“Apaan sih, serius banget,” tukas Bagas karena teman-temannya memperhatikan Bagas dan Jihan secara berbarengan.
Jihan mulai berkeringat dingin, kenapa juga Bagas berpendapat frontal seperti itu? Katanya bakal pelan-pelan ngasih tahu ke temen-temennya. Kalau seperti ini mereka akan curiga dan langsung bisa menebak saat ini juga.
“Bener juga sih yang dibilang Dean tapi yang dirasakan Bagas kan hal yang biasa kan? Jihan sama Bagas emang belum bisa saling suka. Jadi aman.”
Jihan mengerutkan kening, hendak ditanyakan maksud Kanaya bilang seperti itu tapi diurungkan niatnya. Yang dilakukannya hanya pura pura mengikuti arah pembicaraan mereka dan tersenyum seperti orang bodoh.
“Jadi main game nggak?” tanya Tissa memecah keheningan setelah itu.
“Jadi dong!” semangat Ikbal.
“Suit dulu, nyari pasangan. Mumpung pas nih berenam. Tiap pasangan, nanti ada satu volunteer yang megang kertas dibelakang yang nebak. Ayo cepetan sini!” ajak Kanya untuk langsung berkumpul dan mereka mulai suit. Setelah diwarnai dengan sedikit protes dan kecurangan akhirnya pasangan terbentuk. Kanaya dengan Tissa, Dean dengan Bagas dan Jihan dengan Ikbal.
“Siapa dulu nih? Eh tadi yang pertama ketemu pasangan Jihan dan Ikbal kan? Mereka mulai duluan.”
Jihan dan Iqbal memposisikan diri. Mereka saling berhadapan dan berjarak sekitar 1 meter. Jihan sebagai peraga dan Ikbal sebagai penebak. Di belakang Ikbal sudah ada Tissa yang memegangi kertas.
“Waktunya 5 menit ya, dalam 5 menit itu kalian bisa menebak berapa kata. Sudah siap? Bisa dimulai dari se-ka-rang!” teriak Kanaya memberikan aba-aba.
Kata yang pertama : Gorilla.
Jihan langsung menaruh tangannya satu di pinggang sembari menggaruk garuk dan satunya lagi di kepala melakukan hal yang sama. Kakinya agar dilebarkan dan melompat-lompat kecil.
“Ah! Gampang banget itu!” seru Dean gemas karena Ikbal malah seperti anak ayam kehilangan induknya, melongo dan tidak langsung menebak saat itu juga.
“Monyet?” tebak Ikbal kemudian mikir lagi karena Jihan menggeleng. Jihan menambah gerakan dengan memukuli dadanya pelan.
“Godzilla? eh apa itu?” ujar Ikbal frustasi karena teman-temannya tertawa. Sejak kapan monster bentuknya kayak dinosaurus jadi punya banyak bulu?
“Ikbal gitu aja nggak bisa nebak,” gerutu Jihan.
“Heran deh punya pacar nggak fast respon tuh gini ternyata,” keluh Kanaya membuat yang lain tertawa.
“Gorilla!” tebak Ikbal akhirnya. Kertas petunjuk langsung berganti ke kata berikutnya yaitu : Buaya.
“Ah gampang itu, tinggal tunjuk salah satunya aja,” ujar Kanaya menyemangati Jihan yang kebingungan memeragakan hewan melata itu. Akhirnya Jihan menunjuk ke Dean.
“Dean? Dean itu monyet!” teriak Ikbal kegirangan mengira dia bisa menebak yang dimaksud oleh Jihan. Jihan langsung menggeleng cepat dan terus menunjuk ke Dean.
“Eh dasar lo garanganwati! Salah gue apa ditunjuk kek gitu,” protes Dean yang mendapat tabokan tertawaan Kanaya dan Bagas.
“Garangan?” tanya Ikbal tapi Jihan tetap menggeleng dan meminta Ikbal menebak yang sejenis dengan garangan dalam makna lain.
“Oh! Buaya! Ya emang Dean buaya!”
Mereka semua langsung tertawa. Selanjutnya dalam 5 menit grup Jihan-Ikbal berhasil menebak 5 kata saja. Kemudian dilanjut grup Dean-Bagas.
“Awas lo kagak bisa nebak, gue sunat dua kali,” ancam Dean kepada Bagas yang dibalas dengan cengiran. Dean nggak mau wajahnya dipenuhi dengan bedak dan lipstick. Mana tadi bilangnya habis make harus pergi ke warung di area perumahan Kanaya. Gila aja, bro.
“Tenang aja, gue jago nebak.”
Kata yang harus mereka tebak adalah : burung.
Dean langsung menekuk lengannya dan mengepak-ngepakkannya dan tak lupa juga menunjuk bagian tengah tubuhnya.
“Burung!” tebak Bagas.
“Ya ampun, Dean. Bisa bisanya lo kepikiran gitu!” Yang lain langsung tertawa. Bahkan Jihan yang sedari tadi bersikap tegang juga akhirnya ikutan tertawa.
“Loh, ya kan bener. Gue salah apa dah.”
“Tuh kan gue jago nebak,” ujar Bagas berbangga diri.
Kemudian kata berikutnya : Gajah.
Dean lagi-lagi langsung menunjuk ke bagian tengahnya kemudian berkacak pinggang, dengan pose terbuka mulai menggoyangkan pinggulnya serong kanan serong kanan.
“Wuasu lo! Anjir, bisa-bisaan!” Ikbal tertawa sambil guling-gulingan ke lantai. Jihan saja sampai memegangi perutnya. Asli, Dean save her mood today. Bagas juga tertawa sebelum menebak, karena yakin tebakannya jitu.
“Gajah berbelalai panjang kan? Lo mau bilang punya lo panjang?!” teriak Bagas seperti tidak mau mengakui.
Dean mengacungkan jempolnya bangga.
“Otak kalian emang kebanyakan dipasang di bawah keknya,” tukas Jihan mulai mengusap air matanya akibat terlalu banyak tertawa.
Dan keseruan terus berlanjut sampai akhirnya grup dimenangkan oleh Dean dan Bagas. Kanaya dan Tissa harus menelan pil pahit karena hanya bisa menebak 4 kata saja. Alasannya, mereka ternyata keliru mengurutkan nama binatang yang mudah ditebak sampai ke yang sulit untuk ditebak. Lupa diacak oleh Kanaya dan Tissa sendiri.
Mereka saling mengoleskan lipstick dan bedak ke wajah Kanaya dan Tissa, tapi sepertinya kemujuran masih berada di tangan mereka berdua karena tiba-tiba hujan deras dan mereka tentu saja nggak bisa kemana-mana. Jihan mengabadikan kelakuan kedua temannya dan meng-uploadnya di IG dan juga aplikasi Tik Tok.
“Biar trending fyp -For Your Page- trus kalian jadi artis Tik Tok,” seloroh Jihan menghadapi protesnya Kanaya dan Tissa.
Selesai dengan games, masing masing mulai bersantai sembari menunggu hujan reda. Jihan melihat ke jam di pergelangan tangannya, sudah tiga jam terlalui dan pasti Bundanya akan cemas kalau dia tidak segera memberi kabar. Jihan duduk di tangga kedua kemudian mulai mengetikkan pesan untuk Bunda.
“Bisa lo jelasin nggak kenapa lo kayak ngehindar dari gue?” tanya Bagas mendatangi Jihan dan kini duduk di ujung tangga. Jihan melirik sejenak teman-temannya yang sibuk sendiri jauh dari mereka. Ada mungkin berjarak 5-6 meter dari posisi Jihan sekarang.
“Gue nggak ngehindari lo, tapi emang gue akuin, gue penasaran akan sesuatu. Makanya gue milih diem.
“Penasaran apa? Kenapa nggak lo tanyain ke gue langsung?”
Jihan memandang Bagas tidak percaya. Bagaimana dia bisa menanyakan langsung ke Bagas di depan teman-temannya mengenai siapa yang telpon Bagas. Justru teman-temannya akan langsung curiga. Bukannya dia diam malah lebih baik?
“Gas, ada mereka. Gue nggak bisa nanya lo langsung dong,” ujar Jihan pelan.
“Kan lo bisa chat gue kek, narik gue kemana gitu sebentar kek. Kayak sekarang gue nyamperin lo, mereka semua nggak ada yang curiga atau protes.”
Sekali lagi Jihan melirik ke belakang tubuh Bagas. Sepertinya omongan Bagas tidak berlaku karena kini ada 2 pasang mata sedang mengamati mereka. Yang satu mengamati dengan intens dan yang satu mengamati dengan penuh rasa ingin tahu.
“Hei, kita dah sepakat kan? Untuk nggak tergesa gesa memperlihatkan dan sekarang beberapa udah ada yang mulai peka.” Jihan tersenyum kecil agar Bagas tidak ikutan terbawa moodnya yang kini mulai kembali merasa tidak nyaman.
“Baru semalam dan gue udah berat buat nyembunyiin lo tentang perasaan gue, efek lo ngeri juga ya?” tukas Bagas membuat Jihan tersenyum dan menepuk lengan Bagas pelan.
“Harus bisa, Gas. Sok sana kembali bareng mereka. Gue harus hubungin nyokap. Nggak mantol gue. Dan jangan nawarin ngaterin gue di depan mereka,” ujar Jihan mewanti-wanti.
Bagas mengangguk pelan dan mulai beranjak meninggalkan Jihan. Jihan menatap punggung Bagas.
Sampai kapan mereka mau seperti ini?