9

1964 Kata
Regan kini sudah mandi setelah tidur beberapa jam sehabis mengerjakan tugas lemburnya tadi malam, jam sudah menunjukan pukul 10 pagi. Ia ada kelas hari ini, regan menuju ke lemari besar yang ada di kamarnya. Memilih pakaian apa yang akan dikenakan, yang sejujurnya-dia tidak perlu memilih karena isi lemari itu hanya ada pakaian serba hitamnya, mulai dari kemeja, kaos, crewneck, sweater, dan hoodie. Semuanya serba hitam, lalu ia memilih kaos hitam yang model lehernya bulat dan mengambil satu kemeja hitam polosnya. Kemudian ia memilih celana hitam, dan memakai sepatu conversenya yang sudah lusuh karena ia tak pernah ganti. Sejujurnya sih Regan punya uang, tapi sayang aja gitu sama sepatunya ini apalagi ada coretan yang ia buat sendiri gara-gara dulu saat dia membeli sepatu converse ini sedang trend.                                                                                --- Dulu waktu Regan berada di masjid untuk mengantar Alfan dan Bagas melaksanakan ibadah shalat jumat, ia kebelet pipis. Yang mengharuskannya untuk menumpang buang air kecil di toilet yang berada di dalam masjid tersebut, yang pastinya ia harus membuka sepatunya untuk menjaga tempat ibadah yang suci milik umat muslim itu. Regan kira, sepatunya akan berada dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi saat ia selesai keluar dari kamar mandi dan menuju tempat dimana ia menaruh sepatu tersebut, sepatu itu telah raib. Digantikan dengan sandal swallow yang entah darimana asalnya. Mulai dari saat itu, ia membeli lagi sepatu conversenya dan menandainya dengan inisial R di sisi samping menggunakan spidol putih. Bodo amat dengan orang-orang yang bilang ia terlalu lebay, ya bayangin aja dong sepatu baru beli 3 hari baru diipake sekali langsung ilang gitu aja gara-gara nganter temen jumatan. Regan sangat sebal, ia jadi tau tujuan Bagas dan Alfan mengajaknya ke masjid setiap waktu shalat jumat tiba. Ia digunakan sebagai penjaga sendal, sangat penting sekali keberadaan dirinya ini. Setelah memakai sepatu itu, Regan mengambil kaca matanya. Sejujurnya ia minus, dan sengaja menggunakan kaca mata berbingkai tebal untuk menutupi wajahnya agar tidak terlihat lebih jelas. Saat ia berada di luar kampus, Regan akan memakai softlens minus yang transparan. Resiko dari bidang yang dipelajarinya, komputer. Regan lebih sering menggunakan topi, atau hoodie untuk menutupi rambutnya yang kecoklatan alami. Regan adalah cowo yang berbadan ideal, mungkin termasuk idaman bagi cewe-cewe. Dengan memiliki tinggi 180, Rambut yang kecoklatan, mata hitam legam, otot badan yang pas, semua yang dipakainya akan menjadi bagus walaupun itu baju murahan. Tapi sayangnya ia sering kali menyembunyikannya. Regan berjalan dengan bungkuk ketika berada di lingkungan kampusnya, memakai topi ataupun hoodie, memakai kacamata berbingkai tebal yang menjadikannya seperti seorang nerd. Padahal tidak, Alfan dan Bagas pun pernah pertama kali shock dengan penampilannya yang rupawan. Dulu saat mereka pertama kali mampir ke rumah Regan, bertujuan untuk menghabiskan waktu sebelum kelas- dan Regan yang kebetulan tidak mandi akhirnya mandi terlebih dahulu. Sebelum mandi, Regan sudah berpesan kepada mereka berdua untuk membuka gerbang sendiri dan langsung saja masuk ke rumahnya karena ia tinggal sendiri. Saat Alfan dan Bagas masuk ke rumah Regan, mereka disuguhkan dengan pemandangan yang tak terduga. Di sana, Regan yang sehabis mandi dengan rambut yang masih badan menyambut mereka. Yang membuat mereka berdua tambah shock adalah kondisi Regan yang shirtless atau lebih gampang disebut tanpa baju- iya, dia koloran doang nyambut tamu yang pertama kali dateng kerumahnya. Bagas dan Alpan yang tadi sudah mendapati pesan bahwa Regan hanya sendirian di rumahnya lantas bingung dengan kehadiran sosok di depannya yang sedang unjuk otot tanpa sengaja itu. Gayanya sudah bak model iklan pakaian dalam, Calvin Klein. Dengan rambut coklat yang basah berantakan, dan badan yang shirtless yang menunjukkan betapa kerasnya otot perut Regan yang sudah terbentuk 6 pack itu membuat Bagas dan Alpan terkena mental. “buset, sabi juga badannya.” Bagas memandang kagum, otot perut Regan yang terpampang jelas, sedangkan Alfan sedang sibuk mengamati orang di depannya yang sangat berbeda dengan orang yang biasa ia kenali. Dengan sopan, Alfan mulai bertanya “Mas, Maaf. Kakaknya Regan ya? Kenalin saya Alfan dan ini temen saya Bagas. Regannya ada?” Sapaan sontak Alfan membuat Regan ternganga, ia tidak pernah melihat Alfan sesopan ini kepadanya. Alfan itu manusia ter-salty terjudes yang pernah ia kenal dan melihatnya menyapa dan menunduk sopan ini mengguncang batinnya. ‘ni anak kenapa coba?’ batin Regan bertanya-tanya. “Mas, Regannya dimana ya? Bisa bahasa indonesia kan? Ehmm Where is Regan, Dude?” kini gantian Bagas yang menyapa sopan, lebih membuat shock Regan. Lalu ia tanpa sengaja memandang cermin kecil yang berada di sisi sebelahnya, lalu ia paham mengapa teman-temannya bersikap seperti itu. Dengan santai, ia melempar handuk yang tadi berada di rambutnya sehingga kini rambutnya yang masih basah sungguh berantakan. Lalu regan melompat ke sofa, dan menyalakan tv yang berada di depannya dengan santai. “lo gausah sok sopan pan, ga pantes. Dan lo-“ Regan menunjuk bagas yang masih ternganga, lalu meneruskan omongannya “bahasa inggris lo jelek gas” sontak perkataanya ini membuat Alfan dan Bagas bertukar pandang dan “HAH” bersamaan. Mereka melirik Regan yang asik memakan pop corn sambil menonton film action itu, dari ujung kaki Regan sampai ke ujung rambutnya. “LO OPLAS DIMANA NYET? CEPET BENER HASILNYA MAU DONG!” ucap Bagas dengan semangat. Yang sontak ditanggapi Regan dengan lemparan popcorn yang akan dimakannya tadi. “sembarangan.” “Lo abis tanem susuk dimana Gan?” ucap Alfan yang kini sedang memandanginya, as usual- salty. “bangke ya lo pada, ni asli tau.” Ucap dia sambil menarik sendiri kedua pipinya dan mengibaskan rambutnya untuk membuktikan kepada kedua temannya yang bloon itu jika dia tidak melakukan oplas. Lagian operasi plastik negara mana yang bisa ngasilin wajah setampan dia dengan dalam waktu singkat? Ga ada. Kalo ada mah, Regan udah terbang ke negara sana mau minta operasi plastik biar mirip sehun. “tu otot bener asli?” “lo ga operasi plastik beneran?” “tu mata lo?” “tu rambut coklat?” “lo kek seme yang ada di film BL gan.” Semua ucapan teman-temanya ia tak pedulikan, tetapi ucapan Bagas yang ini sungguh menguji kesabaran. Ia melempar bantal besar yang ada di sebelahnya untuk menimpuk muka Bagas yang beruntungnya, sangat tepat mendarat di sana di hidung pria itu. Enak aja, cakep aduhai begini dikira main film BL. Kalo bayarannya tinggi sih, itu baru bisa dibicarakan- Regan. Lalu Alpan dan Bagas menanyakan apa alasan Regan yang terkesan menyamar sebagai nerdy di kampusnya. “gue ga nyamar-nyamaran cuk, cuman males aja kalo digodain sama mba mba ayam kampus.” Belum cukup sampai disitu, Alpan dan Bagas memaksa Regan berdiri di depannya dengan tegak. Lalu mereka melihat ke arah cermin yang kebetulan berada di sana. Saat Regan berdiri tegak, tingginya jadi terkesan menjulang sekali. Alpan yang tingginya 176 cm dan Bagas yang tingginya 174 cm itu lantas tidak terima. Untuk tinggi mereka yang sudah di atas 170 cm di negara Indonesia itu sudah sangat bagus, tapi ya namanya cowo. Mereka merasa tersaingi kali ini. “lo kalo tegak gitu gilaa macem tiang listrik lagi jalan gan.” “tips tingginya dong kak-“ “minum s**u L-Men berapa kali kakk?” “lo narik tulang dimana gan? Mau dong gue.” Pertanyaan-pertanyaan bodoh mulai kembali keluar dari mulut Bagas dan Alfan, Regan yang jengah mendengarnya hanya berjalan menuju kulkas yang terletak di samping dapur yang tak jauh dari ruang mereka menonton televisi. Regan mengambil beberapa buah, snack, dan jus yang berada di dalamnya. Lalu membawa semua itu ke ruangan yang terdapat dua manusia setengah waras. Setelah menaruhnya di meja, bukannya Bagas dan Alfan mengucapkan terima kasih mereka malah memulai obrolan yang emm bodoh “busett, ini buat kita Gan?” “ga, ini sajen buat setan.” “tapi di sini gaada setan, Gan.” “ada.” “mana? Yang bener dong?!” “setannya lo berdua.” Ucap regan pedas sambil melangkah menuju anak tangga, menaikinya untuk sampai di kamarnya. Lalu ia mengambil kaos untuk menutupi tubuh atasnya yang sedari tadi menjadi tontonan gratis teman temannya itu. Lalu mengambil hpnya, dan menutup pintu kamarnya dengan rapat. Regan menuju ke bawah dan memilih bergabung dengan temannya lagi, setelah sampai ia segera duduk di pojokan di sofa yang termasuk luas bagi dirinya sendiri. Regan membiarkan teman-temannya melakukan apa yang mereka mau. Tentu saja Bagas dan Alfan yang sangat tidak tau diri, memanfaatkan kesempatan itu. Dari itu, mereka sangat sering mampir ke rumahnya Regan dan mengganggap rumah itu seperti rumah mereka sendiri karena Regan hanya tinggal seorang alone. Tetapi walaupun Regan membebaskan mereka, Regan tetap memberikan batas-batas tempat yang tidak boleh mereka kunjungi di rumahnya. Yang untungnya, Bagas dan Alpan yang mempunyai rasa kepo tinggi itu mau menurutinya. Mereka tetap menjaga batas untuk tidak mengunjungi tempat-tempat yang regan larang.                                                                --- Setelah memastikan pakaiannya yang menurutnya cukup, ia memakai kacamata berbingkai tebal itu dan menuju ke garasi moto yang berisi motor butut kesayangannya. Setiap kali ia ke kampus, Regan hanya akan memakai motor jadul yang sudah usang tapi tetap dirawat dengan sayang. Ia memakai helm, dan keluar dari rumah setelah memastikan mengunci semua pintu dan menutup gerbang rumahnya. Ia mengendari motor dengan kecepatan sedang, cuaca sangat terik hari ini. Setelah beberapa menit ia mengendarai motornya, regan sampai di kampus untuk memulai mata kuliahnya, di parkiran ia bertemu dengan Alfan yang kebetulan baru tiba di sana. Regan melangkah mendekati Alfan yang masih berusaha memarkirkan motor mahalnya dengan aman. “Heh pan, untung aja ya lo tadi malem ngecha gue.” “emang kenapa?” “gue tadi malem lupa anjir, hampir aja kebablasan gue ga ngerjain.” “tumben bener lo lupa sama tugas, biasanya juga yang paling semangat buat ngerjain.” Ucap alfan yang sudah berhasil memarkirkan motornya, dan kini sedang berjalan bersama Regan menuju kelas. “yeuu, gue ngerjain duluan bukan berarti semangat sat. Gue cuman pengen cepet-cepet rebahan aja di rumah.” Regan menjelaskan, yang ditanggapi dengan jawaban OHH dari Alfan, mereka hampir sampai kelas ketika ada sapaan “PINN, GANNN!” teriak seseorang dari jauh dengan nada semangat. Regan dan alpan yang mengenal suara itu hanya menghela napas, sangat mengenali teriakan alay itu. “tu anak sukanya ganti-ganti nama orang seenak udelnya sendiri.” Alpan yang namanya diganti oleh Bagas itu terkesan tidak terima. “emang dia punya udel gan?” “kayanya sih gapunya.” “ALPINN, REGANTENGG TUNGGUIN DONG!” Bagas berteriak dengan keras sambil berlari alay macam adegan slow motion di drama india. Sontak mengundang perhatian semua orang yang sedang ada di lorong itu. “b*****t, temen lo gan.” “temen lo tuh pan.” Lalu Regan dan Alpan berlari menghindari Bagas, mereka berlari menuju kelas secepat mungkin. Pemandangan itu kini sudah terasa film bollywood, tinggal di puter backsound lewat speaker doang.                                                                                                ***** Nanda kini sudah menyelesaikan pelajaran terakhirnya, kini ia hanya santai menunggu semua murid di kelasnya keluar. Nanda malas berdesakan. Vina dan Jevan yang memandangi Nanda hanya terheran, tumben banget tu anak ga buru beres-beres. Lalu jevan pun bertanya kepada Nanda. “Nda? Lo tumben banget ga cepet-cepet beres beres?” “engga.” Nanda menjawab sambil menggeleng, yang sontak juga mengundang kepo temannya itu, Vina. “Kenapa? Lo libur kerja part-time?” Vina bertanya dengan nada penasaran. “engga.” “lah terus?” “dipecat.” Kata-katanya sontak mengundang HAHH dari kedua mulut temannya, lagian mereka sering liat Nanda berangkat dengan rajin dan hampir setiap hari tepat waktu. “kok bisa?!” “ya ga dipecat juga sih, yang punya café mau jual cafenya.” “kenapa? Bukannya rame ya?” “akhir-akhir ini sepi, terus mungkin ada masalah pribadi. Jadinya gue nganggur deh.” “oh gitu, jadi lo hari ini santai dong?!” tanya Vina dengan semangat. Lalu mereka, Vina dan Jevan yang otaknya kebetulan sedang 5G langsung membereskan barang – barangnya dan berdirii. “YOK!” sorak mereka berdua dengan penuh semnagat. “yok kemana?” tanya Nanda. “TIMEZONE!!” seru Vina dan Jevan dengan semangat sambil menggandeng Nanda keluar dari kelas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN