William dan Wanitanya (2)

1372 Kata
“Dia....” “Oh, perkenalkan! Saya Amber, kekasih pangeran William. Senang bertemu dengan Anda, Tuan,” ucap wanita itu menyela. Wanita yang memiliki iris berwarna cokelat kekuningan itu mengedipkan sebelah matanya kepada Aiden. Genit! Tak ada rasa segan atau rasa hormat kepada tamu William, meski tahu tak sembarangan orang bisa bertemu sang Pangeran. Rasa dicintai oleh sang Pangeran kepada wanita yang bergelayut manja di lengan William itu membuat Amber semakin angkuh. Aiden hanya tersenyum miring. Tak menyangka apabila William yang pemilih itu, memiliki "sesuatu" yang di luar perkiraan. Mengoleksi perempuan! “Tunggu dulu di ruangan kita seperti biasanya. Nanti aku akan menghampirimu,” ujar William kepada Amber agar keluar dari ruangan William. “Aku akan menunggumu di tempat favorit kita,” bisik Amber seraya mengecup pipi William. Keduanya pun saling melempar senyum. Manis tapi menjijikkan di mata Aiden. Melihat Amber sudah keluar dari ruangan itu. William kemudian kembali melempar senyum kepada Aiden, teman lamanya. “Apa yang membawamu ke sini, Tuan?” tanya William dengan formal. Aiden yang tadinya menatap sekeliling ruangan yang penuh dengan buku di sekelilingnya itu kembali memperhatikan William. “Aku hanya ingin berkunjung. Tidak bolehkah aku mengunjungi teman baikku?” “Sangat boleh. Saya bahkan sudah sejak lama menunggu kedatangan Anda ke sini.” Aiden mengernyit. Sejak lama menunggu? Aiden yakin kalau William sudah merencanakan sesuatu. Aiden mengenal William sebagai seorang ahli strategi yang cukup andal. Bahkan saat di akademi, William mendapat nilai yang paling bagus dalam bidang itu. “Pengaruh kekuatan sihir di negeri Axias ini sebenarnya sangat besar. Pun penyihir saat ini sudah tersebar di segala penjuru.” William memulai pembicaraannya. Ia berbicara panjang lebar mengenai hal ini dan itu yang membuat Aiden sedikit kesal, terlalu berbelit-belit. “Apa yang Anda inginkan dari Saya yang hanya rakyat biasa ini, Pangeran?” potong Aiden atas penjelasan yang tak perlu seorang William. “Saya ingin Anda menerima penawaran saya sebagai penyihir kerajaan,” ucap William sembari tersenyum. “Dan Anda tak pernah ingin mendapat penolakan, bukan begitu?” sindir Aiden. William tersenyum. Dia tahu kalau Aiden benar-benar bisa mengerti dirinya. Hal itu membuatnya yakin kalau Aiden cocok untuk menjadi salah satu orang kepercayaannya di kerajaan itu. Saat ini dia memang seorang putra mahkota. Namun, tak lama lagi dia adalah pemimpin kerajaannya sendiri. Hanya perlu sedikit waktu dan strategi untuk membuat pria tua yang merupakan Ayahnya itu memberikan takhtanya. Dan kalau Raja saat ini tak segera memberikan takhtanya setelah William menuruti permintaannya-menikahi Charlotte, William tak akan segan mengambil tindakan. “Apa yang Anda inginkan dari saya?” tanya Aiden dengan wajah datarnya. “Aku ingin kamu menjadi orang ku. Aku akan membuatmu menjadi pemimpin penyihir kerajaan ini, membantuku dalam memimpin kerajaan ini saat aku naik Takhta.” “Kau tahu kalau aku bukan orang yang suka dikekang?” tanya Aiden. “Aku tahu. Tapi aku membutuhkanmu untuk memperkuat pemerintahan ku.” “Apa yang akan kau berikan jika aku menyetujuinya?” “Aku akan memberikan apa pun yang kau mau,” jawab William dengan penuh percaya diri. “Apa pun?” tanya Aiden yang dijawab anggukan oleh William. “Termasuk takhtamu?” “Oh, ayolah ... Aku tahu kamu bukanlah orang yang seperti itu. Aku yakin kamu bukan orang yang akan memperebutkan takhta atau kekuasaan,” ujar William percaya diri. William berusaha meyakinkan dirinya kalau apa yang diucapkan Aiden hanya sebuah gurauan. William tahu betul kalau Aiden tahu hal yang sangat diinginkan olehnya adalah Takhta kerajaan Axias. Pria itu akan mengorbankan apa pun untuk menjadi penguasa. “Kenapa kamu tak langsung menghabisi pria tua itu? Padahal aku yakin kamu bisa dalam sekejap berkuasa tanpa meminta dukungan ke sana kemari.” “Buat apa? Kalau aku bisa mendapatkan dukungan mu, hanya hitungan waktu bagi Raja saat ini untuk menyerahkan takhtanya. Selain itu, aku perlu menumbuhkan kepercayaan rakyatku bahwa aku bukan seorang tirani.” Aiden tersenyum miring. Sungguh, William begitu pandai memanipulasi. Namun, tak berlaku untuk Aiden. “Oh, ayolah. Sebagai tanda pertemanan kita,” rayu William lagi. “Baiklah. Akan tetapi, aku akan meminta sesuatu yang lain untuk ditukar.” “Selain takhta, aku akan memberikannya untukmu. Kamu bisa pegang janjiku,” William meletakkan tangan kanannya ke depan d**a kirinya, berjanji atas ucapannya. “Katakan, apa yang kamu inginkan?” William masih penasaran dengan syarat yang akan diajukan Aiden. “Kamu harus memberikan salah satu wanita mu,” jawab Aiden santai. “Cukup adil bukan? Kamu mendapatkan kepercayaan ku, dan aku mendapatkan salah satu wanita mu.” “Kamu boleh memilih siapa pun wanitaku,” ujar William terkekeh. William tak menyangka kalau permintaan seorang penyihir terbaik seperti Aiden adalah seorang wanita. Padahal William tahu kalau di akademi, banyak wanita cantik yang sama dengan Aiden, seorang penyihir. Bukankah itu bagus kalau Aiden bersanding dengan sesama penyihir? Kenapa harus wanita biasa yang merupakan koleksi William? William pun tak ambil pusing. Baginya wanita hanya seperti pakaian, bisa dipakai dan dilepas begitu saja. Apalagi banyak wanita yang bersedia bahkan sudah mempersiapkan diri untuk masuk ke dalam haremnya saat dirinya menjadi Raja nanti. Dan Aiden hanya menginginkan satu? William bahkan bisa memberikan lebih dari satu kalau Aiden mau. *** Perjanjian antara keduanya telah disepakati. Lengkungan tipis terbit di wajah Aiden. Akan tiba saatnya Aiden meminta Charlotte dari William, dan William tak mungkin bisa menolaknya. Tak akan pernah bisa! Perjanjian sihir adalah perjanjian suci yang paling kuat dan tak boleh diingkari. Sebuah kehancuran akan menghampiri dia yang mengingkari. “Baiklah. Aku pamit dulu. Masih ada urusan yang harus aku selesaikan. Salam untuk pangeran mahkota, Sang Bintang Kerajaan,” pamit Aiden sembari tersenyum penuh misteri. “Terima kasih untuk kunjungan Penyihir menara yang Agung.” William pun membungkukkan badannya kepada Aiden. Meski mereka berteman baik, William sadar kalau Aiden adalah penyihir yang paling dihormati di kerajaannya. Aiden kemudian meninggalkan istana menggunakan lingkaran sihir yang ia buat. Yang akan membawanya pergi ke wilayah Duke Rowney, di mana Charlotte berada. Aiden tak berani mendekat. Ia tak ingin mengejutkan Charlotte yang saat ini tampak sedang berpikir. Aiden memandangnya tanpa berkedip. Sesekali lengkungan sabit tampak di wajahnya. Setiap gerakan Charlotte tampak menarik baginya. “Tak lama lagi, kamu akan menjadi milikku, Arabella. Ah, kali ini aku harus membiasakan untuk memanggilmu sebagai Charlotte,” gumam Aiden. “Kamu tak perlu khawatir. Aku akan mengambilmu dari William. Menjadikanmu satu-satunya milikku, dan aku akan menjadi satu-satunya untukmu.” Aiden berangan tentang masa depannya dengan Charlotte. Tapi dia tahu, kalau di hadapannya akan ada banyak rintangan yang akan menghadang mereka. “Semoga kamu lekas mengenaliku, Charlotte,” gumam Aiden lagi. Sekali lagi, Aiden membuat lingkaran sihir, kembali ke menara. Meski rasanya enggan untuk meninggalkan tempatnya mengamati Charlotte di kamarnya. *** Sepeninggal Aiden, Charlotte menatap ke arah jendela. Ia merasa ada yang mengamatinya tadi. Namun, gadis itu tak menemukan siapa pun. Tak ada yang mengamatinya. Apa itu hanya sebuah ilusi? Terdengar suara ketukan yang berasal dari luar kamarnya, membuyarkan pikiran Charlotte akan orang yang selalu ia rasa terus mengamatinya. “Masuklah!” Seorang pelayan senior memasuki ruangan Charlotte bersama seorang wanita yang lebih muda. Namun, wanita muda itu mengenakan seragam yang sama dengan yang lainnya. “Lady, Yang Mulia Duke Rowney meminta saya menyiapkan dayang bagi Lady untuk membantu Anda bersiap mengikuti debutante. Selain itu, seperti yang Lady ketahui, debutante Lady Charlotte sekaligus pengukuhan status Anda sebagai Putri Mahkota. Kediaman Rowney tak ingin mengecewakan pihak kerajaan. Saya yakin Anda tahu apa akibatnya kalau Anda membangkang,” jelas Pelayan senior itu sembari memberi ancaman. Ya, tahun ini adalah tahun kedua bagi Charlotte untuk debut. Seharusnya tahun lalu. Namun, karena kondisi Charlotte yang sangat lemah, membuatnya batal debut dan itu membuat Duke Rowney sangat murka. Bagi Duke Rowney, Charlotte yang lemah adalah salah satu tanda gadis itu membangkang kepadanya. Bagaimana tidak? Keinginan Duke Rowney untuk masuk ke kementerian kerajaan, harus ditunda satu tahun karena ulah keponakannya yang lemah itu. “Saya tahu. Anda boleh pergi,” jawab Charlotte hang jengah dengan semua perkataan wanita tua tadi. “Saya akan membantu Anda bersiap, Lady,” ujar wanita muda itu. Charlotte hanya mengangguk. Rasanya ia enggan beranjak dari jendela kamarnya itu. Ia berharap seseorang akan membantunya keluar dari sangkar emas itu. Charlotte enggan menghadiri acara debutnya di kerajaan. Dia tak ingin bertemu William. “Bolehkah aku berharap sebuah keajaiban?” lirih Charlotte yang masih melihat ke arah luar jendelanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN