Just The Two of us

1079 Kata
    “Dean…” tatapan mata Jihan yang berubah sendu membuat Dean semakin menelan ludahnya kasar.     “Lo pasti pikirannya beda kan?” ujar Dean masih terlihat kalem padahal aslinya pikirannya udah panik. Banyak hal bertentangan di hati dan pikirannya. Di satu sisi, Dean tahu Jihan itu milik Bagas, tapi di sisi lain Dean pengen banget menaruh kepalanya di pangkuan Jihan saat mereka menonton film seperti ini, dan pasti Jihan akan menamparnya karena kurang ajar.     “Ha? Ap-apa? Gue…” Jihan memaki dalam hati memperlihatkan dirinya yang terpengaruh oleh d******i Dean. Padahal dia sendiri yang datang mendekat. Jihan terlalu dekat dengan bermain api.     “Misal aja nih, gue saking sebelnya sama lo, gue mutilasi lo kan bisa? Emang apa yang ada di pikiran lo kalau cowok dan cewek hanya berduaan? Makanya gue nggak mau tanggung jawab kalau lo sampai gue mutilasi dan buang ke kali Code.”     Jihan berkedip berkali-kali mendengar penjelasan Dean. Mengangguk kecil merasa penjelasan Dean masuk akal. Lalu kenapa dirinya jadi merasa deg-deg an sih? Kupu-kupu di perutnya langsung ambyar, bertebangan hingga membuat Jihan mulas. Dean sendiri melihat kedipan mata Jihan merasa gerakan itu membuat wajah Jihan berubah sangat imut, tangannya ingin naik ke atas dan menekan pipi Jihan serta mencium kedua pipinya dengan gemas.     Dean langsung menggelengkan kepalanya cepat, mengusir keinginan spontannya. Lagi-lagi Jihan memundurkan tubuhnya tanpa memindahkan tempat duduknya.     “Lo kenapa? Kesurupan?” tanya Jihan mulai ketakutan. Apalagi tadi Dean membicarakan tentang mutilasi dan juga mereka sedang menonton film yang banyak darahnya.     Jangan-jangan habis ini gue dibunuh beneran dengan alasan kesurupan pas nonton Squid Games     “Lo bisa minggirin badan lo balik ke posisi lo semula nggak?”     “Nggak mau!”     “Sana, ah!”     Dean berusaha mendorong badan Jihan tapi Jihan bersikukuh tidak mau menyingkirkan badannya, meski sempat oleng dan terjatuh di sofa, Jihan berhasil berpegangan ke jumper Dean dengan semakin beringsut mendekati badan Dean.     “Gue takut nonton itu!” tunjuk Jihan ke layar kaca televisi. Adegan dalam episode tersebut memang menegangkan tapi sebenarnya bukan menakutkan. Saat dimana para peserta Squid Games harus mengikis permen dengan bentuk sempurna tanpa membuatnya pecah atau berantakan.     “Alasan aja lo, bilang aja mau meluk gue,” kesal Dean. Berharap Jihan tidak akan menyenderkan kepalanya ke d**a Dean atau Jihan akan tahu betapa degub jantung cowok itu sama berantakannya dengan pikirannya.     “Lo itu kan dah punya cowok, masak nempelnya sama cowok lain?” tambah Dean agar gadis itu segera memutuskan untuk duduk kembali ke tempat duduknya. Tapi Jihan malah menengadahkan mukanya menatap wajah Dean langsung.     “Maksud lo, cowok yang udah tidur sama temen gue sendiri tapi juga macarin gue serta mungkin puluhan orang yang gue nggak tau?”     Dean terdiam, nada suara Jihan yang sarat dengan kesedihan dan sarkasme dalam setiap penekanan katanya memang membuat orang jadi berpikir.     “Gue nggak punya cowok sekarang, gue dah mutusin sejak gue lihat kebersamaannya dengan Tissa. Gue nggak nyalahin siapa-siapa kok. Emang gue aja yang buta. Tapi nyesek sih, cowok pertama gue itu playboy abis.” Jihan lalu memfokuskan diri kembali melihat film. Dean pelan-pelan merangkulkan lengannya ke pundak Jihan. Tidak ada penolakan, tidak ada juga keinginan lebih dari itu. Jihan tersenyum kecil, yang dilakukan oleh Dean benar-benar membuatnya aman dan nyaman.     “Gue kadang bertanya-tanya, gue cinta nggak sih sama Bagas?” tanya Jihan lebih pada dirinya sendiri namun Dean bisa mendengar itu. Mata mereka masih fokus pada adegan demi adegan di film sedang pikiran mereka sama sama saling memikirkan hal lain.     “Ya, cinta kan? Nyatanya kalian pacaran.”     “Tapi rasa cinta gue nggak sebesar keinginan gue buat ngasih tau ke Bagas langsung kalau apa yang dia lakuin itu nyakitin perasaan gue. Gue memilih diam dan membiarkan rasa itu memudar dengan cepat. Bukannya kalau cinta harusnya ada perjuangan dan pengorbanan ya?”     “Gue takutnya gue sedari awal ngefans aja sama doi,” bisik Jihan. Dean masih memilih tidak menanggapi lebih jauh. Biarlah Jihan memilah perasaannya sendiri dan memilih berdasarkan hatinya bukan karena pengaruh kata-kata Dean.     Mereka masih asyik dengan posisi yang sama dan menonton hingga sekarang episode 4. Sesekali Jihan bersembunyi di balik lengan Dean karena adegannya mulai menyeramkan. Dalam adegan itu, mereka saling membunuh ketika kondisi lampu mati. Saat Jihan tersentak kecil karena ngilu melihat darah, Dean mengelus kepala Jihan pelan dengan tangannya yang bebas.     Hingga akhirnya terdengar suara desahan!     “Loh! Loh! Kok ada ena-enanya!” seru Jihan panik.     “Ya mana gue tahu, gue juga baru nonton ini, kok.”     “Dean! Remote! Mana remote?”     Dan suara desahan itu semakin terdengar memperlihatkan dua orang yang sedang ena di dalam toilet. Jihan panik mencari remote serta Dean ikut membantu meski sebenarnya dia biasa saja hingga…     “Assalamualaikum!”     “Mamah!”     “Bunda!” teriak Jihan dan Dean berbarengan, kepanikan mulai melanda hingga akhirnya Dean langsung mematikan tv secara manual. Begitu tv dimatikan mereka berdua menoleh pas dengan kedatangan Bunda dan ibunya Dean. Berempat saling berpandangan. Jihan meringis, sedang Dean masih melemparkan senyumnya ke ibunya.     “Capek, Ma?” tanya Dean ketika melihat beberapa bungkusan bertengger di tangan Bunda dan mamanya.     “Kayaknya tadi Mamah denger ada suara aneh menggema. Kirain kalian ngapain gitu,” ujar Muti lalu menurunkan tas dan belanjaannya. Bunda juga ikut menaruh belanjaan di lantai dan memandang anaknya.     “Muka kamu kok merah nak?” tanya Bunda. Jihan langsung memegang mukanya refleks dan terlihat panik. Dean malah tertawa kecil menyadari kepolosan Jihan yang seperti habis ke-gep melakukan hal yang secara moral itu salah. Bukannya hal biasa ya jika dalam film ber rate 18 plus ada adegan-adegan yang seharusnya para dewasa sudah tahu itu. Dean mengedikkan bahunya ke ibu dan bunda serta tersenyum kecil.     “Muka kamu kayak nggak suka gitu Bunda datang. Bunda ganggu waktu kalian berdua ya?” goda Bunda sengaja membuat wajah anaknya bertambah merah dan panas.     “Ha? Apaan sih, Bunda! Ngapain juga aku berduaan sama Dean?! Kita berbanyak kok! Ada tv, ada ku-kucing juga! Jadi kita nggak berduaan,” sahut Jihan cepat. Mereka semua tertawa kecuali Jihan yang masih bingung dengan situasi nggak enak ini. Baru sekali ini Jihan ke-gep nonton film dengan adegan dewasa di tv. Mana nontonnya sama anak cowok lagi!     “Dean, bantuin Mamah sama Bunda bawa belanjaan ya? Budhe masih ada perlu di luar. Tadi mumpung bisa jalan-jalan, Budhe mampir ke tempat temannya. Nanti bakalan dianter pulangnya.”     Dean mengangguk, Jihan masih juga membatu. Melihat Dean yang masih menertawakannya dengan mimik wajah cowok itu.     Siyalan. Awas lo ya? Aduh gue malah tambah deg-deg an kalau sama Dean  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN