One Step Closer

1136 Kata
Elina sedang berada di cafe dekat kampus. Selama 3 tahun Elina kuliah, Ia baru tahu tempat ini dari Jeno.  Sejak kejadian mual-mualnya, Jeno tidak meninggalkan Elina. Ia malah mengajaknya kesini dan membelikan makanan. Awalnya Elina menolak tapi Jeno terus memaksanya. Elina menghela nafas setelah menelan sesuap pasta. "Kenapa Lin? masih mual?" tanya Jeno yang sangat peka melihat Elina mengembungkan pipinya seperti sedang menahan sesuatu. "Gak kok cuman enek aja waktu ngunyah," balas Elina sambil mencoba biasa saja agar Jeno tidak khawatir. "Mau pesen yang lain?" Hany menggelengkan kepalanya. "Yaudah, setidaknya lu harus makan ya Lin satu suap dua suap yang penting perut lu keisi," ucap Jeno. Elina juga ingin makan agar badannya tidak sakit. Tapi tidak bisa, selain perutnya yang mual. Indra penciumannya juga menjadi sangat sensitif. "Mau coba makanan gue?" tanya Jeno sambil menyodorkan piringnya.  Ia memesan nasi goreng cumi. Terlihat enak tapi tetap saja Elina ingin muntah. "Gak usah, cukup kok makan ini," balas Elina sambil menyuapkan kembali makanannya. Elina melihat ke arah sekitar, ia mencoba mencari kamar mandi. Lalu ia menemukannya di pojok ruangan. "Aku kamar mandi dulu ya Jen," ucapnya sambil menutup mulut. Jeno tahu Elina merasakan mual kembali.  Ia bertanya namun Elina tidak menggubrisnya. Ia lari terbirit-b***t menuju kamar mandi. "Lin lu gapapa?" tanya Jeno diluar pintu dan tidak ada jawaban dari Elina. Selang beberapa menit, Elina keluar dengan mulut yang basah karena habis ia cuci. Ia lelah merasakan ini semua. "Jen, gue pulang aja ya ke kosan," ucap Elina memilih untuk istirahat. "Yaudah gue anterin," balas Jeno "Gak usah makanan lu 'kan belum habis," ucap Elina yang tidak enak hati. Padahal semua makanan dan minuman yang ada dimeja adalah pembelian Jeno. "Gapapa. Kita bungkus aja ya makanannya,nanti lu bisa lanjut makan di kosan," ucap Jeno. Jeno begitu baik hati walaupun baru kenal dengan Elina atau mungkin Elina salah. Semua orang akan baik hati pada awalnya dan berubah menjadi orang tak dikenal saat lebih dekat dengan kita. *** Seorang lelaki berbadan tambun berdiri di depan pagar kosan Elina. Saat melihatnya firasat Elina jadi tidak enak. Ia turun lalu mengucapkan terima kasih kepada Jeno. Jeno tidak langsung pergi dari sana. Ia ingin memastikan Elina masuk ke kosannya dulu. Baru saja Elina menyentuh pagar, lelaki itu mencegahnya. “Kamu Elina ‘kan?” Elina bingung dengan lelaki yang ada dihadapannya. Ia coba untuk mengingat siapa orang itu, tapi ia tidak dapat mengenalinya. “”Iya. Maaf Anda siapa?”tanya Elina dengan sopan. “Saya disuruh kesini sama Martika, Martika ibu kamu ‘kan?” Melihat Elina yang tampak gelisah, Jeno yang sedari tadi memantau dari jauh langsung mendekat. “Ada urusan apa ya pak?” tanya Elina. “Nagih utang,” balasnya sambil mengeluarkan suatu kertas dari kantung bajunya. Elina membacanya, ia melihat tanggal yang jatuh temponya pada hari ini. Nominalnya tidak terlalu besar tapi apakah hutang ini berbeda dengan hutang Martika sebelumnya. Elina menghela nafas. “Pak saya ke dalam dulu buat ambil uangnya.” Elina bergegas ke dalam kosan dan mengambil beberapa lembar uang seratusan. Ia lihat dompetnya tinggal ada 4 lembar seratusan, padahal tanggal gajiannya masih lama. “Kalau boleh saya tahu, hutang mama saya berapa pak?” “Ini kamu lihat saja disini 450.000 selama satu tahun,” katanya sambil menerima uang Elina dan mengeceknya. “Dia kenapa ngutang ya Pak?” tanya Elina. “Loh... kamu tanya saja sama mama kamu,” balasnya lalu bergegas pergi. Elina hanya menatap kepergian orang itu dengan mata yang sedih. Mungkin bulan-bulan berikutnya orang itu akan datang lagi ke kosannya. “Lin ... ” panggil Jeno “Kenapa Jen?” “Lu gapapa ‘kan?” Elina mengangguk sambil tersenyum walaupun hatiny sedang sakit. “Sekali lagi makasih ya Jen buat hari ini yang tadi gak usah dipikirin itu urusan gue sama mama gue. Maaf banget kalau buat lu jadi kurang nyaman,” kata Elina panjang lebar. “Gak kok, namanya juga manusia pasti ada masalah ‘kan.” Kata-kata bijak itu keluar dari mulut Jeno. “Gue masuk dulu ya,” balas Elina. “Eh bentar Lin. Gue boleh minta nomor hp lu gak?” Elina berpikir sejenak, sejujurnya ia tidak mau berteman dengan Jeno. Cukup hari ini dan menganggap semuanya hanya kebetulan. Tapi ia tidak enak hati, akhirnya Elina memberikan nomornya. Setelah itu Elina masuk ke kosan. Berbaring di kasur single miliknya. Meratapi nasibnya yang menyedihkan. Ia jadi teringat Misel. Kemarin ia hanya melihat Misel membaca pesannya. Elina juga sudah melakukan penyelidikan melalui sosial media Misel dan menemukan i********: Irsyad. Ia memberi beberapa pesan tapi belum di balas sampai saat ini. Elina berencana untuk pulang nanti sore. Sekalian menanyaka masalah hutang Martika dan mengapa orang itu menagihnya dari Elina. *** Setelah pulang sekolah Misel segera masuk ke kamar untuk  mengecek luka lebam di sekitar perut bagian bawah. Terdapat lebam yang cukup besar di sana. Ia coba kompres menggunakan air hangat. Selain itu ia mengecek lebam di lengan atasnya. Semua luka ini karena kemarahan Irsyad. Terkadang Misel tersadar bahwa tindakannya ini begitu bodoh. Tiba-tiba ia mendengar suara pagar terbuka. Misel panik dan menutupi lukanya dengan pakaian. Baskom yang berisi air hangat ia masukkan kedalam ranjang. Setelah itu Misel segera pergi ke ruang tamu untuk melihat siapa yang datang. Baru juga ia keluar dari kamar. Misel bertemu Elina. Suasana diantara menjadi sangat canggung. Tadinya Elina ingin menanyakan semua kejadian kemarin lusa. Tapi perutnya mual karena habisa naik transjakarta. Elina melewati Misel begitu saja. Seolah-olah memberikan silent treatment kepadanya. “Kak,” panggil Misel yang tahu jika Elina sangat marah kepadanya. “Maafin Misel Kak. Aku bener-bener minta maaf. Kakak tahu ‘kan pacaran itu gak salah. Toh, Kakak juga pacaran sama Kak Reza,” timpal Misel membela dirinya sendiri. Elina tidak menggubris ucapan Misel. Ia tidak punya energi untuk berdebat sekarang. “KAK JANGAN DIEMIN AKU KAYA GINI DONG!” Misel tak sengaja berteriak. Teriakannya sukses membuat Elina berbalik ke arahnya. Ia kesal, Misel merasa bersalah tapi cara meminta maafnya salah. “Kamu mau apa si Sel?” “Aku mau Kakak gak diemin aku. Aku mau Kakak gak usah ngatur hubungan aku sama Irsyad,” ucap Misel dengan suara cukup tinggi. “Kamu tahu gak si bohong itu salah? Terus kenapa gak balas chat kakak?” “Karena aku tahu kalau aku jujur pasti Kaka larang aku pacaran sama Irsyad,” balas Misel menggebu-gebu. Elina bingung sendiri menagapa Misel jadi begitu emosional dibandingkan dirinya. “Terserah, Kakak gak bakal ngurusin kamu lagi,” bala Elina lalu melangkah pergi. Sejujurnya ia masih ingin menanyakan sesuatu kepada adiknya tapi perutnya ingin mengeluarkan semua yang ada didalam. “KAK! KALAU BEGITU GAK USAH SEGALA DM IRSYAD BUAT NGEJAUHIN AKU!” Misel tahu tentang DM itu.  DM itu membuat rsyad sangat marah. Elina menghela nafas panjang, ia memegang knop pintu kamarnya dan masuk tanpa memperdulikan Misel. Ia ingin mengurusi hidupnya sendiri terlebih dahulu ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN