Chapter 7 : Spiky Devil

1669 Kata
Madam Bettie tampak kecewa ketika ia selesai memberikan gaun tidur untuk Matilda hingga merapihkan tatanan rambutnya, sebab Darren tak kunjung datang keruangan Matilda. Bahkan ia sudah menekan tombol dalurat agar perawat datang ke ruangan Matilda namun alih-alih Darren yang datang. Jane tiba dengan panik setelah mendengar bunyi tombol dalurat takut-takut terjadi sesuatu pada Matilda sebab tombol dalurat benar-benar hanya dikhususkan untuk sesuatu yang mendesak dan bersifat dalurat, sedangkan untuk memanggil perawat mereka menyediakan tombol berbeda yang bisa ditekan kapanpun pasien atau penjenguk meminta bantuan kepada perawat seperti menyediakan keperluan hingga mengantar pasien ke kamar mandi. "Kurasa ia tidak melihatku sebagai wanita yang pantas dikencani," tutur Madam Bettie. Matilda meminta Jane untuk pergi sebelum merespon keluhan Madam Bettie. "Seharusnya aku menyadari, tadi pagi ada kamu dan aku di ruangan yang sama. Wanita cantik yang sedang bersama seekor sapi gemuk, mana mungkin ia melihatku sebagai sesuatu yang menarik?" Matilda meraih kedua tangan Madam Bettie dengan hangat, "Aku memahami bahwa setiap laki-laki menyukai wanita cantik, kulit putih, hidung mancung, kaki yang jenjang, dan berambut panjang. Namun mereka akan menyesal jika hanya mencari itu dari seorang wanita. Sebab yang layak dijadikan teman hidup ialah wanita-wanita yang pandai mengatur kehidupan setelah pernikahan. Bukan serta merta hanya mementingkan penampilannya saja dan tidak ada keahlian lain selain mempercantik diri, yang penting itu disini-isi dari otak dan hatimu." Matilda menyentuh pelipisnya dari samping kiri dan beralih kepada d**a kirinya letak dimana hatinya berada. Hal tersebut membuat Madam Bettie mematung seketika. "Dan kamu tahu, Aku kehilangan pikiranku, aku tidak bisa mengurus apapun. lantas mengapa kamu menganggapku sebagai seseorang yang layak dipilih dibandingkan dirimu? aku sendiri bahkan ingin seperti dirimu," lanjutnya, beberapa saat kemudian suasana mendadak hening hingga beberapa detik. "Mengapa seperti aku pasiennya disini? aku tidak mengerti mengapa orang dengan pemikiran kritis yang mampu memberikan kata-kata bijak untuk orang lain malah mendekap di sebuah rumah sakit jiwa? Matilda, kamu sangat sehat." Matilda melepas genggaman tangannya, "aku bisa mengamuk sewaktu-waktu, bagaimana aku disebut sehat?" "Lantas darimana ujaran itu keluar?" "Aku hanya pernah mendengarnya, atau mungkin aku pernah membacanya, atau mungkin aku pernah menontonya." Matilda menatap langit-langit kamarnya, ia juga tidak mengerti mengapa kata-kata itu keluar dari mulutnya. Hanya saja ia merasa pernah mendengarnya pada satu kesempatan di masa lalu. "Jadi apa yang harus kulakukan pada Darren?" Madam Bettie kembali menarik tangan Matilda, kali ini ia yang menggenggamnya begitu kuat dan penuh harap. "Kamu hanya perlu jual mahal, jangan tunjukan kamu begitu menginginkan Darren. Biar sisanya aku yang akan membuat kalian seolah Tuhan atur untuk selalu bertemu." Madam Bettie tersenyum senang, ia kembali mendapatkan semangat untuk datang ke Hiraeth esok pagi. "Ngomong-ngomong siapa Tuhan? Mengapa aku menyebutnya barusan?" Madam Bettie menepuk jidatnya spontan, Matilda tampak sangat lucu dengan pikirannya yang terkadang kritis dan tiba-tiba saja kembali lupa akan fungsi otaknya. "Jadi begini-" "AAARGHHH..." Madam Bettie menghentikan ucapannya, ia dan Matilda menengok ke arah pintu. Ada suara teriakan dari luar sana dan itu membuat keduanya panik disaat seharusnya suara terikan terdengar biasa saja di gedung Hiraeth. "kamu mendengarnya?" tanya Matilda, "Aku belum pernah mendengar suara itu selama datang kemari," ujar Madam Bettie, beranjak hendak melihat keadaan di luar sana. "kamu mendengar ia menjerit mengangatakan 'Setan runcing'?" "Ya, apa mungkin ada pasien baru di sekitar ruanganmu?" tanya Madam Bettie. "Aku tidak ta-" ucapan Matilda terputus, tiba-tiba suara sesuatu yang terjatuh membuat Madam Bettie urung melihat keluar alih-alih menjerit setelah membalikan badan dan melihat Matilda kejang-kejang tergeletak di atas lantai. Madam Bettie berlari menuju tombol dalurat dan menekannya berulang kali, Jane masuk dengan susah payah mereka mengangkat tubuh Matilda yang kejang ke atas ranjang. "Sial, seharusnya Darren yang siaga dalam keadaan seperti ini," keluh Madam Bettie. *** Matilda memperhatikan Darren di sela-sela mengunyahnya, si pria sedang asik menonton televisi layar datar berharga mahal di dalam ruangan Matilda. Sebenarnya Darren sering mencuri kesempatan untuk menonton di ruangan Matilda kendati ia tiada bosan hanya memandangi channel nomor satu yang menyuguhkan sineteron dari pagi hingga malam hanya demi memastikan ia tidak salah memindah channel ke layar semut yang mungkin akan membuat Matilda berteriak-teriak lagi. fasilitas yang ada di kamar Matilda kini juga bisa dinikmati para perawatnya berkat kelancangan Darren, namun entah mengapa ketika Darren yang mulai melanggar peraturan, Matilda tidak pernah memarahinya atau mengadu kepada Mr.Michael. kebiasaan Darren membuat Jane juga melakukan hal yang sama kendati tidak se-enaknya seperti Darren. Matilda menaruh sendoknya, menyebalkan ia hanya pasien satu-satunya yang harus melakukan segalanya di dalam ruangan tidak seperti pasien lain yang makan dan bermain bersama di luar. Tunggu, namun bukan itu yang mengganggu pikiran Matilda saat ini. "Darren, kemana kamu semalam?" akhirnya Matilda buka suara. "Aku dan Jane membagi shift mulai sekarang," ucap Darren singkat. "Seharusnya pria yang menjaga pada malam hari," tutur Matilda, ia bahkan memberikan tatapan sebal kepada Darren. "Satu minggu sekali kami akan bertukar shift. Jane juga sangat kompeten dalam merawatmu." "Aku tahu kamu tidak menyukai Madam Bettie tapi setidaknya jangan menghindarinya dan bersikaplah seperti biasanya." Pinta Matilda dengan sungguh-sungguh. ia menatap kedua mata keabuan milik Darren dan menunggu si pria mengiyakan permintaannya. "Mengapa kamu merasa bahwa aku menghindarinya?" "Karena kamu sudah menunjukan ketidaktertarikan kepadanya sejak pertama kali kalian bertemu. Kamu tahu itu melukai perasaannya? kamu tahu bahwa ia kini merasa tidak percaya diri dengan dirinya sendiri? apa kamu mau seseorang masuk ke Hiraeth karenamu?" Matilda terlihat sangat marah dan kecewa terhadap Darren yang tidak bisa bersikap baik kepada Madam Bettie. "Bukan begitu, hanya saja aku tidak terbiasa mengetahui seseorang dengan terang-terangan mengatakan bahwa ia menyukaiku. Itu membuatku serba salah. Jika Madam Bettie ingin melihatku katakan saja padanya bahwa minggu ini aku shift pagi dan malam hari di minggu depan." Darren terlihat merasa sangat bersalah saat ini, jujur ia ingin menghindari Madam Bettie yang membuatnya tidak nyaman. Namun melihat raut kekecewaan Matilda sungguh membuatnya tidak bisa memberikan penolakan. "Baiklah, lupakan itu sejenak. Sekarang ada yang ingin kuketahui darimu." Matilda menaruh makanannya di nampan tepat di atas sebuah nakas samping ranjangnya lantas kembali ke posisi semula dengan begitu antusias dan penuh rasa penasaran. "Kamu tahu pasien yang sering berteriak hantu runcing di sekitar ruanganku?"tanya Matilda tiba-tiba. "Jimmy maksudmu?" "Namanya Jimmy?" "Ya," seru Darren, seraya mematikan televisi terlebih dahulu. "Apa yang kamu ketahui tentangnya?" Matilda begitu penasaran dengan jeritan semalam tentang hantu runcing. "Jimmy seusiamu, ia dibawa kemari dua minggu yang lalu sebab sering kali berhalusinasi bahwa ada setan runcing di dekatnya tiap kali ia melihat pisau atau benda-benda runcing. Ia bilang setan runcing akan mendekatinya dan membawa pisau itu seolah ingin membunuhnya." "Benarkah?" "Ya, tapi dia normal sepertimu. Hanya saja sesuatu yang runcing, kegelapan, cerita mistis dan tontonan yang mengerikan akan membuatnya menjerit ketakutan." Tutur Darren. "ia ada di ruangannya saat ini, kamu mau berkenalan dengannya?" "Apakah tidak masalah?" kedua manik Matilda berkilauan penuh harap, ia ingin sekali memiliki teman disini namun pengawasan terhadap dirinya begitu ketat, Matilda tidak diperbolehkan bergaul dengan siapapun oleh Mr.Michael. "Aku sudah menyogok para perawat agar tutup mulut, dan hari ini Mr.Michael tidak datang jadi kita memiliki kesempatan untuk berkeliling dan berkenalan dengan para pasien." Darren beranjak, dengan sebuah isyarat Matilda mengikuti langkah kaki Darren keluar dari ruangannya. "Oh ya, sore nanti kita akan bertemu Dokter Albert untuk berkonsultasi. Jadi acara jalan-jalan kita akan berakhir sebelum jadwal pertemuan bersama Dokter Albert." Matilda tampak kecewa mendengarnya, namun ia hanya diam sebab sejauh ini pun ia merasa sangat berterima kasih kepada Darren yang selalu mengusahakan apapun untuknya. "Ini dia ruangan Jimmy," seru Darren, ketika mereka berhenti tepat di sebuah ruangan dengan nomor 300. "Kita bisa langsung masuk." Darren membuka pintu ruangan Jimmy yang tidak terkunci. Mereka tidak mengunci Jimmy sebab untuk keluarpun Jimmy terlalu takut akan melihat setan runcing di luar. Sudah beberapa kali ruangannya tidak dikunci dan perawat masih bisa menemukannya di dalam ruangan. "Hello Jimmy." Darren menyapanya, Jimmy menoleh dan memberikan seulas senyuman sebelum menutup sebuah buku yang baru saja dibacanya. "Kamu berkunjung, Darren." Jimmy menyambut kedua tamunya dengan sangat baik. Ruangannya sebenarnya sangat jauh berbeda dengan ruangan milik Matilda yang mewah, namun ruangan Jimmy tetap tertata dengan rapi serta nyaman untuk ditinggali sekalipun tidak ada jendela maupun kaca disana. "Aku ingin memperkenalkan Matilda , pasien dari ruangan 205. Kamu sudah sering mendengarnya bukan?" Jimmy mengangguk membenarkan, "sungguh yang orang-orang katakan terhadapnya tidak ada yang dilebih-lebihkan. Kamu sangat cantik, Matilda." "Senang bertemu denganmu, Jimmy," ucap Matilda, diiringi sebuah senyuman pada Jimmy. Pria bersurai coklat yang sedikit berantakan itu membalas senyumannya dan mengatakan bahwa ia sangat tersanjung di datangi seorang Matilda di ruangannya. Jimmy yang bahkan baru menginjakan kaki disana selama dua pekan sudah merasakan seberapa terkenalnya Matilda di Hiraeth. "Perawatku yang baik mengajakku kemari untuk berkenalan denganmu, dan aku harap kita bisa menjadi semakin dekat." "Ya, tentu saja. Ngomong-ngomong nona mengapa kamu bisa berbicara begitu lugas? aku tidak melihat ada yang salah dengan dirimu." Jimmy memandang Matilda dari ujung kaki hingga ujung kepala selama dua kali dan tidak menemukan adanya sesuatu yang salah dengan Matilada. "Aku bisa menggila di jam tertentu, aku bahkan pernah beberapa kali ingin membakar gedung ini. Lantas mananya yang tidak salah?" Mendengar itu Jimmy tertawa terbahak, "benar juga, kita adalah orang-orang sakit." "Bagaimana dengan dirimu? apa yang menyebabkanmu ada di sini?" "Aku pernah akan mati, setan runcing mendatangiku dan berusaha menusukku. setelah itu aku mulai menjauhi semua yang runcing ketika menyadari kedatangan setan itu untuk membunuhku. Seperti saat ini, aku tahu setan runcing sebentar lagi akan datang kemari" Jimmy memejamkan matanya dengan begitu rapat. Matilda dan Darren saling melempar tatap kebingungan dengan tingkahnya, sampai sedetik kemudian Jimmy beranjak dan dengan cepat menarik sebuah ikat rambut yang dikenakan oleh Matilda. Matilda kaget dan kebingungan, begitupun dengan Darren. Namun Darren akhirnya menyadari sesuatu, terdapat ornamen segitiga yang menggantung-gantung dari ikat rambut Matilda, berwana silver, membentuk segitiga dengan ujung runcing ke bawah. Benda itu Darren kira tidak akan sampai melukai sebab bahannya yang tidak berbahaya namun mereka semakin dibuat kaget saat Jimmy menggoreskan itu pada nadinya sendiri. Matilda menjerit melihat darah segar keluar dari sana, lukanya tidak parah hanya sedikit darah yang keluar namun Jimmy dengan kekuatan penuh menggoresnya lagi berkali-kali sebelum Darren merampasnya dengan paksa. Detik itu mereka menyadari bahwa setan runcing yang dimaksud Jimmy adalah dirinya sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN