Norwich 1870
-
-
Pria itu menyeringai, tatapannya tampak menjijikan dan mengintimidasi Nathaline di hadapan ayahnya sendiri. James Owen berdehem pelan, mencoba menyadarkan pria tersebut bahwa ada presensi dirinya disana, "apa ada masalah dengan makanannya, Your Grace?" tanya ayah dari Nathaline Owen itu. Pria tersebut tersenyum, menyadari bahwa James tidak melihatnya menyentuh makanan sedikitpun. "Bukan begitu My Lord, sepertinya puterimu lebih enak--"
"untuk dipandang," sambungnya, yang hampir saja mendapat lemparan garpu dari Nathaline yang duduk di hadapannya. James yang menyadari itu hanya mampu memaksakan sebuah senyuman. Jika saja pria itu bukan pria yang mengerikan, James pasti tidak akan pernah mau menyambut kedatangannya. Bodohnya, ia adalah satu dari bagian orang-orang yang menakuti pria itu.
Tidak ada inti dari ucapannya, tidak ada maksud penting dari kedatangannya, ia hanya datang untuk melihat puteri satu-satunya dari Earl of Norwich ini. Hal itu semakin membuat James khawatir, Nathaline dalam masalah besar sebab mampu memikat monster ini. "Sayang, ayah harap kau tidak pernah tersentuh dengan perlakuannya," pinta James, di malam setelah Lord Davis pergi dari mansion nya.
"Aku cukup tahu seperti apa dirinya, ayah. menjatuhkan perasaan padanya sama saja menempatkan diriku sendiri di ujung tebing dengan neraka di bawahnya," tutur Nathaline, yang membuat sang ayah lega dengan ucapannya. "Cepat atau lambat ia pasti meminta puteri ayah ini. Ayah tidak akan pernah bisa menolaknya, hanya kau yang bisa melakukannya." Nathaline terdiam, sebenarnya ia juga tidak memiliki keberanian hanya untuk menolaknya.
"Bagaimana caranya, ayah?"
"Kau hanya perlu menerima orang lain. Lord Morris, Duke of Rutland, Ayah akan memintanya untuk menikahimu, sebelum monster itu yang meminangmu duluan."
***
Angin bergemuruh, diiringi suara petir menggelegar di luar sana. James meminta pelayannya mematikan beberapa penerangan, hanya ada satu lilin bergoyang disana, dan sisanya tampak hening mencekam. Suara tetesan air hujan sampai ke lantai dengan berkala, disinyalir seorang pria berpakaian basahlah yang menjadi penyebab adanya genangan air kecil di atas lantai. Pria itu duduk berhadapan dengan James, tampak menimbang-nimbang suatu keputusan, dan James menunggunya dengan tenang.
"Sampai kapan anda akan mempertahankan jubah basah anda, Your Grace? anda tampak tidak nyaman," gumam James, berupaya mencairkan suasana yang menegangkan barusan.
"Maafkan aku, tapi tidak sempat kupikirkan kenyamananku sendiri. Jujur saja permintaanmu menyita seluruh pikiranku. Walau bagaimanapun ini seperti meminta seluruh rakyat siaga satu berperang hanya demi melindungi seorang gadis." James mengangguk paham akan ucapan pemuda di hadapannya. Tidak hanya dirinya, dan sang puteri tercinta Nathaline Owen yang akan ada dalam bahaya, namun seluruh rakyat Rutland akan menerima akibatnya. Terlebih pria ini tidak mengenal Nathaline nya, sungguh tidak mudah melakukan perjanjian, sekalipun James tawarkan kepalanya sendiri sebagai hadiah untuk Rutland.
Hening kembali untuk beberapa saat, sampai akhirnya sepasang telinga mereka menangkap derap langkah kaki melaju cepat ke arah mereka. Nyaring, suara pintu terbuka. Nathaline Owen berdiri di sana dengan raut wajah ketakutan yang luar biasa. "Ayah, ada badai di luar." James tersenyum, tanpa membalas ia meminta Nathaline untuk menghampiri dengan isyarat satu tangannya. "Duduklah," pinta James, untuk beberapa saat James lihat ekspresi sang tamu penting, terlihat Lord Morris dari Rutland ini begitu memusingkan presensi Nathaline di sana. Entah apa maksud tatapannya, Namun ia katakan, "aku akan membantu Norwich."
James senang bukan kepalang, pilihannya untuk meminta bantuan Lord Morris diterima pria tersebut tanpa meminta tenggat waktu. Ia telah mendapatkan solusi dari semua kegundahannya selama ini semenjak Lord Davis menjadi sering singgah ke mansionnya hanya untuk menjumpai Nathaline.
Sebenarnya James tidak khawatir sebab yakin bahwa puterinya yang cantik pasti mampu meluluhkan pria manapun. Apa lagi setelah James melihat salah satu tokoh paling berpengaruh dari Rutland ini begitu salah tingkah semenjak Nathaline bergabung dengan mereka. Padahal pria ini terkenal sulit digoda oleh wanita manapun, ia sangat teguh pendirian, ibaratkan prisip hidupnya hanya mengabdi untuk membantu negara, tidak akan ada pernikahan dalam kamus besar kehidupannya. Namun saat Nathaline memperkenalkan dirinya, tatapan Lord Morris tak pernah lepas dari Nathaline. Pun ucapannya yang semakin singkat, dan terkadang terbata saat Nathaline yang bertanya.
James yakin Lord Morris sudah jatuh cinta pada puterinya sejak pertama kali pintu ruangannya dibuka Nathaline yang panik karena takut akan badai.
***
Nathaline termenung di tempat, ia penasaran dengan dunia yang ia singgahi sekarang ini, ia hidup bebas dan memiliki kawan banyak disini. Ia bisa menjadi Peony Powell sesuka hatinya, namun ia tidak bisa melepas tanggung jawabnya di Rutland.
"Nath sayang, ayah tahu kau tidak mencintai Lord Morris. Tapi tolong, lihat seberapa banyak yang ia korbankan untuk kita. Tak perlu cinta, bahkan jika hanya ada rasa kasihanmu, berikanlah padanya. Berbuat baiklah padanya." Nathaline teringat ucapan sang ayah, selepas hari pernikahan dan terjadi terror di Rutland. Lord Morris menempatkan diri serta seluruh penduduk Rutland dalam bahaya hanya karena dirinya. Dan sekarang ia hilang? oh, betapa tidak bertanggung jawabnya seorang Nathaline Owen.?
"Peony, maju ke depan dan isi soal ini."
Mellonie menyenggol lengan Nathaline dengan sikutnya. Nathaline menghela napas, cukup mengerti jika orang yang ada di depan sana memanggil Peony Powell, berarti ia lah yang dipanggil oleh orang tersebut. Nathaline berjalan ke depan, menuruni undakan tangga dengan anggunnya, tanpa memperdulikan orang-orang mulai menutup mulutnya karena menahan gelak tawa. Sang dosen menyambutnya di bawah sana dengan sodoran spidol bertinta hitam untuk mengisi soal di papan tulis. "Apa ada pesta setelah kampus selesai anak-anak?" tanya dosen itu tanpa memperdulikan Nathaline, dan berjalan menuju kursinya.
"Tidak ada!" ucap mereka serentak.
"Kalau begitu gunakan fashion sesuai situasi dan kondisi," ujarnya.
"Baik Mrs.Dotty," balas mereka semua. Ayolah, Nathaline tidak bodoh. Diantara semua orang yang berkumpul disini hanya dirinya yang terlihat berbeda. Ia yakin wanita tua itu menyindir cara berpakaiannya. "Apakah sebenarnya ucapan itu untuk saya, Mrs.Dotty?" tanya Nathaline, yang langsung membuat Mrs.Dotty tersentak. "Kau berani bertanya padaku?"
"Aku hanya ingin mengetahui kebenaran. Jika ada urusan denganku, bicaralah denganku. Tidak perlu gunakan orang lain untuk menyindirku," tukas Nathaline, entah kenapa ia mendadak jadi begitu sensitif setelah mengingat apa yang ia tinggalkan di Rutland untuk tinggal di dunia asing ini.
"Ya tuhan anak ini, Peony Powell kau anak yang cerdas dan sopan. Aku menunjukmu kedepan sebagai contoh yang baik untuk mereka. Bukan--"
"Maksudku tidak seperti itu Mrs.Dotty, aku hanya ingin anda berbicara terus terang padaku." Nathaline menatap Mrs.Dotty dengan tajam, Mellonie dan Rosalyn ikut menegang ketika melihat perseteruan dosen matematika versus sang sahabat di depan sana.
"Ya tuhan," Mrs.Dotty memijat pelipisnya, murid terbaik mendadak se-liar ini tidak mungkin membuatnya tidak pening.
"Peony Powell, minus untukmu. Silakan keluar." Mrs.Dotty tidak ingin basa-basi lagi.
"Kenapa anda--"
"Berani mengelak? jangan ikut kelasku selama tiga bulan penuh!" final nya, Nathaline menjatuhkan spidol, dengan berlinang ia pergi keluar dari kelasnya. Semua murid mendadak saling berbisik satu sama lain, Mellonie dan Rosalyn yang menyadari itu langsung saja ikut keluar dari kelas. "Oh ya tuhan, Mellonie! Rosalyn! minus untuk kalian juga!" teriakan Mrs.Dotty terdengar seiring gebrakan pintu yang di tutup asal oleh Mellonie.
"Peony! tunggu!" seru Rosalyn yang mendapati Nathaline pergi ke arah gerbang kampus.
"Peony.." panggil Mellonie, yang akhirnya dapat meraih Nathaline untuk berhenti lari.
"Aku bukan Peony, aku tidak bisa menjadi dirinya." Nathaline menghampus galur air mata dengan punggung tangannya yang bergetar.
"Perlahan, ya? tolong jangan anggap yang barusan," pinta Mellonie.
"Aku tidak bisa menjadi orang lain! apa kalian tidak mengerti?! aku bukan Peony Powell!! sekeras apapun kalian merubahku, aku bukan dirinya.!" Jerit Nathaline.
"Tapi tubuh ini, tubuh yang kamu gunakan untuk sampai ke tempat ini adalah milik Peony Powell. Kamu tidak bisa asal menggunakan tubuh seseorang," tukas Rosalyn, yang tidak pernah ia sangka akan berpura-pura percaya bahwa traveling ke masa depan itu benar adanya.
"Begini saja, apa kalian tidak khawatir jika Peony Powell ada di tubuhku sekarang ini? ia akan kecewa jika kalian salah mengenali seseorang sebagai dirinya." Rosalyn mematung seketika, orang yang mengaku sebagai Nathaline Owen, Duchess of Rutland ini memang terkadang tidak masuk akal, namun beberapa ucapannya benar-benar membuktikan ia tidak asal merangkai alur cerita.
"Dengarkan aku, aku harus pulang. Aku harus melindungi orang-orang yang aku sayangi disana. Sulit dipercaya, jikapun benar Peony Powell ada di tubuhku saat ini, itu berarti nyawanya sedang terancam disana. Ia tidak tahu apapun, hanya aku yang bisa menghentikan semuanya," terang Nathaline.
"Tapi bagaimana dengan kehidupan Peony disini? bagaimana dengan ibunya? mimpi-mimpinya? tidakkah kamu berpikir kesana? kamu tidak boleh hanya mementingkan urusanmu disana. Kamu meminjam tubuh seseorang, setidaknya berikan balas budimu dan kembali ke kelas, minta maaflah pada Mrs.Dotty," ujar Mellonie, tak sanggup hanya diam saja disana.
"Aku melakukan ini juga untuk Peony, aku khawatir ia ada dalam tubuhku saat ini! aku harus pulang! aku harus tahu bagaimana keadaan di sana, bagaimana keadaan ayahku, suamiku, Norwich, Rutland, dan Jo--"
"Egois.." Potong Mellonie.
"Aku tidak egois, kau tidak akan paham sampai kau ada diposisiku sekarang, kau--"
"CUKUP!! Peony! berhenti berpura-pura sebagai orang dari masa lalu. Kamu adalah Peony, aku tahu kamu pasti telah melakukan kesalahan fatal sehingga pura-pura hilang ingatan kan? ya kan?" ulang Rosalyn berkali-kali, masih belum juga mampu mempercayai seorang Nathaline dari abad 18.
"Tidak!! aku Nathaline Owen!"
"Lebih baik kita pergi ke kelinik Dr.Jimmy, ya.? Kita pastikan bersama-sama." Mellonie menggenggam tangan Nathaline yang langsung ditepis oleh Nathaline sendiri.
"Tidak, aku tidak ingin bertemu siapapun.!" Seru Nathaline.
"Kita harus memastikan semuanya, ayo."
"NO! LET ME ALONE!!!" Mendengar bentakan itu Rosalyn pun menyerah, biarkanlah gadis itu pergi kemanapun ia mau, "Mell, biarkan dia pergi." Rosalyn menahan tangan Mellonie yang hendak meraih membali lengan Nathaline. Melihat itu Nathaline pun membalikkan tubuhnya dan pergi keluar dari area kampus.
***
Hujan deras membasahi jalanan kota metropolitan, di antara para pengendara transportasi modern yang berlalu-lalang di jalan raya, Nathaline berada di sana, pukul dua puluh satu lewat lima menit ia membiarkan tubuhnya tersiram air hujan, berusaha menjernihkan pikiran agar mampu cari jalan sampai ke Ruthland tahun 1871. Nathaline berharap ia bisa kembali, sebab segala intuisinya benar. Dunia ini tidak cocok untuknya. Kendati menyenangkan, namun ini bukanlah tempat untuknya.
Pukul dua puluh satu lewat tiga puluh menit di tempat yang sama, samar-samar Nathaline melihat sebuah bus berhenti di halte yang berada lurus di hadapannya. Seorang pria bertopi dengan sekotak rokok dan minuman yang menggantung di lehernya tampak menuruni bus tersebut. Pria itu berteduh di halte, mengecek barang-barang di kotaknya lalu menatap lurus ke depan. Saat itulah, mata biru Nathaline akhirnya bertemu dengan pria di ujung sana. "Jo-Jonathan Mason?"