Lara Hati

1121 Kata
"Bunda, ampun, ampun, maafin Jihan. Nggak lagi lagi, huaaa,” tangis Jihan pecah dan memohon ampun sama Bunda. Padahal Bunda diam, padahal orang orang yang disitu diam. Jihan masih sesenggukan. Dean menepuk jidatnya ketika memaksa dirinya melihat drama yang dibuat oleh Jihan. Ini anak satu kebanyakan nonton drama korea. Padahal saat datang tadi, Bunda langsung senang dan hendak memeluk anaknya tapi Jihan langsung bersimpuh, memeluk kaki ibunya dan menangis, memohon ampun. “Udah atuh, Han. Anaknya Bunda. Bunda nggak marah, kamu nggak mau ditonton sama tante Muti dan juga Budhe?” Seketika Jihan sadar dimana dia sekarang, dia rumah orang lain. Di rumah Dean. Jihan menelan ludah kasar. Kebiasaan kalau di rumah sendiri ngerayu Bunda suka malu-maluin akhirnya kebawa juga sampai ke tempat orang. Air matanyapun langsung diusap, Jihan langsung berdiri. “Maaf tante, Jihan bikin kegaduhan malam malam. Maaf sudah mengganggu waktu istirahat yang lain.” Tante Muti tersenyum, meski Jihan berbuat absurb, sepertinya punya anak perempuan itu menyenangkan juga. Dean belum pernah bersimpuh di kakinya, menangis dan memohon ampun. Paling banter, Dean malah nemplok di lemgannya kalau ada maunya. Misal minta PS seri terbaru. “Kamu tenangin diri, terus istirahat ya?” ujar Bunda menenangkan Jihan yang masih sesenggukan. Bunda tahu ini berat buat Jihan. Harus pergi dari rumah yang mereka tempati juga harus menghadapi persoalan pribadi anak muda. Jihan mengangguk, matanya melirik ke Budhe yang ikutan menggelengkan kepala. Jihan nyengir, dan mulai menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Jihan istirahat ya? Dean biar sekalian anter kamu ke kamar. Ayo mbak, mbak Mary. Kita istirahat lagi. Alhamdulillah Jihan sudah pulang,” sahut ibunya Dean. Semua yang disitu kemudian sepakat dan mulai kembali ke kamar masing-masing menyisakan Jihan dan Dean yang saling melihat. Seketika rasa malu menjalar di diri Jihan. Apa yang sudah dia lakukan tadi ya? Apa dia kebangetan tingkahnya sampai digendong Dean? “Tunggu apa lagi?” ketus Dean membuat Jihan berjengit kaget. Wajahnya langsung ditekuk, seingat Jihan tadi sikapnya lembut kenapa jadi galak lagi. “Nungguin lo balik ke kamar dulu. Gue paling belakangan saja, mau merenungi sikap gue yang bikin panik Bunda,” ujar Jihan sambil meminta Dean duluan dengan gerakan kedua tangannya mempersilahkan Dean. “Lo pikir cuman Bunda yang khawatir?”  “Oh iya, Budhe juga khawatir tadi. Tante Muti juga. Iya gue tahu gue salah. Tapi gue juga lagi patah hati, De,” lirih  Jihan.  “Siapa?” “Ya siapa lagi kalau...” “...yang tanya.” Dean langsung berbalik, meninggalkan Jihan yang menghentakkan kakinya di lantai. Bisa bisanya itu cowok malah ngusilin Jihan. Gadis itu pikir Dean mau menunjukkan keprihatinannya. Jihan kemudian mengikuti Dean yang mulai naik tangga menuju kamarnya. “Dean! Lo bisa nggak sih bersimpati dikit sama orang?!” “Sorry, provider gue bukan simpati. Tapi indocat, jadi nggak usah minta simpati dari gue.” “Gue lagi pertama ini liat orang selingkuh!” “Terus? Gue harus ikut nanggung rasa sedih lo? Gue kan sudah coba ngasih tahu. Kalau sekarang lo lagi patah hati, masalah buat gue?” Bukan masalah lagi, tapi guenya seneng akhirnya lo sadar kalau Bagas itu ngasih posisi lo di sisinya sebagai pilihan. “Ya, bukan sih,” bingung Jihan pada akhirnya. Mencari korelasi kesedihannya dengan ingin dihibur oleh Dean. Meski namanya bersedih pasti ingin ada yang menghibur. Lalu kenapa harus Dean yang menghibur? Oh iya! “Kan cuman lo yang tahu gue punya pacar namanya Bagas!” seru Jihan akhirnya tahu alasan yang pasti kenapa dia ingin dihibur oleh Dean. Dean yang sudah membuka kenop pintu kamarnya langsung terhenti dan menoleh ke Jihan. Salah satu sudut bibirnya terangkat. Laki-laki itu lalu bersidekap dan mulai menyenderkan badannya di pintu yang ditutupnya kembali. “Lo salah, hampir semua tahu lo punya hubungan sama Bagas. Lo saja yang buta. Jadi siapa yang lo lihat lagi jalan sama Bagas?” Kening Jihan berkerut, “semua? Hampir semua? Masak sih? Kayaknya pada nggak tahu. Lo ngasal. Nyatanya Tissa tanya gue. Karina juga tanya siapa pacar gue. Waktu gue cerita, nggak ada yang tanya dengan gamblang siapa nama pacar gue. Lagipula gue taunya bukan hanya jalan bareng tapi mereka pelukan! Sakit, De.” “Ya karena mereka tahu makanya mereka butuh mastiin, karena mereka tahu juga, mereka nggak mendesak lo buat kasih nama ke mereka. Paham? Lagian liat orang pelukan saja susahnya dah ngelebihin nggak pernah liat langit warnanya biru. Kaget. Wajar kan ya Bagas pelukan sama Karina.” “Ha? Karina? Siapa lagi Karina?” bingung Jihan, menatap Dean meminta jawaban. Dean memilih diam. Mendengar ada nama lain disebut, Jihan jadi bertanya-tanya berapa jumlah perempuan yang sudah ditipu seperti dirinya? “Trus siapa?” “Banyak ya yang kayak gue? Kena tipu?” lirih Jihan menyadari kebodohannya tidak mendengar nasihat dari orang orang terdekat. Bahkan Bunda aja juga ikut menyadarkan Jihan bahwa dirinya tidak menyukai Bagas. “Kena tipu? Cuma lo doang. Banyak kali jenis hubungan nggak cuman pelaku dan korban. Ada yang namanya consent. Lo tau ada yang namanya FWB. Friends with Benefit atau biar lebih jelas TTM. Teman tapi Menidurkan diri bersama. Do you get it?” Kayaknya bener kata Dean. Jihan kebanyakan tinggal di luar bumi. Jadi begitu banyak istilah yang membuatnya pusing, dia kaget. Begitu banyak hal yang diluar dugaan dia, dia kaget. Kayaknya kebanyakan tinggal di ‘hutan’ sama Bunda dan Budhe. Meski beberapa kali Jihan mendengar ada istilah tersebut dirinya terlalu masa bodoh dan tidak ambil pusing karena yakin hal itu nggak akan menimpa dirinya. Tapi dia salah. “Kalau gitu ajarin gue istilah istilah dalam pacaran dong. Biar gue nggak kena tipu,” bisik Jihan dengan muka memelasnya. “Kenapa harus gue?” “Karena lo orang yang paling gue percaya saat ini, De. Bahkan gue nggak bisa percaya sama temen temen gue. Lo tau siapa yang gue lihat pelukan mesra sama Bagas? Kalau lo sampai bilang temen temen gue tahu gue punya hubungan sama Bagas? Tissa, De. Tissa yang dipeluk sama Bagas. Dan gue nggak sengaja lihat.” Dean lalu terdiam. Jihan beneran polos banget sama kelakuan teman temannya. Dean nggak akan kaget, karena saat mereka pertama kali diajak Ikbal untuk bertemu dengan geng ceweknya, Bagas sudah main mata dengan Tissa. Little did he knows, mereka sempat FWB-an. Tapi hanya sebentar. Karena Bagas mulai ketahuan dengan Tissa dan kena marah cewek aslinya.  “Sok masuk kamar lo sana,” usir Dean memutar bahu Jihan agar dia pulang ke kamarnya. Jihan mendesah kecil. Hendak berjalan sendiri ke kamarnya ketika disadari ada lengan yang merangkulnya, mengantarnya sampai depan kamar. Rangkulan itu terlepas, dan Jihan menengadah memandang Dean. “Night, anak Bunda yang suka kagetan,” bisik Dean. Jihan mengangguk kecil hingga dirinya membeku saat ada sentuhan kecil di pipinya. Belum juga Jihan melihat, Dean langsung pergi. Did he just kiss my cheek?  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN