“lo neriakin siapa Gan?” tanya seorang dengan perawakan tinggi dan memakai kacamata yang bertengger manis di hidung lancipnya. Dia adalah Alfan, sahabat Regan.
“hah?” Regan yang baru datang disambut dengan pertanyaan itu.
”iya gan? Tu cewe siapa? Kayanya gue pernah liat deh.” Bagas menimpali pertanyaan Alfan tadi.
“bukan siapa-siapa.” Jawab Regan asal.
“bukan siapa-siapa kok lo sampe teriak kenceng banget?” alfan kembali bertanya.
“plus, lari kenceng amat pas liat tu cewe jatoh.” Bagas kembali menambahkan pertanyaan alfan.
Regan yang diserbu pertanyaan itu hanya diam, dan berpikir keras. Ia juga baru sadar “ngapain ya gue tadi?”
“gatau refleks aja. Liat tali sepatunya dari awal lari kenceng kan ga bener. Terus liat dia jatuh, kasian.”
“tapi gan, kayanya gue pernah liat tu cewe deh. Tapi gue lupa dimana.” Ucap bagas
“dimana?”
“yeeuu, kalo gue tau tempatnya ya gue gabakal bilang gue lupa dodol.”
“iya juga.”
“udah-udah, lupain aja.” Alfan memutus pembicaraan itu tepat pada saat nasi uduk mereka datang. Regan, Bagas, dan Alfan adalah sahabat sejak mereka masuk ke universitas tri darna. Persahabatan mereka dimulai sejak mereka masih maba. Disaat mereka dihukum, mereka selalu bersama melakukan tindakan kebodohan yang tidak disengaja.
1 tahun yang lalu, pada masa ospek mahasiswa baru.
Saat mereka sedang menjalani masa PKKMB atau biasa orang orang mengenal dengan sebutan ospek untuk mahasiswa baru, mereka disuruh menulis motto hidupnya masing-masing. Panitia ospek, mengharapkan para mahasiswa memiliki motto hidup yang keren, bermanfaat, dan cerdas. Sedangkan mereka bertiga, menulis motto hidup dengan nyeleneh.
“Mimpi itu harus dicapai, maka dari itu saya banyak tidur demi mencapai mimpi.” Motto hidup bagas.
“Tetaplah hidup walaupun tidak berguna.” Motto hidup Regan, singkat padat dan tidak berguna.
“hidup dan kuliah itu sama, sama-sama susah.” Kali ini motto hidup Alfan, disetujui para panitia ospek yang sekaligus katingnya. Bahkan ia diajak foto bersama, akan tetapi itu tidak membuatnya lolos dari hukuman bersama Bagas dan Regan.
Disaat mereka sedang membersihkan kamar mandi dengan hening, bagas yang tidak tahan dengan kondisi itu memulai pembicaraan.
“lo pada pakem amat ngebersihin ni wc, kebelet boker lu?” bagas yang sedang memegang gagang pel-pelan sontak mengacungkan tongkatnya itu.
Alfan yang pada saat itu masih pendiam, merasa tidak perlu menanggapi ucapan bagas karena menurutnya akan membuang tenaga. Sedangkan Regan yang wajahnya lelah dan mengantuk sangat tidak selera untuk ikut dalam perbincangan. Bagas yang tidak mendapatkan respon dari teman-temannya itu merenggut kesal.
Akhirnya bagas memilih ikut diam, menghemat tenaganya juga. Akan tetapi keheningan itu tidak berlangsung lama, setelah teriakan dengan suara berat milik Alfan bergema dengan indahnya di kamar mandi.
“AKHHHH”
“ANJING LO JANGAN DEKET-DEKET!”
Suara teriakan dan omelan Alfan mengundang perhatian kedua orang temannya. Mereka ikut melihat apa yang dilihat Alfan, sontak mereka berdua ikut teriak dengan lebaynya.
“b*****t, KECOAKKK”
Teriakan lebay dari dua orang yang kompak, sontak membuat cengo Alfan yang tadi sempat ketakutan. Melihat dua orang yang berada disampingnya, dengan badan tinggi besar yang melebihi rata-rata seumuran mereka dan otot yang tampak kuat berteriak dengan kencang karena melihat satu ekor kecoak yang duduk diam. Sontak pemandangan itu mengundang tawa kencangnya. Dua orang yang ditertawakan itu tidak terima.
“HEH NGAPAIN LO KETAWA?!” ucap bagas sambil melotot tidak terima ke Alfan
“lo berdua badan gede gede tapi sama kecoak aja takut, idihh.” Alfan tetap tertawa. Regan yang diejek seperti itu tidak terima.
“HEH NYET, SIAPA YANG TADI DULUAN TERIAKK? TU KACA DEPAN LO NOH GEDE BANGET.”
Alfan hendak membalas perkataan Regan, akan tetapi sesuatu terbang melintasi mereka bertiga. Sejenak mereka terdiam.
“ANJENGGG, TERBANG!” regan berteriak dengan histeris
“APAAN TUH YANG TERBANG” Bagas yang panik, spontan bertanya dengan nada keras.
“YA KECOAKLAH COK, MASA BURUNG LO.”
“BURUNG GUE TETEP DI DALAM SANGKAR NYET.”
“BURUNG YANG MANA NIH??”
“COK ITU KECOAKK, BUKAN BURUNG. BUTA YA LO PADA!” Alfan mengakhiri kehisterisan itu.
Suara mereka bertiga yang keras dan ngebass sontak mengundang perhatian, para mahasiswa baru yang sedang diajak keliling panitia ospek. Mereka segera berbondong-bondong ke arah sumber suara untuk mengetahui apa yang terjadi.
Semua maba yang ada di sana kontan tertawa melihat mereka bertiga, 3 cowok berbadan tinggi dan besar sedang berjuang melawan kecoa. Ngga berjuang sih, lebih tepatnya menghindar. Mereka saling menempel satu sama lain di pojokan, membuat orang-orang yang melihat tertawa geli.
Dengan tidak terduga, seorang gadis bertubuh semampai dengan elegan memasuki kamar mandi tempat 3 cowok itu menempel macam permen karet. Ia mengikat rambutnya yang panjang dengan cantik, menggulungkan kemeja putihnya, dan meregangkan badannya.
‘PLAKKK PLAKK’
Gadis itu memukul kecoak dengan menggunakan sandal selopnya, yang ia curi dari kamar mandi perempuan yang ada di kampusnya. Memukul kecoak itu beberapa kali hingga mati, dan dengan santainya membuang ke tempat sampah. Tindakan gadis itu sontak mengundang tatapan kagum sejajaran cowok yang mempunyai ketakutan sama, terhadap kecoa.
Insiden kamar mandi kecoak itu, membuat mereka bertiga terkenal. Mereka terkenal karena ada seorang kakak tingkat yang memfoto mereka bertiga ketika saling menempel erat di kamar mandi dan dicetak berukuran besar yang ditempelkan di papan pengumuman kampus.
“untung aja ga dibikinin baliho.” Ucap panitia ospek, ketika Regan, bagas, dan Alfan meminta fotonya segera dicopot dari papan pengumuman.
Masalahnya nih mereka selain tujuan mereka dateng ke kampus untuk belajar, ya sekalian nyepik dikit. Tapi gara-gara kejadian kecoak itu mereka sangat gagal untuk mencari pujaan hati di kampus. Jangankan berpacaran, mereka baru pdkt saja sudah ditolak.
“oh kamu yang fotonya dipajang di papan pengumuman pas ospek itu?”
“kamu yang teriak histeris waktu ada kecoa? Terus fotonya dipajang di papan pengumuman?”
“ngga ah, kamu takut kecoa aku takut kecoa. Ga gentle.”
Hilang sudah martabat mereka semua, gara-gara perkecoakan.
Sejak kejadian yang memalukan itu, mereka saling mengadu nasib siapa yang paling naas dalam kisah cinta sehingga lama-kelamaan mereka menjadi dekat dan bersahabat. Walaupun masing-masing mereka mempunyai otak yang tidak waras, ketika mereka bersama mereka semakin tampak tak ada otaknya.
“HEHH GUE INGET GUE PERNAH LIAT TU CEWE DIMANA.” Suara Bagas memecahkan kekhusyukan makan mereka.
“lo kalo ngomong pelan dikit napa gas, b***k lama-lama kuping gue deket sama lo.” Alfan mengaduh karena ia duduk dekat dengan Bagas.
“tu cewe yang lo perhatiin kemarin pas di bus kan gan? Ngaku lo!” perkataan Bagas membuat Regan gelagapan.
“wah lo udah merhatiin dari kemarin gan? Wahhhhhh.” Alfan mengompori.
“apaan si lo pada, kan gue ga sengaja merhatiin doang njir.” Regan menjawab dengan agak santai.
“selera lo yang tadinya badass sekarang berubah jadi cewe sma yang polos gitu gas? HAHAHA.” Ucap bagas sambil tertawa.
“apaan si lo.” Ucap Regan enggan menanggapi.
“berubah drastis banget selera lo sekarang.” Kali ini Alfan ikut menyetujui pendapat bagas.
“heh, gaboleh gitu. Cewe tu gaboleh selera-selera. Kesannya kek gue ngrendahin banget. Semuanya tuh ada masanya sendiri-sendiri, mungkin gue kemaren emang suka sama cewek yang strong banget tapi ga nutup kemungkinan ntar gue suka cewe yang polos manis.”
“lo ngambil quotes dari akun mana gan?”
“t*i lo gas.”
Lalu mereka tertawa bersama sambil menikmati nasi uduk murah yang kini tinggal sedikit. Sesudah mereka menghabiskan sarapannya, segera mereka beranjak dari tempat duduknya untuk membayar.
“hompimpa.”
“t*i sumpah, lo ga rela banget ya gas bayar buat makanin diri sendiri lo.” Alfan yang mendengar hompimpa sontak sebal. Masalahnya mereka melakukan hompimpa untuk menentukan siapa yang akan membayar makanan mereka. Dan parahnya, Alfan sering kalah dalam taruhan hompimpa ini.
“sttttt, kalo ga pernah menang diem aja.”
“bangke”
“ayokkk, hompimpa. Cepetan pannn.” Bagas menarik tangan Alfan untuk segera bergabung. Yang ditarik hanya pasrah saja, karena alfan tau ia tidak akan pernah menang adu bacot dengan bagas.
“HOMPIMPA ALAIHOM GAMBRENGGGG!”
Saut seru mereka bertiga yang keras, mengundang perhatian pengunjung lain yang kebetulan sedang sarapan juga di tempat itu. Tapi mereka seakan tidak peduli, tetap melanjutkan taruhannya.
“YES GUE MENANG!” Bagas berteriak dengan semangat karena ia tidak perlu membayar makanannya hari ini. Maklum dia adalah anak rantau, segala usaha akan ia kerahkan demi sesuap nasi gratis yang membantunya mengirit jatah bulanan.
“pan, lo mau suit atau mau langsung bayar?” Regan langsung menanyakan kepada Alfan, karena setiap kali ia suit alpan selalu kalah.
“dahlah, gue langsung bayar. Palingan kalah juga.” Ucapannya membuat Bagas dan Regan tertawa, lumayan bisa irit hari ini. Beruntungnya mereka mempunyai teman macam Alpan, sudah baik hati, tidak sombong, kaya raya dan pekerja keras. Makanya mereka tidak sungkan untuk meminta traktir Alpan. Berapapun jumlah uang yang dikuras Regan dan Bagas, itu tidak akan membuatnya jatuh miskin. Ayah Alfan adalah pengusaha sukses, yang mempunyai anak cabang perusahaan dimana-mana. Sedangkan Alpan mempunyai usaha bengkel yang ia rintis sendiri, dan beruntungnya sukses. Jadi jika usaha alpan bangkrutpun, ia akan tetap tenang karena ratusan juta bisa ia dapatkan dengan hanya mengirim pesan kepada ayahnya. Bahkan Regan dan Bagas sering menyebutnya Daddy ketika bercanda karena saking kayanya Alfan.
Mereka bertiga segera menuju ke kampus kembali karena ada mata kuliah yang akan segera dimulai. Saat Regan menaiki motornya, ia sempat menoleh ke gerbang SMA Alaska. Tempat dimana ia dan gadis itu bertemu. Regan masih terbayang bagaimana wajah perempuan itu jika dilihat dari dekat.
“nyet, jalann. Gue gabisa keluar begoo.” Suara bagas menyadarkannya.
“sabar anyinggg.”
Regan menuruti Bagas untuk segera pergi meninggalkan kedai tersebut dan menuju kampus, jam mata kuliah mereka yang kebetulan sama akan segera dimulai.