Misel senang buka main saat tiba di rumah Irsyad. Pertama kalinya ia bertemu ibunya Irsyad yang bernama Dewi. Sebenarnya Dewi adalah ibu sambung Irsyad karena ibu kandungnya sudah meinggal sejak Irsyad berusia 8 tahun. Walaupun seperti itu Dewi tetap baik. Ia sangat welcome kepada Misel. Misel seperti merasakan rumah kembali. Berbeda sekali dengan rumahnya.
“Ayok Misel makan dulu,” ucap Dewi yang sangat ramah.
“Iya tante. Tadi sudah makan kok,” balas Misel dengan sopan.
“Makan lagi dong, Yuk.” Dewi mengajak Misel dengan merangkul pundak Misel dan mengiringnya ke meja makan.Sedangkan Misel hanya mengikuti arahan Dewi. Dewi telah mempersiapkan banyak lauk untuk Misel dan Irsyad.
Baru juga Dewi mengambil piring untuk Misel. Tiba-tiba Irsyad yang sejak datang langsung masuk ke kamar, keluar dengan tas punggungnya yang terlihat berat.
“Sel kok makan si, langsung berangkat saja yu,” balas Dewi.
“Loh Irsyad mau kemana lagi? Makan dulu lah, baru saja kalian nyampe 30 menit yang lalu loh.”
“Yah Ma, Misel gak bisa lama-lama takut nyampe rumahnya kemalaman, ” balas Irsyad.
“Bentar doang Syad,. Kita makan dulu yuk,”
Irsyad pasrah dan ikut duduk dengan mereka. Sebenarnya ia sudah tidak sabar membawa Misel ke villa puncak yang telah ia pesan. Irsyad memang berbohong kepada Dewi. Ia bilang akan mampir sebentar lalu pergi lagi ke Jakarta. Begitupun dengan Misel, Misel berbohong untuk kerja kelompok dan sehabis maghrib ia berencana untuk meminta izin menginap melalui chat.
Sekitar tiga puluh menit mereka bertiga makan bersama sambil mengobrol. Setelah itu Misel dan Irsyad pergi. Hanya mmbutuhkan watu selama 40 menit untuk sampai ke puncak. Irsyad memesan Villa yang sangat bagus dan homie. Ditambah pemandangannya juga sangat indah. Didalam Villa itu tingkat dua dengan kamar utama di atasnya. Kamar utamanya sangat luas. Tentu, mereka akan tidur bersama disini.
“Kamu suka ‘kan?” tanya Irsyad yang tiba-tiba datanf memeluk Misel dari belakang. Sejujurnya Misel kurang nyaman dengan posisi ini.
Misel membalas dengan angggukan.
“Syad sebentar aku mau ambil hp dulu ya,” kata Misel sebagai alasan agar terlepas dari pelukan Irsyad.
Irsyad menunggu Misel yang tidak kunjung kembali di balkon. Ia putuskan untuk mengecek Misel ke dalam kamar.
Saat Irsyad membuka pintu ia melihat Misel yang berwajah panik duduk di pinggir kasur sambil memainkan ponselnya.
“Kenapa?” tanya Irsyad yang sudah duduk di sebelah Misel
Misel memperlihatkan ponselnya. DI sana ada chat dari Elina yang mengirimkan foto mereka berdua sewaktu pergi ke rumah Irsyad.
“Bagaimana dong? Kak Elina tahu hubungan kita. Dia juga tahu kalau aku bohong,” ucap Misel dengan panik.
Irsyad malah tersenyum dan tidak mengganggap ini suatu masalah. Setiap kebohongan yang ditutup-tutupin pasti akan terungkap. Mungkin saja ini waktunya untuk Elina tahu semua.
“Yaudah si tenang saja. Memang waktunya Elina tahu kita pacaran,” balas Irsyad dengan santai.
“Kita pulang yuk, aku gak bisa nginep disini. Nanti Kak Elina makin mar...”
“Kamu gila?!” cerca Irsyad. Nada bicaranya berubah sekrang. Misel mulai ketakutan saat mode Irsyad sedang seperti ini.
“Syad aku cuman takut Kak Elina tanya yang macam-macam,” ucap Misel memelas.
“Yaudah tinggal bilang saja aku pacar kamu. Memang salah ya?”
“Enggak salah. Tapi cara aku yang salah. Aku yang ngebohongin Kak Elina dan sekarang kita nginep. Kak Elina pasti bakal marah banget sama aku.”
Tiba-tiba Irsyad mencengkram kuat dagu Misel. Ia terkejut bukan main.“Sel, aku sudah sewa villa ini dari beberapa minggu lalu. Aku capek naik motor biar kita bisa liburan kesini dan saat kita tinggal nikmatin ini semua ... kamu minta pulang?”
Misel tidak bisa berbicara karena cengkaraman Irsyad yang sangat kuat dan membuat pipinya merah.
“Aku gak mau pulang. Kita nginep disini!” bentak Irsyad sambil mendorong Misel dengan sekuat tenaga. Sehingga Misel terlempar ke kasur.
Misel berusaha mengatur nafasnya. Mentalnya masih terguncang. Bulan kelima berpacaran dan sifat buruk Irsyad mulai keluar. Ini kali keempat Irsyad kasar kepadanya. Misel tahu dia sedang terjebak dalam toxic relationship, tapi ia tidak mau pisah dengan Irsyad. Baginya Irsyad rumah. Rasa sayangnya mengalahkan rasa sayang Misel kepada kakaknya.
***
Ketika membuka pintu, Reza yang masih mengenakan handuk karena baru saja mandi melihat Elina yang masih tenang dalam tidurnya. Ia mendekat dan menyingkirkan rambut-rambut yang menutupi wajahnya. Elina terbangun karena merasakan tangan dingin Reza yang menyentuh pipinya.
“Dingin za,” lirih Elina
“Bangun dong udah jam tujuh ini,” kata Reza sambil menyentuh kedua pipi Elina.
“Aku masih ngantuk. Lagian aku gak ada kelas pagi,” balas Elina.
Reza ikut berbaring di sebelah Elina, Ia tidak peduli dengan badannya yang masih basah dan hanya mengankan celana dalam yang dibalut oleh handuk. Kemudian ia memeluk Elina.
“Za—apaan si, basah tahu.” Elina tidak nyaman dengan pelukan yang Reza berikan. Ia memberontak agar Reza melepaskannya.
“Sini lihat aku,” balas Reza.
Mereka berdua saling berhadapan dan menatap mata masing-masing.
“Ada belek tu,” ucap Reza sambil tertawa kecil dan mengusap ujung nata Elina.
“IHHH.” Elina malu dan kesal, ia memukul d**a bidang Reza dengan pelan.
Reza suka menggoda Elina seperti ini. Melihat Elina yang salah tingkah dan malu-malu kecil adalah kesukaan Reza. Kemudian tawanya berhenti, ia mulai mencuri-curi pandang ke arah bibir Elina. Tiba-tiba ia mendekat dan melumat halus bibir Elina. Baru beberapa detik, Elina menarik wajahnya sehingga tautan bibir mereka terlepas.
“Kenapa?” tanya Reza kecewa
“Masih pagi tahu. Sudah sana pakai baju kamu ‘kan ada kuliah pagi,” balas Elina
“Bentar saja, semalam kamu gak mau.”
“Aku gak mood Za,” ucap Elina
Reza cemberut sambil melipat tangannya di d**a. Elina sedikit merasa tidak enak hati. Semalam ia benar-benar tidak dalam suasana hati yang baik. Elina selalu merengek kepada Reza dan dengan sabar Reza menghiburnya.
“Za...”
“Hmm?” Reza membalas tanpa melihat kearah Elina.
“Lihat aku,” kata Elina
“Apa?”
“Maaf ya. Aku bener-bener gak mood. Nanti malam aku nginep sini lagi deh,” ucap Elina meringankan rasa bersalah dihatinya.
“Apa si minta maaf, bukan salah kamu.” Reza tersenyum. Ia tidak akan memaksa Elina untuk melakukannya jika memang tidak menginginkannya.
“Yaudah aku mau ganti baju dulu. Mau siap-siap kuliah,”timpal Reza lagi yang kemudian beranjak dari tidurnya.
“Za kalau anterin aku ke kosan Gisel dulu, kamu bakal telat gak?” tanya Elina sambil mengambil peralatan mandinya di dalam tas.
Setelah mendengar ucapan Elina, Reza yang tadinya sedang mengambil baju segera terdiam kaku. Ada sesuatu yang ia sembunyikan. Kemudian ia bertingkah seperti biasa.
“Bisa kok,” balas Reza sambil tersenyum
“Oke, aku mandi dulu ya,” balas Elina kemudian pergi.
Setelah Elina pergi ke kamar mandi. Reza segera mengambil ponselnya dan memberi pesan kepada Gisel. Padahal pagi ini mereka ingin bertemu. Reza memilih membolos kuliah dan jalan pagi-pagi bersama Gisel. Pikir Reza Elina pasti akan di kosannya seharian penuh. Tapi dugaannya salah. Ia harus segera mengabari Gisel bahwa rencana mereka hari ini gagal.
****