chapter 1
Maaf kalau nemu TYPO
3 Januari 201*
05:30 PM, Florida
Hujan salju kembali meyelimuti jalan Florida, semuanya terlihat putih dan dingin. Renata mendengus kesal hanya karna salju menutupi jalan dia tidak bisa memesan taksi untuk pulang.
Dia kembali melipat tangannya yang hampir membeku. Dengan bergegas dia masuk ke dalam sebuah rumah, dilihatnya ssebuah mobil hitam mewah yang sedikit sudah di timbun salju terpakir di halaman rumahnya.
"Sanne, siapa yang datang?" Tanya Renata pada seorang wanita paruh baya.
"Dia tamu besarnya tuan, nona sebaiknya anda masuk nanti anda kedinginan." Jawabnya sembari dia mendekati Renata dan menyuruhnya lekas masuk karna suhu udara semakin dingin.
Renata tersenyum dan masuk kedalam, dia melihat kakaknya berbicara dengan seseorang. Entah apa yang di bicarakan yang pasti kakaknya, Arjan menandatangani sebuah surat.
Tidak sengaja dia mendengarnya, seketika itu matanya melotot dan mendengus sangat kasal. Dengan emosi Renata menghampiri mereka.
"TIDAK!" Gertaknya, sontak mereka terkejut dan berdiri menghadap Renata
"Renata." Panggil Arjan
"Kakak menjual aku hanya... hanya untuk sebuah jabatan dan materi. Kau kakak macam apa yang menjual Adiknya sendiri ke tangan lelaki b******k seperti dia." Ucapnya kesal
"Kau tidak di jual nona, kau hanya akan menikah dengannya-"
"DIAM! Apapun itu. aku merasa aku di jual, sekarang kau pergi dan bilang padanya aku MENOLAK." Potong Renata.
"Baiklah nona aku akan bilang jika anda menerima pernikahan ini. Saya permisi." Ucapnya dan langsung pergi
Dia masih menatap Arjan dengan emosi yang sudah menguasai dirinya, "Kak Arjan kau akan tetap melanjutkan ini atau kau akan melihat aku mati di depan matamu."
"Ren. Dengarkan kak-." Ujarnya namun Renata langsung masuk ke kamarnya.
"REN RENATA RENATA!"
Arjan mengejarnya sampai ke kamar. Renata sedang mencoba mengambil pisau kecil dan di taruhnya ke leher. Arjan terkejut dan mencoba menyuruh Renata meletakan itu.
"Ren letakan itu kembali. Kita bisa bicarakan baik-baik." Ujarnya
"Pilih salah satu kak!" Teriaknya
"Dengarkan aku Ren, aku sudah berjanji di atas materai jika kau akan menikah dengannya minggu depan, kau bisa menolaknya tapi ingat kau tidak akan pernah bisa melihatku lagi. Renata sekali lagi dengarkan ini demi kita." Arjan mengatakanya sedikit lantang dan itu membuat Renata luluh.
"Apa maksudmu? Ini demi kita?" Tanyanya tidak percaya, bagaimana bisa adiknya dijual dan dia berkata 'ini demi kita'.
"Kau tahu kan perusahaan mendiang papa itu aset terakhir keluarga perkins dan sekarang perusahaan itu di beli Frans Alvarado presdir perusahaan ternama di Florida dan pemegang saham terbesar. Dia tertarik denganmu Ren dan itu jalan satu-satunya untuk mengambil kembali milik kita."
Ujarnya meyakinkan.
Renata bimbang, hatinya sakit tapi jauh lebih sakit jika hal itu alasan Arjan menyerahkan Adiknya ke tangan lelaki seperti Frans.
Pisau di tanganya terjatuh tergeletak di lantai, air matanya tidak bisa dia simpan lagi. Arjan mendekatinya dan memeluknya, "jika minggu depan kita tidak bisa melunasi hutang rumah ini akan di sita. Hanya kau harapan kakak sekarang Ren."
***
Matahari sudah menampakan diri. Hari ini cerah salju pun perlahan mencair namun itu butuh proses seperti halnya Renata dia butuh proses untuk melakukan pernikahan itu.
Arjan masih berada di sisinya melihat Renata tertidur tanpa ada kedamaian di matanya. Kini hatinya ragu apa Renata akan seperti itu nanti saat dia tinggal dengan Frans.
Dia menarik tirai dan seketika cahaya itu masuk membangunkan Renata.
"Kau sudah bangun Rena." Ujar kakaknya
"Kak Arjan kau disini?" Jawabnya lalu mendudukan tubuhnya bersandar di kepala tempat tidur.
"Apa aku boleh bertanya sesuatu?" Arjan duduk di depan Renata dengan senyum tipisnya Renata mengangguk.
"Saat kau bilang dia lelaki b******k apa kau sudah mengenal Frans?"
Lagi-lagi suasana hatinya kembali memburuk saat nama orang itu terniang di pikirannya, "iya. Aku mengenalnya dan aku ingin melupakannya."
"Dimana?"
Renata mencoba menjelaskan secara detail, "di bandara saat itu aku sedang menjemput Arin dan yang kedua di bar 2 hari yang lalu-" jelas renata
2 hari yang lalu
1 januari 20**.
Suasana bar sangat berisik, pipinya sudah terbakar karna satu setengah botol wine itu. Tubuhnya terasa panas dan dia butuh sedikit udara.
Renata pergi ke atap, disana tenang, sejuk dan terasa nyaman namun tanpa sengaja dia melihat seorang laki-laki berbicara di telepon.
"Sekarang kau bunuh saja dia setelah itu buat berita jika dia mati bunuh diri." Ujarnya
Renata mendekatinya dengan setengah sadar, jemarinya menyolet pundaknya yang kekar. Sontak Frans menoleh dan terkejut.
"Siapa yang bunuh siapa? Dan siapa yang kau maksud. Aahhh, kau brandal kejam bisa-bisanya kau dengan mudah membunuh orang sedangkan aku ingin sekali membunuh orang." Ujarnya.
"Berapa banyak yang kau minum." Batin Frans
"Hei kenapa kau diam saja?"
Frans tersipu saat tubuh Renata kini dekat dengannya. Tangannya yang kecil terus menggoyahkan pundaknya Frans. Tiba-tiba Frans menahan tangannya dan menempelkan bibirnya ke bibir Renata.
Saat itu rasa mabuknya lenyap, bibir yang lembut dan hangat terus menempel di bibirnya.
Renata tersadar lantas langsung menarik tubuhnya manjauh dari Frans dan menamparnya.
"Kau kau kau kan yang di bandara itu." Ujarnya terkejut
"Kita bertemu lagi. Bagaimana sekarang mabukmu hilang kan? Atau jika belum aku bisa menyadarkanmu di ranjang. Bagaimana?" Ujarnya
Renata mengusap bibirnya dengan punggung tangannya, "kau b******k. Meskipun aku harus mati aku tetap tidak sudi tidur denganmu."
"Kau belum mengenalku bagaimana bisa kau bilang aku b******k? Aku menyukaimu sekarang jadi aku pasti bisa dapatkan kau." Senyumnya sinis dan penuh keyakinan serta matanya yang terlihat tajam dan sadis.
"Aku tahu sejak waktu itu saat w***********g itu mencium kau di bandara dan sekarang sudah sangat jelas dengan bukti kau menciumku." Renata dengan kesal mengumpat dan pergi menjauh dari Frans.
Frans tidak percaya baru pertama kali seorang perempuan seperti Renata. Sikapnya yang membuatnya ingin sedikit bermain dengannya.
Saat Frans ingin turun dia melihat satu kartu nama yang tergeletak di atap, di ambilnya dan tercantum atas namakan RENATA PERKINS.
"Renata Perkins apa dia ada hubungannya dengan Arjan Perkins?" Dirinya bertanya- tanya. Frans mengambil ponselnya dalam saku dan menelfon sekertarisnya.
"Cari wanita yang bernama Renata Perkins."
"Kau akan menjadi miliku nona Perkins!" Batinya.
To be continued
Maaf yah jika bab ini sedikit