Bertemunya Amanda Dan Edward

1053 Kata
“Loh? Kau kenapa masih di sini?” tanya Marsha yang ternyata ia ikut ke rumah Marsha tanpa izin dari Marsha lebih dahulu. “Mau tidur.” “Kau ini! Bukankah kau harus menemui Edward?!” tanyanya dengan nada seperti orang yang putus asa. Karena bagaimanapun juga, keputusan yang awalnya sangat ia yakini malah dia sendiri yang seperti tidak mau dan enggan ia lakukan. “Aku masih memikirkan nasib ibuku. Bagaimanapun juga, tidak seharusnya aku mau tapi ibuku keberatan akan hal ini.” “Jadi, kau melampiaskannya ke sini?” tanya Marsha masih tak terima. Grace hanya mengangguk. Ia bukan mau lari dari masalah tapi dia belum siap bertemu. Seperti banyak orang ketahui, Edward sudah sosok yang berbahaya untuk ia tantang keinginannya. Namun, untuk saat ini, Grace benar-benar tidak bisa. Ia masih sayang pada ibunya dan tak tega untuk menjadi beban pikiran ibunya. “Aku hanya numpag sehari saja.” “Iya. Aku tahu. Tapi, bisakah kau tahu tempat? Aku benar-benar capek kalau sampai berurusan dengan Edward dan anak buahnya yang lain. Apa kabar dengan tanggapan ayahku nanti?” tanya Marsha mulai resah. Bukan apa-apa, semua yang berhubungan dengan Edward thomas atau sengaja bekerja sama dengan orang yang dicari oleh Thomas family. Dia masih mau hidup dengan tenang dan tak mau bersikap seolah menantang dirinya. “Kau tenang saja. Nanti malam aku pulang.” “Tapi-“ “Sha, please! Kali ini saja. Aku tidak tahu harus kabur ke mana lagi setelah ini.” “Tapi bagaimana kalau kita ketahuan di sini? Apakah kita harus diam saja di sini?” tanya Marsha mulai overthinking dan berpikir besok mereka hidup tak akan setenang ini. “Kita tinggal bilang kalau kita tidak kabur, kita hanya butuh waktu.” “Itu sama saja kita membodoh-bodohi mereka bodoh!” umpat Marsha kesal. Bisa-bisanya Grace masih bisa bercanda sedangkan hidup keduanya seolah masih berada di antara dua jurang. “Tapi kan kita bisa bela diri. Jangan terlalu munafik untuk ini, Sha!” *** “Amanda?” Edward membatin ketika melihat seorang gadis dengan dress warna maroon berdiri di depan resepsionis kantornya. Edward baru saja akan pergi meeting hari ini dan dia akan pergi sendirian. Bukan, setelah meeting ia harus bertemu dengan Grace dan mencari keberadaan gadis itu. Grace tiba-tiba saja mematikan ponselnya hingga membuat dia tidak tahu ke mana Grace pergi, tidak bisa melacak keberadaannya dan orang-orang suruhannya tiba-tiba tidak ada yang berhasil menemukan gadisnya. Dengan langkah gontai terkesan santai, Edward menghampiri Amanda yang masih berdiri dengan satu tangannya memegang rantang. “Amanda!” panggil Edward membuat gadis itu menoleh. Lalu ia tersenyum ke arah Edward yang satu dua langkah lagi sampai ke hadapannya. “Kupikir kau lupa padaku.” “Ah, tidak mungkin.” “Kau mau ke mana? Aku baru saja bertanya ke resepsionis ruanganmu.” “Mau apa ke ruanganku? Kau kan bisa ke rumah atau bertemu denganku di luar kantor.” Edward melirik ke sekitar sekilas. Iya, dia melihat banyak mata yang menatap interaksi mereka berdua. Seolah tengah penasaran apa yang tengah mereka bicarakan, ada hubungan apa di antara mereka bahkan yang lebih lagi. “Aku ingin bertemu denganmu. Tiga tahun terakhir, kita tak pernah bertemu kan?” tanya Amanda. “Aku memang sengaja pulang padahal belum waktunya pulang.” “Ya, tak masalah. Selagi kau masih belajar dan menyelesaikan semuanya, kau tetap menjadi kebanggaan seorang Edward.” Edward mengacak-acak rambut milik Amanda membuat gadis itu terkekeh pelan. “Kau sendiri mau ke mana?” tanya Amanda. “Tumben jam segini sudah mau pergi.” “Kau memangnya tahu kapan aku pergi dan menetap di kantor?” tanya balik Edward pada Amanda dan dijawab dengan gelengan kepala oleh gadis itu. Amanda dan Edward memang sering bersama beberapa tahun yang lalu. Bahkan Diandra sempat mengaku jika ia suka dengan kepribadian Amanda. Tapi, Edward sejak dulu memang adalah orang yang tak suka di kelang oleh kedua orang tuanya. Mau atau tidak, orang tuanya harus menjadikan Edward seorang anak yang memiliki pilihannya sendiri. “Tidak. Aku tidak tahu. Hanya saja, aku sering menelfonmu saat jam-jam seperti ini.” Keduanya berjalan keluar dari kantor hingga berhenti di depan lobi di mana asistennya sudah ada di sini. ‘Apakah dia adalah gadis yang beruntung mendapatkan hati Mr. Edward?’ ‘Beruntung sekali dia.’ ‘Dia juga sepertinya cocok dengan Mr. Edward!’ ‘Sudahlah, kita doakan saja semoga bukan dia yang memenangkan hati seorang Mr. Edward.’ Edward maupun Amanda mendengar perkataan mereka. Namun mereka sama-sama diam saja dan bersikap seolah mereka tidak tahu apa-apa. “Apa itu?” tanya Edward ketika melihat tangan Amanda yang satunya memegang sebuah rantang. “Ini?” Amanda menunjukkan rantang itu di depan Edward. “Makanan buat makan siangmu.” “Aku sedang sibuk. Mungkin nanti malam atau nanti sore saja habis meeting itu aku makan. Terima kasih sebelumnya. Kau kasihkan saja pada resepsionis dan suruh antar ke ruanganku.” Amanda mengangguk. Setidaknya dia lega ketika Edward menerima rantang isi makanan ini. Daripada di tolak seperti dulu, mungkin saja Edward sudah berubah dan menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Amanda akhirnya kembali berjalan ke dalam kantor dengan Edward sudah masuk ke dalam mobil yang sejak tadi sudah di bukakan pintu oleh pengawal-pengawalnya. “Baik, Mbak. Saya akan meletakkannya di ruangan Mr. Edward. Terima kasih.” Amanda mengangguk. Lalu ia pergi namun masih dengan mendengar tiap ucapan yang dilontarkan oleh seorang bahkan beberapa orang di kantor ini tentangnya dan Edward. Kalau Edward tahu, mungkin saja mereka tidak akan berani seperti ini. Ah, memang sepertinya kalau ada teman atau kerabat Edward kesini, pasti sudah diomongi seperti ini. Seolah Edward seakan tak pernah memiliki teman sama sekali. ‘Cantik sih. Tapi masa iya, Mr. Edward suka dengan wanita karir seperti dia?’ Wanita karir tidak disukai oleh Edward? Ah, itu sebuah pembohongan. Edward tidak melihat wanita dengan dia seorang publik figur, wanita karir, bahkan Edward juga tidak pernah menolak wanita hanya karena dia terlalu independen. Edward seseorang yang menurut Amanda kalau wanita itu memilikinya pasti akan sangat merasa beruntung. Dia tidak pernah menuntut apa-apa bahkan Edward terkesan cuek namun di dalamnya kepedulian dan perhatian yang begitu luar biasa. Tidak akan ada yang bisa menandingi dia kan? Setelah ia menemukan taksi, Amanda masuk ke dalam mobil berwarna biru itu dan saat itu pula ia dikejutkan dengan sebuah pesan. Edward T: Nanti malam, akan kuperkenalkan kau dengan seseorang. •••
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN