10 Siapakah Kamu?

1749 Kata
"Ketiadaan dirimu ternyata membuat hatiku gusar dengan ribuan tanda tanya besar." - Aryan ... Dia bergelung di atas tempat tidurnya. Sudah hampir tengah malam tapi dirinya belum juga bisa memejamkan mata. Pikirannya sedang kacau. Hatinya benar-benar terluka. Sesampainya di rumah, Dia sama sekali tak berbicara lagi dengan suaminya dan langsung mengurung diri di dalam kamar. Dia bukannya tidak tahu jika suaminya sempat mengucapkan maaf ketika sedang menyelimuti Dia dengan jaket milik Aryan. Dia bahkan mendengar dengan jelas, hanya saja hatinya terlanjur terluka. Rasanya ia belum sanggup untuk berbicara atau sekedar berhadapan dengan suaminya. Diraihnya ponsel yang ada di meja dekat tempat tidurnya. Ada beberapa panggilan dan pesan masuk ke ponselnya. Dirinya sengaja mengabaikan bunyi ponselnya tadi, dan kini ia berniat untuk membalas atau sekedar melihat siapa saja yang menghubunginya. Dia sedikit mengernyitkan dahi ketika mendapati kiriman sebuah video. Video dirinya yang tengah ditarik oleh Aryan dari depan cafe menuju mobil. Ini pasti Reza yang merekam dan melaporkan ke bosnya itu. Axel Samudera : Siapa laki-laki ini? Dia gak macam-macam sama kamu kan? 21:20 Dia Lara(s)ati : Enggak kok. Aman. Besok aku jelasin semuanya. 00:23 Hufft. Dia menghela nafas pelan. Mungkin ini saatnya dia menceritakan apa yang terjadi pada dirinya dan juga tentang pernikahannya. Diletakkan kembali ponselnya di meja dan mulai merebahkan kembali tubuhnya. Berusaha untuk memejamkan mata dan berharap bahwa rasa sakit hatinya bisa berkurang. ... Aryan masih saja termenung di tepian tempat tidurnya. Ia sangat menyadari sikapnya yang sangat keterlaluan dan membuatnya merasa bersalah. Sementara sikap diamnya Dia semakin menegaskan bahwa gadis itu benar-benar terluka. Bahkan ia sempat melihat jejak-jejak air mata di pelupuk mata sang istri yang sembab. Selama ini jika Aryan bersikap dingin, istrinya itu justru tersenyum manis ke arahnya. Tapi tidak kali ini. "Apa gue mesti minta maaf ya. Tapi kalo dia gak maafin terus malah besar kepala gimana coba." Aryan mulai mode mengomel dengan dirinya sendiri. "Lagian wajar dong gue marah-marah. Mana ada suami yang suka ngliat istrinya asik sama laki-laki lain. Eh, istri? Ta-tapi gue kan gak ngakuin dia istri gue. Bodo ah gue pusing." Aryan berguling ke tempat tidurnya dan mendapati jaket miliknya yang tadi ia gunakan untuk menutupi Dia yang kedinginan. Ehmm, bukan cuma itu sih alasan sebenarnya. Awalnya dirinya hanya menatap jaket miliknya itu tapi entah bagaimana ia malah berakhir dengan menciumi jaket tersebut. Alasannya tak lain dan tak bukan karena ada bau yang lain, bau istrinya. Ada aroma musk lembut dan sedikit aroma manis buah pear. Ingatannya kembali melayang ketika tadi ia mengecup singkat bibir Dia. "Manis. Kenapa kamu bisa semanis itu sih rasanya." Aryan mengusap bibirnya. "Harusnya tadi lamaan dikit ya." Eh ada apa dengan dirinya. Bisa-bisanya ia malah senyum-senyum sendiri mengingat ciuman itu. Aryan mendudukkan dirinya di atas kasur dan melemparkan jaket itu. "Gue gak boleh lemah. Gak boleh bayangin apapun. Focus Aryan. Lupakan semuanya. Lupakan soal bibirnya...hmm tapi kok pengen ngrasain lagi. Arghhh" Aryan mengacak-acak rambutnya. Ia merasa bingung kenapa dirinya seperti kehilangan akal sehatnya. Direbahkan kembali tubuhnya dan menarik selimutnya. Ia harus tidur. Ya tidur daripada otaknya semakin berpikir yang tidak-tidak. 20 menit sudah berlalu sejak dirinya mengikrarkan untuk tidur. Bukannya tertidur yang ada Aryan hanya membolak-balikkan tubuhnya mencari posisi nyaman. Disibakkan selimutnya, "Arggghh gue kenapa sih." Pandangannya kembali tertuju kepada jaket yang tadi ia lempar sembarangan. Diraih jaket itu dan ia peluk erat sembari kembali merebahkan tubuhnya. Tanpa tau bagaimana, matanya mulai merasakan kantuk saat ia memeluk jaket miliknya itu. Oke fix Aryan yang awalnya cool sudah bergeser jadi gila. ... Waktu sudah menunjukkan pukul 11:00 pagi, tetapi Aryan masih enggan beranjak dari tempat tidurnya. Selepas sholat shubuh ia sengaja kembali merebahkan tubuhnya di kasur. Ya, hari ini hari minggu, hari ia akan pacaran sepuasnya dengan kasur. Tidak akan ada yang bisa memisahkan mereka berdua. Aryan mengerjapkan matanya. Rasa lapar mulai menyerangnya. Ia harus bangun untuk mandi dan sarapan sekaligus makan siang. Diliriknya meja di samping tempat tidurnya. Ada yang berbeda pagi ini ketimbang hari-hari sebelumnya. Tidak ada secangkir kopi hangat di sana. Tidak ada pakaian yang biasa disiapkan Dia untuknya. Meskipun ia tak pernah menyentuh semua yang disiapkan​ istrinya, tetapi ada rasa yang aneh ketika itu tak lagi ada. Aryan mendudukan dirinya sejenak sebelum melangkah ke kamar mandi. Setelah selesai mandi dan berganti pakaian dengan kaos berwarna hitam dan celana panjang jeans hitam, Aryan beranjak keluar kamar dan menuruni tangga. Suasana rumah benar-benar sepi. Tidak ada pemandangan senyum manis sang istri yang menyambutnya dan bertanya apakah hari ini dirinya akan sarapan. Ahh rasa-rasanya Aryan merindukan hal itu. Aryan mengedarkan pandangannya. Kemana gerangan keberadaan istrinya, karena ia tak mendapati Dia ada di dapur ataupun ruang makan. Ia melangkah ke ruang tamu. Nihil. Tempat itu juga kosong. "Apa Dia sedang di kamar?" tanyanya ke diri sendiri. Dilangkahkan kakinya menuju kamar istrinya. Setelah beberapa detik berdebat dengan hatinya untuk mengetuk pintu atau tidak, pada akhirnya tangannya sudah mengetuk pintu kamar Dia. Tokk tokk. "Dia, lo di dalam? Keluar gue mau ngomong." Hening. Tidak ada jawaban apapun. "Lo marah sama gue? Cepet buka atau gue dobrak." lanjutnya. Masih saja hening. Tidak ada sahutan apapun. Aryan mulai kehilangan kesabarannya dan memutar handle pintu. Tidak di kunci. Aryan melangkah masuk. Sama saja. Tidak ada istrinya di sana. "Lo di kamar mandi ya?" teriak Aryan sembari melangkah ke arah kamar mandi di kamar itu. Pintu kamar mandi terbuka. Artinya tidak ada istrinya. Lantas kemana istrinya itu sekarang. "Dia benar-benar marah sama gue deh. Apa jangan-jangan Dia kabur karena terlanjur sakit hati sama kelakuan gue." Aryan mendudukan dirinya di tempat tidur istrinya. Pandangan terusik sebuah foto di atas meja. Aryan meraih foto itu. Foto pernikahan mereka. Sederhana memang. Tapi istrinya tersenyum bahagia di situ. "Gue udah jahat banget sama lo. Karena gue kecewa sama papa mama terus gue lampiasin semuanya ke lo." Aryan mengusap wajah gadis di foto itu sebelum ia letakkan kembali di atas meja. Klik. Aryan menutup kembali pintu kamar Dia dan beranjak menuju ruang makan. Ia merasa haus dan lapar. Sesampainya di meja ia menemukan sepiring nasi goreng dan segelas jus jeruk. Ada secarik kertas di sana. "Jangan lupa dimakan. Semoga mas menikmati sarapan yang sudah saya siapkan." Aryan tertegun membaca pesan itu. Istrinya tetaplah baik dan menjalankan kewajibannya sebagai istri, sekalipun Aryan telah menyakiti hatinya. Hatinya terasa nyeri mengingat perlakuannya selama ini kepada Dia. Istrinya yang menyiapkan makan, mencuci bajunya, membereskan rumah tapi ia tak pernah sekalipun menghargai itu sedikitpun. Ia harus menemukan istrinya dan meminta maaf padanya. Buru-buru dirogohnya ponsel miliknya dari saku celananya. "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Silahkan tinggalkan pesan..." Tuttt tuutt tuttt. Aryan menghela nafas kasar. Barusan ia menghubungi nomor istrinya tapi seperti kemarin, nomor itu tidak pernah aktif. Ia kembali mendial salah satu nomor di ponselnya. "Assalamualaikum Ar. Ada apa kamu telpon papa?" "Wa'alaikumsalam pa. Hmm apa Dia ke rumah?" "Apa maksud kamu? Istrimu pergi dari rumah? Apa yang sudah kamu lakukan sampai Dia pergi? Papa tau ya Dia itu anak baik. Pasti kamu sudah keterlaluan sama Dia kan? Ngaku." "Hmm enggak pa. Tadi Dia bilang mau keluar rumah. Jadi Aryan pikir Dia ke sana. Soalnya belum balik-balik juga." "Pokoknya papa gak mau tau. Kalo sampe besok pagi papa denger Dia gak pulang. Kamu habis sama papa." "Issh papa ini apa-apaan ngancem segala. Orang Aryan sama Dia gak gimana-gimana kok. Kita baik-baik aja." "Baik-baik kok gak tau istri sendiri dimana? Suami macam apa kamu? Coba kamu ke rumah mertuamu. Siapa tau Dia ke sana. Lagian kamu belum pernah mengunjungi mertuamu kan?" "Hmmm iya sih pa. Ta-tapi Aryan gak tau pa alamat rumah orang tua Dia." "Astagfirullah Aryan. Rumah mertua sendiri gak tau. Keterlaluan. Papa malu sama kelakuan kamu. Apa kata Pandu sama istrinya nanti kalo tau kelakuan kamu seperti ini." "Issh papa ngomel mulu, gak ada bedanya sama mama. Ya gimana mau tau alamatnya, orang tau-tau aja dipaksa nikah." "Papa kirim alamat rumah Pandu ke Wa kamu. Kamu rubah sikap kamu. Jadi suami yang baik. Jangan malu-maluin papa sama mama. Oke boy?" "Iyaaaaaa. Ya udah. Bye papa." "Bukan bye Aryan. Tapi Wa'alaikumsalam." ... Aryan terpaku di dalam mobil. Dirinya tadi langsung menuju alamat rumah yang dikirimkan sang papa. Dan di sinilah ia sekarang. Di depan sebuah rumah yang sangat megah. Dua kali lebih megah ketimbang rumah papanya yang notabene adalah seorang pemilik salah satu perusahaan besar di Indonesia. Rasa ragu mulai menyelimuti batinnya. "Ini beneran rumahnya?" Aryan tidak menyangka sama sekali jika gadis yang sudah ia nikahi berasal dari keluarga yang kaya raya. Melihat profesi ayah mertuanya yang seorang abdi negara dan ibu mertuanya adalah dokter ia pikir rasanya sangat tidak mungkin jika sampai semegah ini rumahnya. Ditambah penampilan Dia yang sederhana dan tidak sungkan mengerjakan pekerjaan rumah tangga, benar-benar jauh dari sosok nona muda yang manja. "Ahh mobil. Mobil Dia kan BMW M4 Competition. Bego, kenapa gue gak nyadar kalo mobil itu bukan mobil murah. Cuma ada dua unit di Indonesia. Tapi kok bisa ya? Bener gak sih ini." Aryan masih saja tertegun memandang rumah yang di depannya. Setelah menyakinkan diri, Aryan keluar dari mobil dan menghampiri seorang satpam yang berada di dekat gerbang rumah orang tua Dia. "Selamat siang pak, apa ini benar rumah bapak Pandu?" Bapak satpam yang ternyata tidak hanya satu orang itu saling melempar pandangan dan menelisik penampilan Aryan yang hanya menggunakan kaos hitam, jaket hitam dipadukan dengan bawahan jeans hitam dan sneaker hitam dengan​ sedikit aksen putih. "Iya benar. Tapi mas ini siapa dan ada keperluan apa dengan Bapak Pandu?" selidik salah satu satpam yang dari penampilannya kelihatan lebih senior ketimbang satpam satunya. "Saya anak dari teman Pak Pandu. Saya diminta ayah saya untuk ketemu dengan Pak Pandu dan anaknya." ujar Aryan berbohong. Rasanya ia tidak mungkin jika harus mengatakan bahwa ia menantu dari sang pemilik rumah. "Apa sebelumnya mas sudah buat janji bertemu dengan Bapak mas? Karena saat ini Bapak Pandu sedang di keluar kota. Sementara kalo anaknya, siapa yang dimaksud mas? Anak pak Pandu yang mana ya mas?". Wow Aryan mendapati fakta bahwa istrinya itu ternyata memiliki saudara. Karena saat pernikahan mereka yang hadir hanya kedua orang tua Dia jadi ia tak pernah berpikir​ bahwa ia akan memiliki saudara ipar. "A-ayudia pak." "Oh non Dia. Tadi non memang ke rumah sini tapi baru saja keluar lagi mas." "Kemana ya pak kalo boleh tau?" "Maaf mas kami tidak tahu." "Oh gitu ya pak. Baiklah terima kasih pak. Saya pamit." Aryan berlalu memasuki mobilnya. Dalam hatinya diliputi berbagai pertanyaan tentang keluarga dari istrinya. "Kamu siapa sebenarnya?" ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN