Sampailah mereka di suatu kompleks ruko. Irsyad dan Misel masuk ke dalam tempat karoke sambil bergandengan tangan. Reza yang melihatnya begitu kesal dan emosi. Ia terbayang jerih payah Elina untuk memenuhi kebutuhan adiknya di saat Martika tidak ada. Tapi adiknya tidak sebaik yang dikira.
Selang beberapa menit, Reza mencoba melihat ke arah dalam melalui pintu kaca yang ada di sana. Ternyata Irsyad dan Misel sudah tidak ada, kemungkinan mereka sudah masuk ke room karoke. Reza kembali ke mobil untuk mengatakan apa yang telah ia lihat kepada Hany.
“Kayanya mereka udah booking room,” ucap Reza yang baru saja masuk ke dalam mobil.
Hany terdiam, Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Kepalanya penuh dengan berbagai rencana. Bukannya mendapat titik terang, semua ini bertambah rumit baginya.
“Kita langsung masuk saja. Kita tanya, ngapain mereka di sini. Gue gak habis pikir sama Misel!” kata Reza penuh emosi
“Lu gila?! Gue gak setuju” Hany membentak.
“Terus lu mau diem doang?”
“”Kak! Kalau lu kebawa emosi semuanya bisa hancur. Sekarang kita harus cari tahu diam- diam. Kalau kita masuk yang ada mereka curiga,” balas Hany. Jika memang benar kematian Elina ada sangkutpautnya dengan Misel dan Irsyad maka mereka tidak boleh ketahuan sedang dimata-matai.
“Gue gak bisa Han lihat Elina diginiin. Lu tahu ‘kan Elina selalu jadi kakak yang baik buat Misel. Tapi kenapa Misel kaya begitu?”
“Gue juga gak paham Kak. Gue cuman takut ...” Perkataan Hany terjeda
“Gue takut mereka memang ada sangkutpautnya sama kematian Elina seperti yang gue denger kemarin,” lanjut Hany lagi.
Reza menatap lurus kedepan, tangannya mencengkram kuat setir mobil yang ada di hadapannya. Ini semua terasa tidak masuk akal.
“Kak lu beneran gak pernah di ceritain apa-apa sama Elina? Tentang Misel sama Irsyad?” tanya Hany lagi mencoba mendapatkan informasi.
Reza berpikir keras, ia tidak bisa mendapatkan ingatannya. Seingatnya beberapa bulan sebelum Elina meninggal. Ia terlihat murung tapi Reza tidak memperdulikannya karena beberapa alasan. Salah satunya karena keberadaan Gisel. Reza menyesal tidak bisa memperdulikan Elina. Mungkin saja waktu itu, Elina sedang memendam sesuatu dan menunggu kepekaan dari Reza.
“Gue gak inget apa apa Han, kayanya Elina gak pernah cerita tentang ini” Suara Reza terdengar melemah.
Hany menghela nafas. Sama seperti Reza, Ia juga tidak pernah mendengar cerita apapun dari Elina. Elina itu terlalu membingungkan. Ia selalu terlihat baik-baik saja padahal menyimpan berbagai kepedihan.
Keheningan menyelimuti mereka berdua. Reza sedang menunduk sambil memainkan ponselnya untuk membaca kembali chat-chat dari Elina. Sedangkan Hany menatap lurus kedepan dengan tatapan seperti kehilangan harapan.
Tiba-tiba Hany mendengar suara sesegukan yang berasal dari sebelah kanan. Lalu ia sadar, suara itu berasal dari Reza.
“Kak lu gapapa?” tanya Hany sambil memegang pundak Reza. Tidak ada balasan. Reza masih menangis. Baru pertama kali Hany melihat lelaki menangis dan ia bingung harus seperti apa.
“Kak ...”
“Gue gapapa Han, gue cuman merasa gak berguna. Kenapa gue gak tahu apa apa tentang Elina. Kenapa gue gak pernah peduli dan peka sama keadaan dia,” balas Reza sambil menatap mata Hany. Hany bisa melihat mata dan hidung Reza yang begitu merah. Ia juga bisa melihat ketulusan dan kepediahan yang bersatu di sana.
Terlepas dari penyesalannya, Reza memang salah. Reza terlalu buruk menjadi pacarnya Elina.
“Kak, gak usah ngomong begitu. Gue juga sama kaya lu, gue gak bisa jadi sahabat yang baik buat dia. Tapi sekarang kita lagi berusaha buat Elina kak,” balas Hany mencoba menangkan Reza
Reza menarik nafas agar dirinya bisa tenang. Kemudian menengok ke arah Hany. Refleks Hany membuka tangannya dan memeluk Reza. Mereka punya perasaan kehilangan yang sama. Saling berpelukan seperti sekarang membuat keduanya menjadi lebih tenang.
***
Sudah sekitar tiga puluh menit, Hany dan Reza menunggu dalam mobil. Mereka berdua memutuskan untuk pindah ke coffe shop yang hanya berjarak tiga ruko dari sana. Pikir mereka, mungkin tiga puluh menit lagi Irsyad dan Misel akan keluar sehingga mobil Reza harus tidak terlihat. Hany memilih duduk di kursi lantai dua agar bisa melihat ke arah luar sehingga Misel dan Irsyad dapat terpantau jika keluar dari tempat karoke.
“Ini minumannya,” ucap Reza menghampiri Hany dan meletakkan americano di hadapannya.
“Makasih Kak.”
“Ternyata lu suka americano juga?” tanya Reza yang baru mengetahuinya hari ini. Pertanyaan Reza dibalas anggukan oleh Hany.
“Berarti sama ya kaya Elina ...” Reza melamun lagi, pikirannya selalu dibawah bayang-bayang Elina.
“Lu kangen banget ya sama Elina?” Hany merasakan hal itu dengan jelas.
“Mungkin,” balas Reza lalu menyeruput kopi yang telah ia pesan.
“Gue jadi keingat pertama kali kenalan sama dia,” ucap Reza bermonolog. Senyuman tipis terlukis diwajahnya
“Waktu makrab?” timpal Hany, tanpa di ceritakanpun Hany lebih tahu kejadian yang sebenarnya dibandingkan Reza.
“Kok lu tahu? Elina pernah cerita?”
Hany hanya mengangguk.
“Lucu deh dia ngasih surat ke gue tapi gak penah ngaku kalau itu suratnya dari dia,” ucap Reza sambil tersenyum geli karena mengingat tingkah Elina. Sedangkan Hany hanya bisa ikut tersenyum walaupun rasanya begitu sakit dan aneh.
**
Malam keakraban adalah kegiatan rutin yang dilakukan para kakak tingkat ekonomi untuk menyambut mahasiswa baru. Kegiatan itu dilaksanakan di perkemahan atau suatu pulau.
Uniknya kegiatan ini diadakan saat mahasiswa baru memasuki semester dua sehingga mereka sudah mulai mengenal satu sama lain. Bahkan, tidak sedikit adik-adik tingkat yang sudah mengincar kakak tingkat untuk di ajak berjadian saat makrab.
Makrab di adakan tiga hari dan malam terakhir adalah waktu yang paling ditunggu, karena akan ada acara pembacaan surat oleh kakak tingkat dari adik tingkatnya. Biasanya, ketika pagi banyak yang mendapatkan gandengan atau gebetan baru.
“Hai,” ucap Reza menghampiri Elina yang sedang duduk melihat pemandangan. Kemudian ia duduk di samping Elina.
Elina hanya memperhatikan gerak gerik Reza hingga duduk didekatnya.
“Udah packing?” tanya Reza, pagi ini mereka semua hendak pulang.
“Udah,” balas Elina dengan canggung. Sejujurnya Elina bingung mengapa Reza bisa mengajaknya berbasa-basi.
“Gue udah baca surat dari lu, sorry ya semalam gak gue bacain di depan anak-anak. Soalnya tulisan lu terlalu bagus.”
Reza termasuk barisan kakak tingkat yang banyak penggemar. Semalam ia mendapatkan begitu banyak surat. Ada yang langsung memberikan surat itu kepadanya, ada yang dititipkan kepada teman-temannya dan adapula yang meletakkannya begitu saja di tenda tempat Reza tidur. Tapi dari sekian banyak surat, hanya surat dari Elina yang membuatnya terenyuh. Ia juga senang saat mengetahui Elina tertarik kepadanya. Sebab selama ini Reza selalu memperhatikannya diam-diam.
“Surat apa ya kak?” tanya Elina bingung dengan perkataan Reza. Seingatnya kemarin, ia tidak memberi apapun. dengan ragu. Semoga pertanyaanya tidak membuat Reza tersinggung.
“Gak usah malu begitu. Gapapa jujur aja ... btw gue udah save nomor lu loh. Nanti gue chat ya,” ucapnya lagi
Elina masih memasang wajah bingung. Tapi Reza tidak peka akan kebingungnya. Ia berpikir Elina hanya malu karena habis mengirim surat kepadanya.
“Kak saya gak ngirim surat apa-apa” Elina inging meluruskan sesuatu yang salah.
Reza hanya tersenyum mendengar jawaban Elina. “Udah ya gue mau bantu yang lain bongkar tenda,” ucapnya tanpa menggubris perkataan Elina sama sekali. Lalu ia pergi begitu saja meninggalkan Elina . Sejak pulang dari makrab, Reza memberi pesan w******p kepada Elina dan mereka mulai dekat. Walaupun cara perkenalan mereka aneh dan misterius tapi hal ini menjadi sutau momen yang indah.
***
“KAK! ITU MISEL SAMA IRSYAD!” ucap Hany sambil menunjuk ke arah jendela yang langsung mengarah ke halaman depan tempat karoke. Reza segera menengok dan mendapati Misel yang tengah memakai jaketnya. Mereka berdua bergegas pergi untuk kembali mengikuti Misel.
****