Gisel

1339 Kata
Reza terbangun dari mimpi buruknya. Badannya keringat dingin dan ia merasa lelah. Mimpi itu tampak begitu nyata. Ia bermimpi tentang hari dimana Elina mengugurkan kandungannya. Reza meraih ponselnya, ternyata sekarang sudah pukul sebelas. Ia mendapat begitu banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari Hany. Tadi pagi Reza sudah terbangun  dan Hany mengajaknya untuk kerumah Misel. Tapi ia tidak enak meninggalkan Gisel sendirian sehingga ia tidur kembali. “Kamu kenapa Za?” tanya Gisel yang tiba-tiba datang mengagetkan Reza. “Yaampun Sel, ketuk pintu dulu kek,” balas Reza sambil memegangi dadanya. “Lah ini kosan aku. Ngapain ketuk pintu segala. Nih aku bawa makanan buat kamu,” ucap Gisel yang sudah membeli nasi bungkus untuk makan siang. “Makasih Sel” Suara Reza terdengar tersengal-sengal seperti habis di kejar kejar sesuatu. Gisel juga sadar melihat dahi dan leher Reza yang penuh keringat. “Kamu kenapa si Za?” Reza menghela nafas. “Aku mimpiin Elina waktu dia gugurin kandungannya. Aku ngelihat dia sekarat Sel.” Reza begitu sedih mengingat wajah Elina yang dipenuhi keringat dan kaki yang berdarah-darah. Perasaan bersalahnya makin menjadi-jadi jika ia mengingat hal itu. Gisel memeluk Reza untuk menenangkannya. Ia tidak suka melihat Reza larut dalam penyesalan. “Kamu gak salah Za ‘kan Elina sendiri yang mau ngelakun itu,” ucap Gisel sambil mendekap Reza. Gisel tampak tidak punya hati. Padahal hati kecilnya juga merasakan hal yang sama seperti Reza. Gisel larut dalam lamunannnya saat Elina dan dirinya masih mahasiswa semester dua. ** Gisel dan Elina sudah berteman sejak hari pembukaan daftar ulang penerimaan mahasiswa baru. Gisel masih ingat wajah baik Elina yang membantunya sewaktu ia kebingungan mencari ruang administrasi. Mereka juga pergi makan siang bersama hari itu. Walaupun mereka berbeda fakultas, tapi keduanya sangat dekat karena sama sama mengekos. Jarak kosan mereka cukup jauh tapi setiap malam mereka akan janjian di kampus lalu pergi memilih tempat makan bersama.  Elina tahu semua tentang Gisel. Gisel senasib dengannya, bisa jadi lebih buruk. Ayah Gisel seorang pemabuk berat dan selama ini ibunya yang menjadi tulang punggung keluarga. Sedangkan Gisel, Ia hanya tahu teman-teman dan kehidupan Elina di Kampus. Elina tidak pernah menceritakan apapun tentang keluarganya. Terkadang Gisel iri, melihat Elina yang begitu sempurna. Ia punya teman-teman yang baik kepadanya dan kakak tingkat yang selalu ramah kepada Elina. Nilai-nilaiynya juga bagus. Sampai suatu saat perasaan iri itu memuncak, ketika Gisel tahu Elina sudah berpacaran dengan seseorang. “Jadi pacar lu itu ngekos juga?” tanya Gisel setelah Elina cerita jika Reza akan menjemputnya malam ini. Malam ini mereka sedang makan di mall yang jaraknya dekat dengan kosan dan kampus. Hanya dengan melewati 3 statiun transjakarta, mereka bisa sampai. “Iya, kosannya deket warung yang sering kita beli beras itu,” ucap Elina lalu menyereput minumannya “Oh deket banget dong dari kosan lu,” balas Gisel “Gak sejauh gue ke kosan lu sih” “Berarti kalau lu gak ada di kosan gue harus cari dikosan Kak Reza?” tanya Gisel dengan wajah jailnya. “Gak mungkin lah gue main ke kosannya.” Elina tidak akan berbuat yang aneh-aneh. Ia kesini untuk kuliah bukan melakukan hal yang tidak seharunya tidak dilakukan. Walaupun tidak ada salah juga bermain ke kosan pacar sendiri. “Yaelah Lin, sekarang lu bilang begitu ntar juga suka berduaan di kosan,” ucap Gisel yang tampak begitu berpengalaman. Padahal pacar saja ia tidak punya. Ia hanya sering melihat tetangga nya yang membawa cewek atau cowok untuk menginap. “Gue bukan lu ya,” balas Elina bercanda. Ia tahu Gisel bukan orang seperti itu. “Dih muna muna” Mereka tertawa bersama. Namun tawa mereka mendadak sepi karena ponsel Elina berdering dan ternyata itu dari Reza. Elina sudah di jemput dan pamit pulang duluan, meninggalkan Gisel sendiri. Gisel menatap pemadangan jalanan di depannya. Ia merasa malam ini begitu sepi. Ia tahu jika seorang teman sudah mendapat pacar pasti ia akan ditinggalkan. ** Gisel membutuhkan seseorang disisinya. Ia tidak punya teman karena tidak ada teman yang satu frekuensi dengannya. Rata-rata teman di jurusannya begitu alim dan tidak bisa diajak bercanda. Apalagi Gisel adalah tipe orang yang suka sarkas dan kasar. Badannya demam sejak hari jumat malam.  Hari ini, kondisi badan Gisel bertambah buruk sampai sulit untuk mengambil minum. Elina sedang pulang kerumahnya dan hari senin nanti baru kembali. Sepertinya Gisel akan mati di kosannya sendiri. Ditengah tengah pikiran buruknya, tiba tiba ada suara ketuka pintu. Ia juga mendengar suara riuh di luar. TOK TOK! Gisel tidak tahu siapa yang datang. Ia mendiamkan begitu saja suara itu. Tapi makin lama makin terdengar dan diikuti suara laki-laki yang memanggil namanya. Gisel terpaksa membuka pintu sambil jalan sempoyongan dan memegangi dinding. Ia terkejut, disana sudah ada Reza yang sedang melalukan video call bersama Elina. “GISEL!” Elina berteriak dari ujung sana, Ia tampak begitu khawatir. Elina tahu Gisel sedang sakit, tapi ia tidak bisa menemuinya dulu karena ada urusan yang sangat penting di rumah. Sejak semalam, Elina khawatir dan takut terjadi sesuatu yang buruk terhadap Gisel sehingga Ia menyurug Reza untuk mengeceknya. “GISEL LU MAU KE RUMAH SAKIT GAK? BIAR REZA YANG ANTERIN,” teriak Elina Gisel dan Reza melempar tatap satu sama lain. Kecanggungan menyelimuti mereka. Baru kali ini keduanya bertemu dan Reza harus membantu wanita asing di hadapannya. Sebenarnya Reza kasihan juga dengan Gisel. Reza mengetahui Gisel dari cerita Elina saja begitupula dengan Gisel. “Gak usah Lin, sudah enakan kok,” ucap Gisel melalui video call yang masih tersambung “Enggak! Lu gak boleh nolak! Za aku mau ngomong sama kamu,” ucap Elina yang disambut dengan Reza melihat layar ponselnya. “Kamu anterin Gisel ke rumah sakit ya, terus pastiin dia minum obat sama makan. Kalau bisa aku nanti malam pulang ke sana,” kata Elina “Iya aku bantuin. Kamu jangan berangkat malem-malem ntar masuk angin atau mau aku jemput saja ke rumah kamu ?”  “Gak usah soalnya belum pasti juga jam berapa. Sudah pokoknya kamu jagain Gisel dulu ya.” “Iya siap,” balas Reza sambil tersenyum. Gisel yang sudah lemas hanya bisa berdiri sambil membungkuk. Tangannya memegangi knop pintu agar bisa berpegangang. Awalnya ia bisa mendengar percakapan Elina dan Reza dengan jelas tapi tiba tiba suara dan pandangannya mengabur. Lalu ia jatuh pingsan. Brak! Reza kaget bukan main, ia segera menutup sambungannya dengan Elina dan mendekati Gisel. Kemudian ia membawa Gisel ke mobil dibantu oleh beberapa tetangga yang ada di sana. Sejak hari itu mereka saling mengenal. Niat baik Elina membawa petaka. Mereka kenal bukan sebatas kenal sebagai teman. Lama kelaamaan Elina mulai dikhianati oleh Reza dan Gisel. ** Hany dan Reza sudah berada di tempat makan dekat kampus. Walaupun dekat tapi tempat makan disini cukup sepi diantara tempat makan yang lain karena harganya yang cukup mahal bagi mahasiswa. Hanya mahasiswa bahasa dan seni yang  sering kesini. Reza sengaja memilih tempat ini agar tidak ketahuan oleh anak-anak ekonomi. “Gue bisa buka Igmya Elina,” ucap Hany setelah melihat lingkungan sekitar yang aman. Ia sodorkan ponselnya di depan Reza. Reza langsung mendekat untuk melihatnya. “Kenapa kita gak kepikiran dari awal si,” balas Reza menggerutu kebodohannya. “Kak lu harus lihat DM Irsyad. Elina kayanya tahu hubungan toxic mereka berdua karena disini Elina suruh Irsyad jauhin Misel” Hany membuka DM Elina dan Irsyad. Ia menunjukkan semuanya yang tampak mencurigakan. Disana, Elina tampak kesal dan marah karena Irsyad berpacaran dengan Misel. Mereka juga ternyata pernah janjian untuk bertemu. Tapi alsan kenapa Elina menyuruh Irsyad pergi tidak mereka temukan di sana. “Tapi kenapa DM-nya ada yang gak nyambung gini ya. Kaya sudah dihapus sebelumnya,” balas Reza ketika membaca suatu pesan. “Nah itu gue bingung, apa mungkin Misel yang hapus?” “Buat apa?” “Kak mungkin mereka berdua memang nyembunyiin sesuatu,” kata Hany penuh curiga. “Mending kita berdua langsung labrak mereka! Kita gak bisa diam saja kaya gini. ” Kali ini Hany setuju, sudah saatnya mereka menanyakan secara langsung sebenarnya apa yang terjadi. Walaupun tidak seratus persen yakin tapi Hany dan Reza akan memilih jalan ini untuk mempersingkat waktu. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN