"Aku hanya seorang pengecut yang gak berani bilang 'aku cemburu' saat kamu bersama orang lain." - Aryan
...
*Warning : ada sedikit adegan 18+
×××
"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Silahkan tinggalkan pesan setelah bunyi......" Tuttt tuutt tuttt.
Brakk. Aryan memukul kemudinya frustasi. "Kamu dimana? Aku mesti nyari kemana coba?" umpatnya. "Ayo Aryan, berpikir siapa yang bisa lo tanyain soal Dia...... Ahrggg bego gue sama sekali gak tau apapun tentang Dia. Tau dia kerja di tempat Gatta aja baru kemarin. Apa tanya Gatta....atau wait sepertinya ada sesuatu antara Dia dengan laki-laki yang disebut di cafe waktu itu. A-axel ya..gue mesti ketemu sama cowok di cafe itu." Aryan tersenyum tipis dan mulai menjalankan mobilnya berlalu dari kediaman orang tua Dia.
Tidak perlu waktu lama untuk Aryan sampai di Sky7. Kondisi cafe sendiri masih sepi dan memang belum waktunya untuk buka walaupun sudah terlihat beberapa pegawai yang tengah bersiap-siap. Aryan memandang sebentar ke arah cafe sebelum akhirnya mulai melangkah ke dalam. Sesampainya di sana dirinya disambut oleh salah satu pegawai cafe.
"Mohon maaf mas, tapi untuk saat ini kami belum buka mas. Mas bisa kembali satu jam lagi."
"Gue ke sini mau ketemu manager cafe ini. Ada?"
"Apa yang mas maksud Pak Reza?"
"Hmm iya."
"Baik mas, saya panggilkan pak Rezanya dahulu." ujar pegawai tersebut sambil berlalu dari hadapan Aryan.
Aryan menghela nafas dan duduk di salah satu kursi. Diedarkan pandangannya mengamati keadaan cafe. Interior cafe yang di desain minimalis dengan menawarkan suasana cafe yang asri dan romantis. Bagian dalam ruangan cafe didominasi oleh warna monokrom yang dipadukan dengan unsur cokelat pada pemakaian kayu untuk meja dan kursi. Serta penempatan tanaman-tanaman hijau di setiap sudut dan sisi ruangan mampu menciptakan keseimbangan antara fungsionalitas dan keindahan alam, sehingga membuat siapapun akan merasa betah berlama-lama di cafe tersebut.
"Apakah mas yang ingin bertemu dengan saya?" tanya seorang pemuda yang usianya lebih muda dari Aryan. Aryan melirik sejenak, "Iya. Anda yang bernama Reza?"
"Iya saya Reza. Kalau boleh tahu saya bicara dengan siapa ya?" Reza tersenyum ramah sembari mengulurkan tangan.
"Aryan. Hmmm gue nyari seseorang yang bernama Axel. Apa orangnya ada?"
"Maaf sebelumnya, bukan bermaksud lancang tapi ada hal apa ya mas mau ketemu mas Axel? Soalnya beliaunya gak mesti ada di sini."
"Urusan pribadi. Gue bisa ketemu dia dimana?" desak Aryan dingin.
"Mas Axel biasanya ada di The Edge and Promise. Sebentar saya tuliskan alamatnya." Reza beranjak dan menuju meja kasir. Selang beberapa menit, ia kembali ke hadapan Aryan dan menyerahkan secarik kertas berisikan sebuah alamat. Aryan menerima dan berlalu keluar cafe.
...
Sore ini langit terlihat begitu cerah. Seorang laki-laki tengah tersenyum memandang seseorang gadis yang baru saja keluar dari mobil, tak jauh dari tempatnya berdiri. Gadis berkerudung salem itu terlihat semakin cantik dari terakhir ia melihatnya. Siapapun yang melihat sang lelaki akan tau betapa ia sangat mengagumi gadis tersebut.
Diedarkan pandangan ke arah jalanan di sekitar sang gadis memarkirkan mobilnya. Hanya beberapa kendaraan yang melaju. Namun mendadak pandangannya menyipit ke arah mobil sedan berwarna hitam yang sedang melaju sangat kencang ke arah sang gadis. Menyadari ada hal yang tidak biasa, buru-buru dilangkahkan kaki jenjangnya ke arah gadis yang tersenyum melihat dirinya berlari ke arahnya.
Brakkkk....Benturan tak terelakkan. Tabrakan itu terjadi begitu cepat. Dalam sekejap mata kondisi tenang berubah menjadi hiruk pikuk histeris dari para pengunjung restaurant tempat kejadian tabrakan itu terjadi. Mobil sedan keluaran pabrik Mitsubishi itu kembali melaju dengan sangat kencang setelah sesaat menabrak bemper belakang dan bagian samping mobil sang gadis. Kabur dari kejaran rombongan polisi yang kebetulan tengah berpatroli di sekitar area itu.
"M-mas Elang..." ucap gadis itu terbata-bata di dalam pelukan seorang laki-laki.
"Kamu gak papa Di?" Laki-laki bernama Elang itu mengurai pelukannya dan memulai menelisik Dia dari ujung kepala sampai kaki. Mencari tahu apakah gadis itu terluka. Dia tak merespon pertanyaan Elang. Pandangan matanya kosong. Lututnya terasa sangat lemas dan tubuhnya bergetar hebat. "Hei, Dia...lihat aku. Ini aku. It's okay. Udah gak papa. Kamu aman." Elang berusaha berbicara selembut mungkin sambil mengusap punggung Dia.
Selang beberapa menit muncul laki-laki yang seumuran dengan Dia mendekati Elang yang masih berusaha meyakinkan Dia bahwa ia aman. "Ay, lo gak papa kan?" ucapnya memandang ke arah Dia. "Mas Elang, kondisi di sini udah kondusif. Pengunjung yang tadi pada keluar udah balik ke dalam. Terus sayanganya mobil yang nabrak tadi udah keburu kabur. Tapi polisi udah dateng dan mereka butuh saksi untuk dimintain keterangan. Mas mesti ikut ke kantor polisi sekarang." lanjutnya.
"Xel, lo tolong jagain Dia ya. Gue urus soal polisi. Nanti gue balik lagi kesini" Axel hanya menganggukan kepala sesaat sebelum Elang beranjak pergi bersama pihak kepolisian.
Axel mengusap bahu Dia yang masih bergetar. "Xel, a-aku..barusan...ii-tuu" Dia mendadak tergagap dan tidak sanggup berkata-kata lagi. Kejadian barusan membuatnya shock. Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika tadi Elang tidak ada di situ dan menyelamatkannya. "It's okay Ay. Gak papa. Kita masuk ke dalam. Kamu tenangin diri dulu. Ayok aku bantu kamu jalan. Pelan-pelan." Axel mengulurkan tangan kirinya menggenggam tangan Dia sementara tangan kanannya ia gunakan untuk merangkul bahu Dia. Baru melangkah beberapa langkah tubuh Dia yang masih bergetar sedikit oleng ke kanan dan hampir jatuh jika saja Axel tidak dengan sigap menahan tubuh Dia.
"Gak papa Ay. Pelan-pelan."
Saking fokusnya Axel membantu Dia untuk berdiri tegap, ia tidak menyadari kehadiran seseorang di belakang mereka. Laki-laki itu berdiri dengan wajah menahan amarah. "Ehmm, kalian lagi ngapain peluk-pelukan di tempat umum gini." ujarnya dengan nada tajam.
Dia yang mengenali sang pemilik suara langsung membalikkan badan menghadap laki-laki yang berstatus sebagai suaminya. "M-mas Aryan." Aryan hanya diam dan menaikkan alis sambil matanya mengkode ke arah genggaman tangan Axel di tangan Dia. Dia yang menyadari maksud dari lirikan mata Aryan, buru-buru melepas genggaman Axel. "Ayo pulang." Aryan bersedekap angkuh dan dingin. Niat awalnya mencari keberadaan istrinya dan ingin berbaikan, hilang sudah. Berganti perasaan marah saat ia melihat istrinya berada di dalam pelukan laki-laki lain.
Dia yang awalnya shock atas kejadian yang hampir merenggut nyawanya langsung berubah khawatir ketika melihat suaminya menatapnya dengan marah. Jika dugaannya benar, suaminya itu sudah salah paham melihat apa yang terjadi antara dirinya dan Axel.
Axel yang terheran karena kehadiran laki-laki lain yang tak dikenalnya itu mulai menyadari raut wajah Dia yang tadinya shock berubah menjadi gugup. "Dia siapa Ay? Kamu kenal dia?"
"Ay??? Ayang? Siapa sih laki-laki ini? Sok cakep banget si. Cakepan juga gue kemana-mana." umpat Aryan dalam hati. Ia merasa tidak terima, sakit hati atau apalah itu saat melihat istrinya sudah berselingkuh dengan laki-laki lain. Aryan menarik tangan Dia dengan sedikit kasar. Melihat hal itu Axel langsung mencengkeram tangan Aryan yang menarik tangan Dia. "Hei, lepasin."
"Lo yang lepasin. Gak usah ikut campur urusan gue sama Dia."
"M-mas, ini gak seperti yang mas pikirin." Dia mencoba menjelaskan kepada Aryan. Dirinya tidak ingin suaminya salah paham lagi. Ia juga tidak ingin ada pertengkaran antara Aryan dan Axel yang sudah beradu tatapan permusuhan. Jujur saja, hati, pikiran, dan tubuhnya lelah karena pertengkarannya dengan Aryan kemarin masih menyisakan luka untuknya. Sementara hari ini dirinya hampir kehilangan nyawa dan ia merasa tidak siap jika harus ada pertengkaran lagi.
Melihat tidak ada respon apapun dari Aryan, Dia kemudian mengarahkan pandangannya kepada Axel. "Xel tolong lepasin. Please aku bakal jelasin semua. Tapi gak sekarang. Biarin aku pulang sama mas Aryan." ujar Dia dengan nada memohon.
"Oh jadi om-om galak ini namanya Aryan? " tanya Axel santai sambil tersenyum sinis ke arah Aryan.
"Lo bilang apa barusan?"
"Subhanallah, ternyata dia juga budek Ay?" Axel semakin memunculkan senyum manisnya yang seperti gulali. Berbanding terbalik dengan ucapannya yang terdengar mengejek Aryan.
Aryan yang mendengar ucapan laki-laki di hadapannya ini semakin dibuat geram dan mulai bersiap untuk melayangkan tinjunya. Dia yang menyadari emosi sang suami semakin tersulut mulai berdiri di depan Axel berusaha menghalangi sesuatu yang mungkin akan dilakukan Aryan. "Mas, saya akan pulang sama mas sekarang. Tapi tolong jangan bikin keributan." Dia menatap Aryan dengan sepenuh hati, sehingga mau gak mau membuat Aryan mengurungkan niatnya menghajar laki-laki di belakang istrinya.
"Jelas lo mesti balik sama gue sekarang."
"Gak akan kubiarkan," sahut Axel tak mau kalah.
Dia menghembuskan nafas dan memutar kepalanya menghadap Axel. "Xel, pleaseeee..kamu percaya kan sama aku."
"Tapi Ay. Gue gak bisa biarin lo pergi sama laki-laki kasar kayak gini. Apa sih hubungan dia sama lo? "
"Ayolah Xel. Percaya deh aku gak akan kenapa-kenapa. Mas Aryan gak akan nyakitin aku."
Aryan memutar matanya jengah melihat adegan perpisahan sepasang anak adam dan hawa ini. Bisa-bisanya istrinya itu romantis-romantisan dengan laki-laki lain di hadapannya. Kesabaran Aryan semakin menipis. Ia menarik tangan Dia dengan lebih keras ketimbang sebelumnya, memaksa Dia mengikuti langkah lebarnya menuju mobil Aryan. Sementara Axel masih berdiri seperti patung. Laki-laki berparas tampan ini masih memandang mereka berdua hingga mereka berlalu dari restaurant miliknya. Dalam hatinya ia bertanya-tanya siapakah laki-laki barusan. Kenapa ia seperti pernah melihat laki-laki ini? Tapi dimana? Apa dirinya telah melewatkan sesuatu?"
...
Dia turun dari mobil Aryan, mengikuti suaminya yang lebih dahulu melangkah memasuki rumahnya. Sepanjang perjalanan pulang tidak ada pembicaraan apapun. Hening. Raut wajah Aryan yang sudah auto default nya dingin semakin terlihat dingin, membuat Dia merasa jika suasana hati suaminya sedang tidak baik.
"Mas, kita perlu bicara. Ini gak seperti yang mas pikirin." Dia berusaha memecah keheningan dan melangkah masuk ke arah pintu yang baru saja dibuka oleh Aryan.
Brakkk. Aryan menutup pintu dengan keras. "Emang apa yang gue pikirin hah?" Ada amarah di balik suaranya. Dia terkejut mendengarnya hingga tanpa sadar malah menggigit bibirnya. "Sa-saya gak tau, tapi saya merasa bahwa mas marah sepertinya."
"Jelas gue marah. Istri yang selalu dibangga-banggain sama papa mama ternyata kayak gini aslinya. Cihh."
"Saya sama Axel itu tadi gak seperti yang mas lihat. Axel cuma bantuin saya yang...ta-tadi itu sa-saya...."
Belum sempat Dia menyelesaikan kalimatnya Aryan sudah memotongnya, "Oh jadi tadi yang gue lihat apa kalau bukan selingkuh, hah? Dulu lo nuduh macem-macem ke gue cuma gara-gara foto gue sama Silla. Tapi tadi lo peluk-pelukan sama cowok lain di tempat umum, di depan gue lagi. Istri macam apa kayak gitu, hah? Gak malu sama hijab lo. Dasar murahan."
Air mata Dia lolos seketika. Ia tidak menyangka bahwa kata-kata Aryan barusan sangat merendahkan harga dirinya. Diusapnya airmata itu dengan telapak tangannya. Cukup sudah ia menahan rasa sabarnya selama ini. "Jangan bawa-bawa hijab saya. Saya selama ini berusaha untuk menghormati Mas, tapi mas malah bilang saya istri seperti apa? Mas sendiri suami macam apa, hah?"
"Gak usah ngalihin pembicaraan. Kita lagi bahas lo, bukan gue."
"Ya, dari awal memang pernikahan ini gak pernah tentang kita berdua. Selalu tentang saya yang salah. Selalu saya yang harus ini, harus itu. Tapi Mas lupa, apa Mas sudah menjalankan kewajiban Mas sebagai suami? Enggak kan."
"Oh, lo sekarang nuntut gue melakukan kewajiban gue? Oke. Akan gue lakukan sekarang." Aryan berjalan mendekat ke arah Dia. "M-mas mau nga-ngapain?" Melihat Aryan yang semakin mendekat, reflek Dia memundurkan tubuhnya menjauhi suaminya. Firasatnya mengatakan dirinya tidak aman. Tatapan mata Aryan seperti ingin memangsanya.
"Kenapa mundur? Lo minta gue nglakuin kewajiban gue kan. Ayo sini." Aryan terus mendesak ke arah Dia. Saat jarak mereka hanya tinggal beberapa centi saja, Aryan segera memerangkap tubuh Dia. Ia dorong tubuh istrinya hingga terjatuh di sofa ruang tamu dan mulai menindihnya. Akal sehatnya sudah dipenuhi amarah.
Dia terus meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari kunkungan tubuh suaminya. "Ma-mas tolong lepasin." Ia gunakan kedua telapak tangannya untuk mendorong tubuh Aryan. Sia-sia saja. Tubuh Aryan dan tenaganya yang dua kali lipat darinya tidak mampu ia tandingi oleh tenaganya. "Ini kan yang lo mau. Gak usah munafik." Aryan menangkap kedua pergelangan tangan Dia dengan satu tangannya dan mencengkeramnya di atas kepala Dia.
"Enggak mas. I-istigfa....hmmph." Suara Dia teredam oleh ciuman yang dialamatkan Aryan di bibir mungilnya. Ciuman yang menuntut dan panjang sehingga membuat Dia seperti kehabisan nafas. "Ma-mas please lepasi..hmmphh" Ciuman itu terjadi lagi. Lebih kasar dan menuntut.
Hahhm...Dia akhirnya dapat kembali bernafas ketika Aryan menghentikan ciumannya. "Gak usah sok suci. Tubuh lo palingan udah pernah dipake kan?"
Dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya menanggapi tuduhan keji Aryan. Bibirnya terasa kebas dan bengkak karena ciuman Aryan yang kasar. Rasanya sangat sakit mendengar kalimat yang dilontarkan oleh suaminya. Bagaimana bisa dirinya diperlakukan dan dianggap serendah itu oleh seseorang yang harusnya melindunginya. Airmatanya semakin turun dengan derasnya.
Aryan yang dibutakan oleh amarah seolah menolak sudut hatinya yang menyuruh untuk berhenti. Ia kembali mendaratkan ciumannya dari bibir turun ke dagu dan sepanjang leher Dia. Sementara Dia terus saja menggeliat di bawah kunkungan tubuh besar Aryan sehingga malah menyulut gairahnya. Dilepaskan cengkeraman tangan Dia darinya dan mulai memaksa untuk membuka pakaian Dia.
Kreekkkkk. Terdengar bunyi koyak dari kemeja yang digunakan istrinya itu sehingga menampakkan p******a yang padat menyembul di balik bra berwarna hitam. Ia lepaskan bra istrinya dengan paksa dan tubuh bagian atas Dia sudah tereskpos sempurna di hadapannya. Aryan menelan ludahnya sejenak. Jujur saja, tubuh mulus Dia begitu memancing gairahnya sebagai laki-laki normal.
"Ma-masss...tolong lepasin saya."
...