Reza menyetir sambil sesekali menggigit bibir bawahnya. Ia resah mengikuti setiap jalan yang ditempuh oleh Irsyad. Ia bertanya-tanya kemana mereka akan pergi. Sama seperti Reza, Hany juga gugup dan matanya terus fokus melihat ke arah depan.
Irsyad membelokkan motornya ke arah kanan. Jalan ini sama seperti jalan menuju rumah Elina. Semakin lama, Reza semakin yakin jika mereka hendak pergi pulang. Benar saja, Irsyad menurunkan Misel tepat di depan rumahnya. Melihat itu, Reza dan Hany bisa bernafas lega.
Misel turun lalu sekilas mencium pipi Irsyad. Mereka sudah gila, berani seperti itu di lingkungan rumah sendiri. Kemudian Misel masuk ke dalam rumah meninggalkan Irsyad yang tampak akan pergi kembali.
“Han sekarang lu pura-pura datang ke rumah Elina dan bilang mau cari sesuatu yang ketinggalan biar gue ikutin cowok b******k itu,” ucap Reza mulai menyusun rencana.
“Gue ke rumah Elina?” tanya Hany bingung.
“Iya”
“Terus gue harus bilang apaan?” Hany sulit mencerna apa yang direncanakan Reza. Ia bingung harus membuat alibi seperti apa nanti.
“Ya ... bilang aja dulu ada barang lu yang ketinggalan terus tanya ke Misel kenapa dia gak sekolah,” balas Reza menanggap semuanya mudah.
Hany berdecak kesal, kalau seperti ini ia harus berpikir lebih keras lagi. Tapi rencana Reza tidak teralu buruk. Hany pun menyetujui rencana Reza, Ia turun dari mobil setelah motor Irsyad melewati mobil Reza beberapa meter. Hany berjalan menuju rumah Elina dan Reza mulai mengikuti kemana Irsyad pergi.
***
Dengan ragu-ragu Hany mendekati rumah Elina. Ia memanggil nama Martika agar Misel tidak curiga. Hany harus berpura-pura tidak tahu jika Misel ada di rumah. Beberapa kali Hany memanggil nama Martika tapi tidak ada yang membuka pintu. Tapi ia tidak menyerah. Hany tahu pasti Misel mendengarnya di dalam. Tiba-tiba Misel muncul dari dalam rumah dengan pakaian tidurnya. Ia berjalan dengan lemas dan sedikit sempoyongan. Hany mulai curiga, pasti Misel sedang bersandiwara.
“Eh Kak Hany, ngapain disini kak?” tanya Misel dengan suara yang lemah sambil membukakan pagar rumah. Bibir Misel tampak lebih pucat dari yang Hany lihat sebelumnya. Mungkin ia sengaja mengubah penampilannya agar terlihat seperti orang sakit.
Hany pura-pura tersenyum ramah saat melihat kedatangan Misel.
“Loh Misel kenapa ada di sini? Memang gak sekolah?” tanya Hany melancarkan aksinya.
“Aku lagi sakit kak,” balas Misel tanpa gelagapan.
Hany memasang wajah iba. “Loh sakit apa? Yaudah yuk kita ke dalam saja ... maaf ya aku ganggu waktu istirahat kamu,”ucap Hany sambil merangkul Misel dan hendak mengiringnya ke dalam. Melihat Misel yang mudah berbohong, Hany jadi ikut-ikutan terbawa suasana. Aktingnya berjalan dengan sempurna tanpa membuat Misel curiga sedikitpun.
“Cuman pusing aja kok kak ... Kak Hany kenapa kesini?” tanya Misel sambil menahan tangan Hany agar tidak masuk ke dalam rumah. Hany peka akan respon yang diberikan Misel sehingga ia melepas rangkulannya.
“Jadi gini, kamu tahu diary Elina gak?” tanya Hany dengan hati-hati. Setelah mendengar perkataan Hany, raut Misel berubah kaget. Misel bingung untuk apa Hany mencari diary Elina. Ia mulai berpikir yang aneh-aneh.
“Diary yang dijadiiin barang bukti sama polisi?”
“Bukan, Diary satunya lagi yang isinya tulisan dia sehari-hari, ” balas Hany.
Misel tampak gugup. Selama ini ia dan Irsyad juga mencari diary itu dan belum ketemu.
“Memang buat apa kak?”
“Aku mau baca tulisan yang pernah aku buat berdua sama Elina”
Misel bernafas lega, Ia kira Hany tahu sesuatu tentang diary itu.
“Bagaimana ya kak, aku gak tahu Diary itu ada dimana,” balas Misel
“Sama sekali?” Hany memancing agar Misel berkata jujur. Hany tidak percaya dengan Musel karena telag mengetahui perbuatan Misel selama ini. Apalagi dugaan Misel terlibat dalam kematian Elina. Siapa tahu Misel menyembunyikan semuanya.
“Iya Kak, semenjak Kak Elina gak ada mama buang semua barang Kak Elina dan aku gak tahu barangnya pada kemana,” ucap Misel dengan lancar. Ia memang tidak berbohon perihal ini. Martika diam-diam membuang semua barang Elina ntah kemana. Misel sempat marah dengan sikap Martika yang aneh. Tapi menurut Martika semua itu demi kebaikan Misel. Ia tidak mau Misel terus menerus teringat dengan Kakaknya. Mereka harus melupakan kejadian tragis kematian Elina.
Hany merasa aneh dengan tingkah laku Martika. Ia juga baru tahu kalau semua barang miliki Elina dibuang begitu saja. Seorang ibu dengan mudahnya membuang semua barang milik anaknya sendiri. Apa dia tidak ingin mengenang Elina sedikitpun.
“Kak, kalau gak ada lagi aku mau lanjut istirahat. Kepalaku pusing banget,” sambar Misel menyadarkan Hany yang larut dalam lamunan.
“Oh iya, cepat sembuh ya Sel,” ucap Hany sambil mengusap pundak Misel. Kemudian Misel menutup pagar dan masuk ke dalam rumah dengan jalan yang masih sempoyongan. Hany pergi darisana menuju warung dekat rumah Elina. Ia ingin mengabarkan informasi penting tadi kepada Reza.
***
Setelah masuk ke dalam rumah, Misel langsung mengintip keberadaan Hany dari balik jendela. Ia bersyukur Hany percaya dengan semua sandiwaranya. Awalnya, Misel sangat bingung mengapa Hany tiba-tiba ada ada di depan rumahnya setelah Misel dan Irsyad baru saja pulang jalan-jalan.
Tapi untungnya mereka tidak ketahuan. Walaupun seperti itu, Misel menaruh kecurigaan kepada Hany. Ia berpikir mungkin saja orang yang kemarin mengirimkannya surat adalah Hany. Hal itu berarti Hany sudah mengetahui apa yang telah dilakukannya selama ini bersama Irsyad terhadap Elina. Misel benar-benar tenggelam dengan rasa ketakutan dan pikiran buruknya.
Saat Misel memastikan Hany sudah tidak ada. Ia langsung berjalan ke kamarnya. Jalannya sedikit pincang dan tampak sempoyongan akibat perbuatan Irsyad kemarin di kosan. Misel merebahkan diri di kasur dan mengambil ponsel untuk mengabari Irsyad tentang kejadian ini. Lalu mencoba memejamkan mata untuk istirahat.
“Kak maafin Misel ya” Misel bermonolog, tak sadar air matanya jatuh mengalir di pipi.
***
Sekitar pukul tujuh malam,Reza mengajak Hany untuk pergi makan di dekat kampus. Hany setuju karena ia habis pulang rapat unit kegiatan mahasiswa, ditambah semenjak kejadian tadi siang mereka berdua belum saling bertukar informasi. Hany ingin segera mengetahui apa yang telah di dapatkan oleh Reza begitupun dengan Reza.
“Gila! Gue yakin mamanya Elina kaya begitu buat ngilangin jejak,” ucap Reza dengan suara ang cukup keras setelah mendengarkan apa saja yang Hany dapat tadi siang. Refleks, Hany meletakkan jari telunjuknya di dekat bibir Reza agar suaranya dapat terkontrol.
“Maaf gue kelepasan,” balas Reza mencoba tenang kembali.
“Lu ada benernya juga si Kak. Kalau dipikir-pikir buat apa juga buang semua barang anaknya sendiri.” Hany sepaham dengan pikiran Reza.
“Pokoknya kita harus lebih sering ngintai mereka termasuk Misel sama Irsyad,” timpal Hany lagi. Ia tidak bisa menghiraukan tingkah aneh Misel dan Irsyad. Menurutnya sekarang ada empat tersangka utama yang menyebabkan Elina mati. Walaupun rasanya tidak masuk akal jika gadis berumur 15 tahun seperti Misel tega membunuh kakak kandungnya sendiri.
Reza memasang wajh serius, ia juga setuju denagan ucapan Hany.
“Btw tadi lu dapet apa dari Irsyad?” tanya Hany
Sebelum menjelaskan semuanya, Reza meneguk teh manis yang ada di depannya. Ini akan jadi cerita yang panjang dan memuaakkan. Namun baru juga Reza melempar kata-kata, dari arah samping ada seseorang yang menyapa mereka.
“Hai Za,”ucap Gisel sambil tersenyum manis.
****