Misel dan Irsyad

1108 Kata
Beberapa bulan lalu ketika Misel dan Irsyad sedang berada di puncak kebahagian dan keromatisan. Kala itu, Misel sedang berjalan dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Ia habis pergi jalan-jalan bersama Irsyad dan yang lebih membuatnya senang lagi, besok mereka akan pergi menginap. Irsyad menjanjikannya untuk mengenalkan Misel kepada orang tuanya. Setelah itu mereka akan pergi ke puncak untuk menginap di villa karena lokasi rumah Irsyad tidak terlalu dari daerah puncak. Baru saja Misel membuka pintu, senyumannya memudar. Ia kaget bukan main melihat Elina yang tengah duduk di sofa sambil menonton TV. Misel bersikap biasa saja, Ia berjalan sambil tersenyum menghampiri Elina. “Kak ... kakak pulang hari ini? Sejak kapan kak?” tanya Misel terbata-bata. Ia tidak menduga Elina pulang di hari Kamis. Biasanya Elina jarang pulang, mungkin dua minggu sekali atau sebulan sekali padahal jarak rumah dengan kampus tidak terlalu jauh. “Kamu dari mana saja?” “Aku ‘kan abis les kak,” balas Misel dengan ceria. Ia menutupi semuanya dan berperilaku sewajarnya. “Les? Les apa?” “Kakak lupa? Setiap Rabu, Kamis , Jumat ‘kan aku les matematika sama bahasa inggris,” ucap Misel sambil duduk disebelah Elina. “Misel, gak usah bohong. Kamu tahu gak kakak keterima ngajar soshum di tempat les kamu. Tapi kamu gak ada tuh,” ucap Elina menahan emosi. Keringat dingin mengucur di badan Misel. Ia tidak pernah memikirkan hal ini dapat terjadi. Misel kebingungan harus beralasan seperti apa. Jika Misel ketahuan berbohong, habislah dia malam ini. “Misel ...” Elina meminta Misel menjawab rasa penasarannya. “Kak, Kakak ngajar soshum ‘kan? Itu khusus kelas 12. Setahu aku kelas 12 IPS itu ada di ... lantai 4 bukan?” Misel berharap ini berhasil, walaupun semuanya adalah hasil karangannya. Elina menghela nafas, Ia membuang muka ke arah samping. Sejak kapan adiknya menjadi pembohong seperti ini. “Kakak gak bodoh ya, tempat lesnya saja cuman sampai lantai 3 dan Kakak mau bayar les kamu untuk bulan depan. Tapi kamu tahu apa? Nama kamu gak ada Sel,” balas Elina yang matanya mulai berkaca-kaca. Misel selalu meminta uang untuk les selama lima bulan terakhir. Tentu Elina memperjuangkannya dengan mencari pekerjaan dan mengajar privat sana-sini untuk menutupi uang les Misel. Ia tahu Martika tidak akan mau memberikannya uang. Tapi semua itu begitu menyedihkan dan mengecewakan karena selama ini Misel berbohong. “Kak, maafin Misel.” Misel ikut sedih, ia menyesal. “Kamu kenapa kaya gini si Sel?” suara Elina penuh dengan kekecewaan. “Maafin Misel Kak. Semaua uang itu buat bayar utang mama,” balas Misel yang kembali berbohong. Nyatanya semua uang les yang ia dapatkan untuk keperluan pribadinya yang tidak penting seperti membeli baju, membeli hadiah untuk Irsyad dan kadang ia pakai suntuk jelan-jalan berdua. Elina tidak merespon balasan Misel, otaknya sedang berpikir keras sekarang. “Kakak selama ini jarang ada di rumah ‘kan. Setiap bulan pasti ada yang datang kesini Kak buat nagih utang, katanya mama pernah ikut pinjaman online. Kakak tahu sendiri ‘kan mama selalu pulang habis magrib dan cuman ada aku dirumah,” timpal Misel lagi agar Elina percaya. Elina mengerutkan dahinya. Semua itu tidak mungkin terjadi sebab Martika pernah menceritaka masalah utangnya dan terkadang Martika selalu meminta uang untuk di bantu melunasi semua utang-utangnya. Elina memilih percaya dahulu kepada Misel, mungkin orang yang dimaksud itu berbeda. “Maafin Misel ya gak jujur sama kakak. Aku cuman gak mau kakak kepikiran jadi aku bohong,” ucap Misel sambil memohon-mohon dengan memegang tangan Elina. Misel tahu Elina akan percaya dengan alasannya ini sebab Martika suka bertingkah demikian.  “Terus sekarang kamu habis darimana?” “Itu ... aku habis dari ... rumah teman. Kerja kelompok buat persentasi, kakak tahu ‘kan semester 2 itu gurunya makin aneh-aneh saja kalau kasih tugas,” balas Misel yang akhirnya menemukan alasan. Elina hanya mangut-mangut menahan amarahnya. Lebih baik pura-pura paham sekarang. Ia akan memastikan kepada Martika apakah semua yang dikatakan Misel benar atau tidak. Jika semua ucapan Misel benar maka ia akan sangat marah kepada Martika. *** Sekitar jam sepuluh malam, Elina duduk di halaman rumahnya. Memperhatikan pot bunga dengan tatapan kosong. Ia sedang menunggu Martika pulang. Ia ingin mendapat klarifikasi dan bertanya semuanya. Tidak lama terdengar suara motor mendekat. Ternyata itu Martika bersama Rio. Elina jijik melihat mereka. Ia melihatnya dengan intens sehingga membuat Rio yang ingin masuk tidak jadi. Ia menurunkan Martika tepat di depan pagar, kemudian pergi. “Tumben pulang,” sarkas Martika yang sudah mendekati Elina. Elina menahan emosinya, Ia jarang pulang juga karena Martika. “Ma, sebenarnya mama punya utang berapa sih?” Langkah  Martika terhenti padahal tingggal selangkah lagi ia memgang knop pintu. “Kenapa si kamu? Memang utang mama ganggu kamu banget? Itu semua juga untuk memenuhi kebutuhan hidup kamu dan Misel.” Elina mecoba memahami perasaan Martika, mungkin ucapannya salah dan ia sedang lelah sehingga ucapannya terdengar begitu sinis. “Ma aku cuman tanya berapa karena kata Misel ada orang yang sering negih utang, padahal setiap bulan ‘kan aku suka ngasih uang ke Mama,” kata Elina dengan suara sedikit meninggi. “Maksud kamu apa? Mama selalu bayar tepat waktu. Gak ada tuh namanya orang nagih sampai rumah apalagi ke Misel.” Ini semua tidak masuk akal. Elina sendiri bingung ingin mempercayai siapa. Tapi dibandingkan Misel, Martika selalu berbohong kepadanya. “Terus kenapa Misel bilang begitu? Dia sampai bohong ke aku buat dapat uang,” balas Elina meminta kejelasan. “Buat pacaran kali,” balas Martika sambil melenggang pergi. Elina terdiam ditempat. Baru kali ini ia menengar Misel berpacaran. Ia tidak pernah menceritakan apapun tentang pacar, gebetan atau apapun itu. Elina juga tidak percaya seorang Misel-adik yang baik- membohonginya demi seorang pria. Dimana Misel yang polos. *** “Kak? Kakak gak kuliah?” tanya Misel yang tiba-tiba muncul dari pintu kamarnya. Pagi ini Elina sudah mulai produktif di kamarnya. Bukan karena bangun terlalu pagi, tapi insomnianya kambuh. Semalam ia overthingking sampai tidak bisa tidur. “Gak, kenapa?” “Kakak disini terus sampai besok?” Misel berbalik tanya, ia ingin memastikan apakah pulang sekolah nanti bisa pergi ke rumah Irsyad. “Kayanya iya,” balas Elina. Misel tidak mau jika semunnya gagal. Ia ingin pergi bersama Irsyad tapi Elina bagaimana. Pasti ia marah jika mengetahui Misel punya pacar. “Kenapa memang?” tanya Elina “Gapapa ... hmm kak aku izin ya abis pulang sekolah mau main dulu bentar saja kok.” Elina curiga dengan Misel. “Kemana? Semalam juga kamu pulang telat.” “Kerja kelompok bentar saja kok,” balas Misel “Terserah kamu.” Misel senang mendengarnya, ia kemudian pergi sambil tersenyum. Sedangkan Elina berencana mengikuti Misel sepulang sekolah. Semoga ucapan Martika salah. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN