dalam selimut. "Hari kedua?" Berarti bapak sudah melakukan itu tanpa sepengetahuan saya? Pernikahan ini tidak sah." Arkan mengerutkan dahi. "Tidak sah? Kamu sudah tahu apa syarat sah nikah?" Najma gelagapan diberi pertanyaan itu. "Emm ... itu. adanya mempelai kan, terus wali, terus saksi. Benar kan?" Kata Najma tidak yakin. Arkan mendengus dan mencibir Najma. "Bilang tidak sah, tapi syarat sahnya saja tidak tahu. Kata ustadz, syarat sah nikah itu ada 4. Wali, dua orang saksi adil(laki-laki), mahar dan yang terakhir lafadz akad nikah." "Tapi tanpa sepengetahuan perempuannya masa bisa sah?" "Bintangku sayang, kamu pernah mendengar cerita tentang Umar bin Khatab saat menikahi anaknya Ali bin Abi Tholib?" Najma menggeleng dan Arkan kembali melanjutkan. "Ali menikahkan Umu kultsum dengan Umar tanpa sepengetahuan Umu Kultsum. Dan hingga saat ini tidak ada orang islam yang mengatakan pernikahan mereka tidak sah?" Jelas Arkan. "Yang tidak boleh itu memaksa anak untuk menikah dengan orang yang tidak dia kehendaki." "Nah. Berarti tidak boleh. Kan Najma tidak mau." "Yakin tidak mau? Hm ... hm ... nggak mau mendesah lagi? Ahhh ... pak Arkan ... akhhh." tiru Arkan pada suara desahan Najma sore tadi. Wajah Najma langsung berubah merah. Dia malu karena ternyata dia menyukai kegiatan menyenangkan itu. Apalagi kan sekarang dia tahu jika mereka bisa melakukan lagi tanpa takut dosa. "Ih ... menjijikkan." Lain di hati, lain di mulut. Padahal Najma hanya malu mengingat kejadian tadi. Arkan tertawa bahagia mendapatkan serangan pukulan bantal bertubi-tubi dari istri cantiknya. Berguling, meraih bahagia bersama. Untung dia sudah bertanya pada ustadz tentang hal itu batin Arkan. Jangan mengandalkan Arkan dalam hal agama. Dia hanya tahu harga saham. *** Dewi merupakan aktris yang hebat. Dia bisa terlihat sangat menyedihkan saat ini. Menangis dan meratapi suaminya yang meninggal dengan tampang paling meyakinkan sedunia. Para tetangganya yang melayat di rumahnya mengira jika Dewi pasti sangat terpukul dan sedih. Hampir satu tahun suaminya terkena struk dan sekarang meninggalkan dirinya dan anak mereka satu- satunya untuk selamanya. "Mass!!! Kenapa Mas pergi ... huaaa!" Beberapa tetangga berusaha menyadarkannya. Menyadarkan dari apa? Mereka tidak tahu saja jika Dewi saat ini sangat bersemangat. Mereka tidak tahu jika kematian Toni adalah ulah dirinya. Ah ... mereka tidak akan tahu. Di sudut lain terlihat Wulan, sang anak juga sedang menangis. Teman-teman sekolahnya yang datang berusaha menghibur gadis itu. Papanya telah dimakamkan tadi pagi. Dia syok saat mamanya meraung pagi tadi menemukan sang papa telah terbujur kaku. Bagaimana tidak, dia masih mengharapkan sang papa sembuh dan bisa bersamanya lagi. Membahagiakannya seperti dulu. Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain. "Mass!!!" Dewi ambruk. Dia tidak pingsan namun tubuhnya seakan tak bertenaga. Air matanya sampai menetes-netes membuat iba siapapun yang melihat. Beberapa ibu-ibu memapahnya ke arah kamar terdekat dan membaringkannya di ranjang. Ada yang memijat tangan dan ada yang memijat kepalanya dengan minyak angin. Dewi menyeringai dalam hati. Ternyata enak juga diladeni seperti nyonya begini. *** Sore setelah rumah mulai sepi Dewi tersenyum. Tadi siang ada orang yang memberikan uang dari asuransi jiwa milik suaminya. Belum lagi uang-uang uang dari teman kantor dan para pelayat. Dewi bisa membayangkan jumlah itu pasti banyak. Dia sudah menyusun rencana akan menggunakan uang itu untuk merubah penampilan agar Arkan tertarik padanya lagi dan menikahinya kembali. Mimpinya sangat tinggi tanpa dia takut dan ingat akan terjatuh ke bawah dan sakit. "Ma," Dewi menoleh. Di ambang pintu ada Wulan yang terlihat sedih dan kuyu. "Ada apa, sayang? Sini, sama mama. Kamu pasti sedih Papa sudah pergi." Wulan berjalan mendekat lalu masuk ke pelukan mamanya. "Mama janji. Kita akan hidup dengan baik dan kaya. Kamu nanti pasti akan bahagia," janji Dewi. Wulan yang tidak paham hanya mengangguk mengiyakan. *** Bossnya benar-benar gila. Upss!! Maksudnya suaminya benar-benar gila. Sudah tiga hari ini Najma tidak masuk kerja dan malah berada di apartemen mewah ini. Bergelung di bawah selimut. Sebenarnya Najma mau masuk kerja seperti biasa, namun suami tuanya itu bersikeras menolak dan mengatakan jika Najma tidak boleh lelah. Yang benar saja. Dia yang membuat Najma kelelahan. Bahkan sulit untuk sekedar berjalan ke kamar mandi. Kedua kakinya terasa gemetar jika terlalu lama berdiri. Akhhrgh! Dia tidak mau tahu pokoknya hari ini dia mau bekerja. Setelah membersihkan diri dan berdandan layak, Najma segera memesan taksi untuk mengantarkan dia ke kantor. Biar saja suaminya itu marah. Toh setiap hari juga marah karena Najma selalu protes. Kakek juga tidak tanggung jawab. Setelah menikahkan Najma, Kakek seakan tidak perduli lagi padanya. Buktinya dengan begitu mudahnya kakek mengijinkan Arkan memboyong Najma ke apartemennya setelah Arkan berjanji akan mengirim makanan kesukaan kakek setiap hari. Ternyata dia tidak lebih berharga dari daging kambing. Begitu memasuki lobi, susana nampak lain. Beberapa karyawan terlihat bergerombol dan mengobrol seru. Sementara dua resepsionis yang bernama Anggi dan Yumna sibuk menjelaskan pada Mona si ratu menor. Oke. Sepertinya Najma ketinggalan berita. "Najma!!" Pekik Anggi girang. "Kamu ke mana saja dua hari ini?" Najma meringis dan berjalan mendekat. "Aku kurang enak badan." "Oh ... padahal kita mau tanya-tanya sama kamu. Tapi karena kamu nggak kerja pasti nggak tahu gosip paling panas di kantor." Najma kebingungan mendengar perkataan Anggi. "Tanya apa?" "Kamu tahu nggak status pak Arkan? Single, beristri, atau duda?" Mona yang kini berganti bertanya. "Kok kalian penasaran banget sama hidupnya Pak Arkan. Biasanya nggak," heran Najma yang pura-pura polos tak tahu apapun. "Soalnya baru aja ada ibu-ibu sok cantik yang datang ngaku-ngaku kalau dia itu istrinya Pak Arkan." "Istri?!" Mata Najma membola seketika. Astaga.. kenapa dia sampai lupa menanyakan statusnya di pernikahan ini. Apakah jangan-jangan dia benar-benar dijadikan istri simpanan oleh Arkan. Apakah itu sebabnya Arkan tidak mengajaknya tinggal di rumah? Apakah .... Apakah dia akan sanggup menghadapi ini? ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN