Daya Tarik Lembang

1584 Kata
Bisa dipastikan bagaimana reaksi Axel saat itu, ketika Bimo sampai di rumah neneknya, mamanya Ratih di bilangan Jalan Kopo Bandung. Axel mematung untuk beberapa saat, seolah tak percaya, laki-laki di depannya adalah Bimo. Laki-laki yang hilang dari kehidupannya selama 3 bulan ini. Ada sakit yang masih tertinggal, apalagi mengingat Bimo pergi demi Ira Gustira, perempuan yang sempat dibencinya karena merebut Om Bimo dari kehidupannya. Axel, tak lantas menyambut Bimo dengan suka cita, matanya penuh curiga dan menyelidik. Barangkali akan sampai padanya sebuah kabar mengejutkan. Kabar yang tidak ingin didengarnya. Dilihatnya Bimo malah merentangkan tangan siap merengkuhnya ke dalam pelukan. Bukan menyambut pelukan Bimo, Axel tampak kikuk dan berdiri serba salah. “Hey, tak kangen kah kamu sama, Om?” tanya Bimo kemudian, meski ragu akhirnya Axel jatuh ke dalam pelukan Bimo. “Apa kabar, Om?” Axel balik bertanya. Bukannya menjawab Bimo malah memperketat pelukannya membuat Axel sedikit sesak dan mencoba melepaskan pelukan Bimo. “Kau lihat Om? Om baik-baik saja, sayang.” Bimo menatap dalam mata Axel, mata itu sedikit kuyu dan tubuh Axel tampak kurusan. Axel memalingkan muka, menghindari tatapan Bimo yang penuh selidik. Dilemparkan pandangannya ke luar jendela. Hatinya berdegup. Menduga-duga. Ada apa yang membawa Om Bimo kembali ke Lembang. “Om kangen Lembang, Xel. Kamu tahu Om tak bisa meninggalkan Lembang dan keindahannya.” Bukan kata-kata seperti itu yang dia harapkan keluar dari mulut Om Bimo. Alih-alih mengatakan tentang kerinduan kepadanya malah membicarakan Lembang. Semua orang tahu Lembang adalah dataran tinggi yang sangat asri dengan udara yang sejuk pasti membuat betah. Pemandangan di sana sangat indah, apalagi perkebunannya. Daya tarik Lembang tentu banyak menyedot orang ke sana, beragrowisata adalah hal yang sangat menyenangkan bagi para wisatawan. “Kangen Lembang, Om?” sindir Axel. Bimo tersenyum mendapat sindiran dari Axel. “Tentu saja kangen sama kamu.” “Kirain lupa sama Axel.” “Masa lupa, ngaco kamu tuh.” “Katanya Om lagi persiapan nikah.“ Suara Axel terdengar agak bergetar. Bimo termangu untuk sejenak, mungkin Axel mendengar percakapan dirinya dan Daniel saat mereka teleponan. “Om tak jadi menikah.” Kabar gembira bagi Axel tentunya. Hampir Axel melompat kegirangan mendengarnya. Perasaannya seketika lega. Tiba-tiba Axel memeluk Bimo dengan erat. Bimo pun kaget melihat reaksi Axel yang agak berlebihan. “Ditunda sayang, entah sampai kapan. Mungkin nunggu sampai kamu menikah duluan. Beberapa tahun ke depan. Mudah-mudahan masih ada yang mau sama Om.” Axel menatap Bimo serius. “Yang penting sekarang, Om, sudah pulang.” Axel menatap Bimo penuh suka cita. “Balik ke Lembang. Yuk, telepon Ayah Daniel,” ajak Bimo dibalas anggukan kepala Axel. Tak lama Axel masuk ke dalam rumah. Bimo tertinggal di ruang tamu, melihat-lihat ke arah pekarangan yang luas. Tiba-tiba ia teringat seraut wajah, wajah Ratih yang ayu. “Pulang, Bim?” tanya mamah Ratih di ambang pintu. Bimo sempat terkejut sebelum akhirnya menyalami tangan perempuan itu dengan khikmad. "Iya Ma. Axel, Bimo bawa pulang ke Lembang, ya? Ayahnya juga dalam perjalanan pulang ke Lembang." Mamahnya Ratih mengangguk disusul Axel dari arah belakang punggungnya menghampiri mereka berdua. “Nin, Axel pulang, ya?” pinta Axel pada mama Ratih. Mamanya Ratih mengangguk. Bimo dan Axel pamit pulang. Mereka berdua keliling Bandung sebelum benar-benar pulang ke arah Lembang. Terlihat wajah Axel begitu ceria dan Bimo merasakan hilang beban. Beban yang selama ini membuatnya galau. Terbayang selalu wajah Axel yang murung dan tak b*******h. Semenjak itu Bimo berusaha selalu ada buat Axel, ia mengesampingkan apa pun keinginannya yang akan melukai perasaan Axel. *** "Hey, melamun lagi.” Suara Axel mengagetkannya. Bimo ternganga ketika disadarinya Bunda juga tengah menatapnya kesal. “Nih anak kenapa, kita sudah ngobrol ke mana-mana. Dari tadi bengong saja.” Bunda menimpali. Ingatan tentang Axel kecil telah membuat Bimo tak sadar mengabaikan Axel dan Bunda yang tengah asyik mengobrol. Entahlah, semenjak kemarin ketika Axel memintanya ikut serta ke Jakarta. Bimo sering kali melamun, mengingat-ingat kejadian waktu kecil Axel, kelucuannya, kenakalannya dan tentu kemanjaannya. "Om, melamun lagi, deh,“ teriak Axel kembali mengagetkan Bimo untuk yang kedua kalinya. Axel tersenyum, pikirannya lari ke hari di mana Bimo saat datang ketika Axel merasa putus asa dan kehilangan Bimo teramat. Saat itu Axel memutuskan untuk pergi dari rumah ke rumah keluarga dari Ibu, yang tinggal di pinggiran kota Bandung. Meski Axel punya keluarga besar di Bandung, saat kuliah malah memutuskan untuk indekos, tentu Axel berpikir dengan indekos akan lebih leluasa mengambil keputusan. Waktu itu Axel, mendengar percakapan Ayah Daniel dan Om Bimo di telepon. Tanpa sengaja, Axel menguping pembicaraan mereka. Dia mendengar ayahnya meminta Bimo untuk kembali ke Lembang. Yang terdengar malah omnya tengah mempersiapkan pesta pernikahannya dengan Ira Gustira. Axel menangis sejadi-jadinya di dalam kamar tanpa sepengetahuan Ayah Daniel. Dia merasa hancur. Bagaimana mungkin dia bisa dengan mudah menerima kabar berita tersebut? Saat omnya pergi, keadaannya sedang tidak baik-baik saja. Lalu, dia harus mendengar berita pernikahan itu? Axel tak kuasa menahan kesedihannya, dan keadaan Axel tentu membuat Ayah Daniel makin khawatir. Seharusnya Axel bisa bahagia untuk kebahagiaan omnya bukan? Tapi, Axel malah terpuruk dan hilang gairah. Berita itu tak hanya membuat Axel terluka, lebih dari itu Axel merasa dia tak punya kesempatan lagi bertemu dengan Bimo. Maka ketika Bimo muncul secara tiba-tiba di Bandung. Axel terkejut dan dia telah siap dengan berita kebahagiaan yang akan dibawa Bimo. Saat Bimo merentangkan tangannya untuk memeluk Axel, saat itu sebenarnya Axel sudah tidak kuat menahan air matanya untuk jatuh. Dia begitu rindu pada Om Bimo. Tapi, kabar tentang pernikahannya telah membuat Axel berusaha menjaga jarak, dia telah siap dengan berita buruk walaupun kenyataannya berita yang dibawanya malah sebaliknya. Axel begitu lega. “Hey, balik melamun, deh.” Bimo mengagetkan Axel. Axel tersenyum mendapat teriakan Bimo, sementara Bunda malah tersenyum melihat kelakuan Bimo dan Axel. Anak berdua itu tak pernah berubah. Selalu rame saling meledek. “Kali-kali kita ajak Bunda ke Lembang, ya, Om,” usul Axel di tengah percakapan. Bunda menatap Axel terkejut. Hal yang selalu diinginkannya, menginap untuk beberapa hari di Lembang tentu akan menyenangkan apalagi kalau bisa bertemu mamahnya Ratih atau mamahnya Daniel, sudah lama juga mereka tak bertemu. “Boleh juga tuh idenya, dengan senang hati, Axel. Nanti selain di Lembang, antar Bunda keliling Bandung, ya." “Siap, Bunda. Axel akan antar Bunda keliling Bandung. Pokoknya Axel jadi guide terbaik Bunda, deh.“ Bimo menatap Bunda dan Axel bergantian. Sepertinya, bundanya dan Axel akan jadi partner yang hebat dalam hal urusan remeh temeh seperti itu. “Yang terpenting sih, Xel. Ommu ini bisa jadi penyokong dananya, ya?” sindir Bunda. Bimo pura-pura tak mendengar, tentu hal itu membuat Axel juga Bunda gemas melihatnya. “Tenang, Bun. Nanti Axel minta Ayah Daniel buat potong jatahnya Om, ya?” goda Axel disambut gelak Bunda. “Terserah maunya tuan putri, deh sama Bunda Ratu, aku mah nyerah aja.” Bimo membalas ledekan Axel. “Widih, marah nih omnya. Enggaklah Om, mana berani Axel berbuat seperti itu. Kan? Axel selalu menurut sama Om, Axel ga mau bikin hati Om ga tenang. Axel selalu ingin menyenangkan Om.” Perkataan Axel membuat Bunda dan Bimo tertegun. Iya, selama ini Axel begitu sayang dan penurut padanya. Jauh sekali dengan sikap Axel pada Daniel. Komunikasi mereka tidak seintens komunikasi Bimo dengan Axel. Dia lebih terbuka kepada Bimo dari pada terhadap Daniel. Hal yang selalu disesali Bimo. Apa karena sifat Daniel yang tertutup? Kepada Axel sekalipun. Ada jarak yang sulit dieratkan. Sehingga Bimo melihat mereka terkadang seperti dua orang asing. Terkadang Bimo selalu serba salah jika posisinya ada di antara Axel dan Daniel, ia harus selalu bijaksana, menjaga perasaan mereka berdua. Pernah suatu hari mereka bertengkar hebat, pada saat itu masalah persisnya Bimo tidak mengetahui dengan jelas. Hanya saat itu Axel tengah protes dan berbicara dengan intonasi lebih tinggi, Daniel saat itu hanya menatap Axel tanpa berbuat apa-apa. Berhari-hari setelahnya Axel menutup diri, lebih banyak diam dalam kamar. Tentu hal seperti itu sangat membuat Bimo cemas, didekatinya Axel. Penolakan demi penolakan tak menyurutkan Bimo untuk terus mendekati Axel. Menjadi Ayah tak hanya harus didengar, tetapi juga harus mendengar. Ternyata, masalahnya hanya komunikasi yang kurang baik. Pada saat itu Axel merasa keinginannya tak pernah dipahami dengan baik oleh Daniel. Sementara Daniel dengan sifatnya yang kaku merasa apa yang disampaikannya adalah bentuk kasih sayang seorang ayah pada anaknya. Dan, Bimo sukses menjadi penengah di antara mereka. Apa yang menjadi keinginan Axel dan apa yang menjadi kekhawatiran Daniel sebagai ayah bisa dijembataninya dengan baik. Masalahnya pada saat itu, Axel minta ijin pada Daniel untuk mencoba motor trail miliknya. Mengendarai motor jenis trail ini tentu membuat Daniel sangat khawatir. Ia takut Axel celaka. Tapi, penolakan Daniel diartikan lain oleh Axel. Axel merasa ayahnya terlalu mengekang. Bimo meyakinkan Daniel bahwa Axel punya kemampuan untuk mengendarai motor trail miliknya, sementara kepada Axel Bimo menyampaikan bahwa penolakan Daniel bukan bentuk pengekangan, tetapi bentuk cinta. Ayah Daniel pernah kehilangan orang yang paling dicintainya ada rasa trauma yang tak dimengerti oleh Axel, tentu rasa kehilangan itu tidak mau terjadi pula kepada Axel. Hal-hal seperti itu sering terjadi. Axel akan merajuk pada Bimo saat dirinya tak berkutik menghadapi Ayah Daniel yang kaku. Dan selalu Bimo menjadi penyelamat bagi Axel. Dibimbingnya Axel dalam mengendarai motor trail, apalagi jalan di sekitar perkebunan agak terjal dan memerlukan konsentrasi. Semakin mahir Axel mengendarai motornya, semakin tipis peluang untuk celaka. Tapi, namanya di jalan. Hal terburuk bisa saja terjadi, di luar kontrol, atau apa yang disebut hari naas. Meski Bimo telah berusaha menjaga Axel sekuat tenaga. Apa yang dikhawatirkan Daniel terjadi Bimolah orang pertama yang menjadi sasaran kemarahan Daniel. Pada saat itu selain rasa bersalah, Bimo adalah orang paling terpukul. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN