Siang ini seperti biasa, Hyun Soo memilih makan siang di restoran milikku. Padahal jarak tempuh dari kantornya kemari tidak bisa dikatakan dekat. Yang membuat hari ini berbeda adalah, Eomma harus bertemu para teman-temannya hari ini. Dan menjadi pertama kalinya aku harus berbincang dengan Bibi Min Rin. Biasanya, aku akan selalu menghindar ketika Eomma berkumpul dengan teman-temannya. Aku ingat pernah berkenalan dengan Bibi Min Rin saat pertama kali memutuskan untuk pindah ke Korea, tapi setelahnya kita tidak pernah berkomunikasi lagi selain sekedar bertegur sapa. Karena keadaan kita yang berbeda kali ini, dengan aku yang sedang menjalin hubungan dengan putranya membuatku merasa sedikit canggung pada Bibi Min Rin.
Eomma dengan sengaja meminta Bibi Min Rin untuk bergabung bersama di mejaku dan Hyun Soo, juga dengan Eomma. Sedangkan teman-temannya berada di meja VIP, Eomma dan Bibi akan menyusul mereka nanti.
"Aku tidak tau jika Hyun Soo sering kemari," goda Bibi Min Rin dengan menyenggol lengan putranya.
"Kami melakukan pendekatan, Eomma. Aku juga bisa terus dekat dengan Rachel," jawab Hyun Soo dengan santai yang membuat Bibi Min Rin dan Eomma tertawa. Sedangkan aku harus menanggung malu karena ucapannya. Sialan!
"Apakah Hyun Soo bersikap baik padamu, Sayang?" tanya Bibi Min Rin dengan ramah. Wanita yang masih terlihat sangat cantik di usia senja ini nampaknya memiliki karakter yang ramah dan lemah lembut. Sedikitnya aku mempercayai ucapan Eomma tentang penilaiannya pada Bibi Min Rin.
"Baik, Bibi," jawabku dengan tersenyum.
"Apakah dia suka berbuat sesukanya padamu?" tanya Bibi Min Rin terlihat penasaran.
"Bagaimana aku bisa berbuat sesukaku, Eommoni? Bahkan aku harus merasa sangat bersyukur hanya dengan mendapatkan respon darinya." Aku menatap Hyun Soo dengan tajam, sedangkan Bibi Min Rin tertawa.
"Semoga kamu bisa sabar menghadapi Rachel ya, Hyun Soo," tambah Eomma yang membuatku semakin kesal.
"Putrimu memang sangat cantik, Hana," puji Bibi Min Rin sembari tersenyum ke arah Eomma. Aku tidak merasa malu atau bahkan menyangkalnya, karena memang kenyataanya aku cantik.
"Apakah tidak masalah jika Eommoni di sini? Bagaimana jika teman-teman yang lain mencari?" timpal Hyun Soo. Syukurlah jika dia paham aku merasa kurang nyaman dengan dua ibu-ibu ini.
"Jadi kamu mengusirku supaya bisa dekat-dekat dengan Rachel?" Dengan tanpa tau malunya Hyun Soo justru menganggukkan kepalanya.
"Dasar anak muda!" cibir Bibi Min Rin pada Hyun Soo.
"Bukankah besok akhir pekan? Bagaimana jika kita mengajak mereka, Hana? Pasti akan sangat menyenangkan." Aku melihat binar bahagia di ekspresi Bibi Min Rin. Apa maksudnya? Apakah dia akan mengajakku dan Hyun Soo pergi?
"Bagaimana dengan yang lain?"
"Kita bisa membatalkan atau mengundurnya saja. Kita habiskan akhir pekan bersama keluarga."
"Ide yang bagus." Eomma juga nampak antusias dengan ide Bibi Min Rin.
"Apa yang Eomma bicarakan?" tanyaku akhirnya.
‘’Eomma dan teman-teman berencana untuk berenang. Besok adalah jadwal kami seperti biasanya, tapi Bibi Min Rin menyarankan jika kalian berdua ikut," jelas Eomma dengan ekspresi berbinar. Aku yang mendengarnya seketika menegang, yang benar saja! Aku harus ikut berenang, sedangkan aku tidak suka berenang meskipun aku bisa.
"Ide bagus!" "Aku tidak bisa!" jawabku dan Hyun Soo secara bersamaan. Aku melihat ekspresi Bibi Min Rin yang kecewa.
"Kenapa tidak bisa?" tanya Bibi Min Rin.
"Besok aku ada pekerjaan penting," kilahku.
"Tapi besok akhir pekan, Sayang." Aku ingin merutuki kebodohanku dengan mencari alasan yang kurang tepat. Eomma jelas tidak akan percaya karena biasanya aku memang selalu libur di akhir pekan. Aku biasa hanya menghabiskan waktu dengan bersantai atau sesekali menonton film, berbelanja atau melakukan hal mengasyikkan lainnya. Tetapi sekarang mereka menawarkan untuk berenang. Jelas aku tidak setuju, aku lebih memilih bermalas-malasan dari pada berenang.
"Ini bisa menjadi kesempatan yang bagus untuk saling melakukan pendekatan antar keluarga, Rachel." Aku menatap Hyun Soo dengan datar, tidakkah dia merasa jika aku sangat tidak menyukai ide gila ini? Kenapa juga Eomma tidak membelaku? Aku tidak mungkin mengatakan secara gamblang jika aku tidak mau ikut. Tapi tak ada yang mau mengerti seorangpun. Sial sekali.
"Jika Rachel tidak mau maka tidak masalah. Mungkin kita bisa berkumpul di lain kesempatan," timpal Bibi Min Rin. Aku seketika akan tersenyum sebelum Eomma membuyarkan semuanya. "Tidak, Rachel akan tetap ikut. Kapan lagi kita bisa berkumpul seperti ini? Kamu bisa mengajak suami dan putrimu." Jika dia bukan Eomma, mungkin aku sudah menginjak kakinya dengan keras. Kenapa Eomma harus menjadi tidak berperasaan seperti ini? Aku ingin menangis saja.
"Apakah benar Rachel mau ikut?" tanya Bibi Min Rin memastikan padaku. Jika sudah seperti ini maka apakah mungkin ada kesempatan untukku menolak? Bahkan ekspresi Bibi Min Rin yang penuh harap semakin membuatku tak bisa menolaknya.
"Iya, jika Eomma sudah berbicara maka tak ada kesempatan untukku menolaknya," jawabku dengan senyum canggung. Aku menatap ke arah 3 orang di hadapanku yang nampak sangat bahagia. Haruskah mereka bahagia di saat aku menderita?
"Baiklah kami pergi dulu. Kalian lanjutkan mengobrolnya," ucap Eomma lalu mengajak Bibi Min Rin pergi menuju teman-temannya. Setelah Eomma membuatku kesal setengah mati, lalu sekarang dia kabur begitu saja.
"Terima kasih sudah mau ikut," ucap Hyun Soo yang membuatku menatapnya dengan datar.
"Ini bukan kemauanku," jawabku dengan kesal.
"Apakah aku harus membelikanmu bikini?" ucap Hyun Soo dengan ekspresi menggoda.
"Dari pada kamu membelikanku bikini, akan lebih berguna jika kamu membelikanku berlian!" sahutku dengan kesal.
"Kamu mau berlian?" tanya Hyun Soo. Aku memutar bola mataku dengan malas, apakah pria ini tidak paham arti sarkasme?
"Kamu pikir aku tidak mampu hanya untuk membeli bikini?" tanyaku dengan kesal.
"Aku tidak mengatakannya," jawab Hyun Soo dengan ekspresi bodohnya.
"Terserah!" jawabku dengan ketus, tetapi Hyun Soo justru tertawa.
"Ternyata begini rasanya bisa menggodamu."
"Apakah kamu pikir ini lucu!" aku menatap Hyun Soo dengan kesal.
"Iya, ekspresimu lucu. Membuatku gemas." Aku ingin tertawa tapi juga kesal, jadi aku memilih untuk memalingkan muka supaya Hyun Soo tidak bisa melihat aku yang tersenyum.
"Semoga saja keluarga kita bisa menjadi lebih dekat," ucap Hyun Soo dengan tersenyum tulus.
"Apakah kamu pikir hal itu akan sangat berguna? Kita hanya berenang bersama, apa yang kamu harapkan dari kedekatan antar keluarga? Mengapa kita tidak keluar untuk makan malam bersama, alih-alih harus berenang. Aku rasa itu tudak berguna," ucapku dengan sedikit sewot. Aku tidak marah, hanya kesal saja.
"Apakah kamu tidak suka berenang?" tanya Hyun Soo dengan ekspresi menelisik, apakah dia sedang menilaiku?
"Sejujurnya iya, aku tidak menyukai aktivitas di luar ruangan," jawabku dengan jujur.
"Tapi kita tidak berenang di luar ruangan, kamu tidak perlu risau." Ingion sekali aku memukul kepala Hyun Soo dengan keras. Dia ini pura-pura bodoh atau benar-benar bodoh!
"Tetap saja aku tidak suka berenang. Tapi, bagaimana kamu bisa tau jika kita tidak akan berenang di luar ruangan?" tanyaku penasaran.
"Aku pernah benerapa kali ikut Eommoni berenang." Aku mengerutkan kening dan menatap aneh ke arah Hyun Soo.
"Bersama teman-temannya? Termasuk Eomma?" tanyaku terkejut, apa yang Hyun Soo pikirkan dengan mau ikut berenang bersama tante-tante seperti teman ibunya. Atau memang seperti itukah seleranya? Aku jadi bergidik ngeri membayangkannya.
"Iya, memangnya kenapa? Beberapa dari mereka aku sudah mengenalnya cukup dekat," jawab Hyun Soo dengan santai.
"Kenapa kamu mau?" kini justru giliran Hyun Soo yang menatap aneh ke arahku.
"Sebenarnya ini bukan seperti yang kamu pikirkan, seleraku bukan para wanita berumur seperti itu. Aku ikut berenang juga sebagai benguk kencan buta. Wanita yang akan diperkenalkan padaku adalah anak teman Eommoni. Kami berkenalan di sana," jelas Hyun Soo. Sedangkan aku hanya mengerutkan kening, aku baru tau jika ada orang aneh yang mau berkenalan dengan berenang bersama.
"Kenapa kamu harus berkenalan di kolam renang? Kenapa tidak kencan seperti orang normal di luar sana? Apakah kamu ingin melihat bagaiamana bentuk fisiknya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk berkenalan?" ucapku sembari menatap Hyun Soo dengan tajam.
"Aku tidak sebrengsek itu, Rachel," jawab Hyun Soo sembari tertawa.
"Bagaimana aku tidak menyebutmu b******k jika kamu harus bertemu dengan wanita pertama kali saat dia menggunakan bikini? Yang benar saja." Aku berdecih sinis, selain b******k Hyun Soo juga pria m***m.
"Tapi realitanya aku memang tidak seburuk itu, Rachel." Hyun Soo tersenyum lalu meraih jemariku untuk di genggamnya. "Bukan aku yang meminta untuk bertemu di kolam renang, tetapi mereka yang meminta. Sedangkan Eommoni yang sudah sangat ingin melihatku menikah hanya senang saja ketika temannya meminta kami untuk bertemu di kolam renang. Sama seperti besok," jelas Hyun Soo.
"Jadi ini bukan yang pertama kalinya?" Aku sedikit merasa malu karena sudah menilai Hyun Soo dengan terburu-buru.
"Iya, aku sudah pernah 2x berkenalan dengan putri teman Eommoni," jawab Hyun Soo sembari tersenyum. Sedangkan aku menatapnya dengan rasa bersalah.
"Kenapa Eomma harus iri dengan melakukan hal yang sama!" Tanpa sadar aku bergumam dengan kesal yang membuat Hyun Soo tersenyum.
"Tapi ada yang spesial untuk kita besok," celetuk Hyun Soo.
"Spesial? Apanya?" tanyaku penasaran.
"Yang sudah terjadi, Eomma tidak pernah membatalkan acara dengan para teman-temannya. Maksudku, Eommoni tetap asyik bersenang-senang dengan para teman-temannya sedangkan aku ditinggalkan berdua dengan wanita yang akan dikenalkan padaku."
"Apakah maksudmu secara tidak langsung kamu berkencan dengan diawasi oleh para tante-tante itu?" tanyaku sembari menahana tawa.
"Iya, benar sekali. Sedangkan untuk kita besok, Eommoni dan Bibi Hana sampai membatalkan acara berenang rutin mereka hanya untuk kita. Bahkan Eommoni akan mengajak Abeoji dan Seo Rin," jelas Hyun Soo dengan tersenyum lebar. Aku melihat Hyun Soo juga nampak antusias dengan acara kami besok.
"Seo Rin adikmu?" tanyaku menebak.
"Iya."
"Tetap saja aku tidak suka berenang," ucapku dengan menghela nafas.
"Bagaimana jika berenang berdua bersamaku di private pool dengan kamu yang menggunkan bikini sexy," ucap Hyun Soo dengan menaik turunkan alisnya. Aku yang kesal lalu melepaskan genggaman tangannya dan memukul lengan Hyun Soo dengan keras.
"Dasar m***m!" ucapku dengan tajam tapi dengan suara yang pelan, karena aku takut jika pengunjung lain akan mendengar suaraku.
"Aku akan menyiapkan bikini untukmu. Atau kamu ingin kita belanja sekarang?" Hyun Soo masih menikmati untuk menggodaku. Aku yang kesal lalu beranjak berdiri bermaksud untuk meninggalkannya, tetapi Hyun Soo justru mencekal lenganku.
"Baiklah aku minta maaf," ucap Hyun Soo dengan tersenyum lebar dan jarinya yang menunjukkan simbol peace. Dengan kesal aku kembali duduk lalu menatapnya dengan tajam.
"Jangan marah, aku hanya bercanda," ucap Hyun Soo. "Aku tidak suka dengan topik bercandamu," jawabku dengan ketus.
"Tidak lagi," jawab Hyun Soo dengan senyum lebarnya.
"Seperti apa adikmu?" tanyaku untuk mengubah topik pembicaran.
"Seo Rin itu gadis yang manis, manja dan juga cantik."
"Berapa usianya?"
"25 tahun," jawab Hyun Soo.
"Cukup muda, apa dia punya kekasih?"
"Tidak, dia masih sangat kecil tidak sesuai dengan usinya. Masih sangat manja dan bergantung padaku."
"Dia bekerja denganmu diperusahaan?" tanyaku mulai tertarik dengan sosok adiknya.
"Tidak, hidupnya bebas untuk menghabiskan uang," jawab Hyun Soo dengan santai.
"Kamu tidak melatihnya untuk mandiri? Bagaimana jika kamu kelak sudah berkeluarga? Apakah kamu masih akan bertanggung jawab untuknya? Apakah dia masih akan terus bergantung padamu?" Hyun Soo terdiam sembari menatapku.
"Kamu tidak menyukai adikku?" tanya Hyun Soo sembari menatapku dengan dalam.
"Bagaimana aku bisa tidak menyukainya jika aku saja tidak pernah bertemu dengannya. Tapi secara sikap, aku tidak menyukainya. Karena apa? Aku tidak menyukai wanita manja, karena aku sudah terbiasa di didik dengan mandiri sedari kecil."
"Adikku tidak semanja itu, dia seorang model. Hanya saja memang dia pemilih dalam pekerjaan, dia tidak menerima semua tawaran. Sehingga yang aku lihat dia lebih banyak menganggur."
"Kenapa dia tidak membantumu di perusahaan?"
"Tidak sesuai dengan kriterianya."
"Bukankah perusahaan agensi masih berhubungan dengan modeling?"
"Seo Rin tidak mau bergabung ke perusahaan, dia bilang itu bagian dan tanggung jawabku. Dia ingin mendirikan usahanya sendiri."
"Semoga saja dia tidak seperti yang aku bayangkan."
"Bahkan jika memang dia ternyata seperti yang kamu bayangkan, aku harap kamu bisa menerima adikku dengan baik."
"Kenapa aku harus?" tanyaku dengan mengerutkan kening.
"Karena dia adikku maka secara otomatis juga akan menjadi adikmu. Kamu seorang putri tunggal, pasti akan mengasyikan jika kelak memiliki adik terlebih jika itu perempuan."
"Jika sosok adik yang kamu maksud adalah wanita yang manja, tidak mandiri dan selalu ingin semua keinginanya terpenuhi. Maka maaf saja, aku lebih memilih untuk tidak pernah memiliki adik," jawabku dengan menyeringai. Bahkan hanya dalam bayanganku saja, aku sudah tidak menyukai adik Hyun Soo. Aku sudah bisa membayangkan bagaimana kehidupan gadis yang terlahir di keluarga kaya raya tanpa di didik untuk berusaha sejak kecil. Mereka biasa makan dan mendapatkan apa pun yang mereka inginkan tanpa berusaha. Seperti yang sudah Hyun Soo jelaskan, aku yakin jika sosok Seo Rin itu adalah wanita yang menyebalkan.