09 Dan Pertama Kalinya

1691 Kata
"Kupikir kamu orang yang tepat, tapi ternyata justru memberi luka yang paling hebat." - Dia ... Dia baru saja melangkah keluar dari toilet, dan alangkah terkejutnya ia mendapati suaminya tengah berdiri di hadapannya. Aryan bersedekap sambil menatap Dia dengan sangat tajam. "Mas Aryan...Mas ngapain di sini." Aryan mendengus kesal. Wajahnya masih saja dingin. "Ambil tas lo terus pamitan sama temen-temen lo. Gue tunggu di depan." "Maksud mas apa?" Aryan memutar bola matanya jengah. "Balik sekarang sama gue. Gak usah ngebantah. Dosa seorang istri kalo ngebantah suami." Dia terkejut atas ucapan Aryan barusan. Ada apa dengan suaminya. Bukankah Aryan yang meminta untuk pura-pura untuk tidak saling kenal. Lalu sekarang jika mereka ketahuan pulang bersama, bukankah akan menimbulkan tanda tanya dari mereka. Dia sendiri tidak mempermasalahkan jika status dirinya sebagai istri Aryan diketahui orang lain. Justru dirinya merasa sangat senang karena artinya dia diakui sebagai istri bukan hanya status di depan kedua orang tua mereka saja. Tapi bagaimana dengan Aryan? Bukankah dirinya menganggap jika pernikahan ini sebuah kesalahan untuknya. "Ayo cepetan." "Ta-tapi mas mobil saya di kantor. Saya kesini tadi bareng bang Kevin." ujar Dia gugup sambil menggigit bibir bawahnya. Aryan merasa tergoda hanya melihat aktifitas di bibir sang istri. "Damn..gak usah pake tapi- tapian. Cepet." umpat Aryan sambil berlalu kearah pintu keluar cafe. Dia benar-benar terhenyak. Dirinya terus bertanya-tanya atas perubahan sikap suaminya. Dia terbiasa dengan bentakan Aryan tapi barusan nada bicara dan ekspresi Aryan sungguh berbeda. Terasa seperti sangat marah dan begitu dingin. Lebih dingin ketimbang kejebak di gudang es batu. (Kayak pernah aja -_- ) Dia menghela nafas sejenak sebelum akhirnya berjalan menuju meja teman-temannya. "Hmmm, maaf semua. Aku mesti balik duluan. Ada urusan dadakan. Kalian lanjut aja nongkrongnya" Dia meraih tas ranselnya. "Loh tadi kan lo sama gue kesini. Terus gimana baliknya?" tanya bang Kevin heran. "Aku udah ditunggu sama seseorang. Tolong bayarin dulu punya aku bang. Makasih yak...duluan. Assalamualaikum." ucap Dia terburu-buru. Sepeninggal Dia pergi, ada seseorang yang sepertinya sedang menunjukkan gelagat kecewa. "Lah Gatt, lo kenapa diem mulu. Gara-gara ditinggal pulang ya sama doi? Atau gara-gara denger Dia ditungguin seseorang?" "Apaan sih Dim, gue biasa kali. Eh Aryan mana sih? Daritadi ke toilet kok kagak balik-balik?" "Lah iya, hampir aja gue lupa sama tu anak. Gue susulin ke toilet deh. Gak lucu aja kalo tu anak ketiduran di sana." Dimas beranjak dari tempat duduknya dan mulai mencari keberadaan temen gesreknya itu. Dimas masih saja mondar-mandir di dalam toilet pria tapi tak juga ia temukan seseorang yang dicarinya. Dimas melangkahkan kakinya keluar dari toilet dan mulai mengedarkan pandangan ke penjuru cafe. Matanya menyipit menangkap sesosok laki-laki berpostur tinggi yang sangat familiar dengannya tengah berdiri di depan pintu keluar. Dimas terheran ketika mendapati Aryan tengah berdiri sambil berbicara dengan seseorang. Hanya saja ia tidak bisa tahu itu siapa. Lawan bicara sahabatnya itu terhalang pintu keluar sehingga dirinya tidak dapat melihat dengan jelas. Karena penasaran Dimas pun hendak melangkah mendekat ke arah sahabatnya itu. Namun belum sempat dirinya beranjak, ponsel di tangannya berbunyi dan menampilkan nama Aryan di layar. "Ry, lo dimana sih? Gue cariin juga?" "Lo balik sama Gatta atau pake taxi. Gue balik duluan. Urgent." "Lah kok git...." Tuttt tuutt tuttt telpon Aryan terputus bahkan ketika Dimas belum juga selesai berbicara. "Hadeewwh punya bos sekaligus temen kok gini amat yak." Dimas menghela nafas dan berbalik arah menuju tempat duduknya semula. "Dim, mana Aryan? Kok lo sendirian? Bukannya lo mau nyariin dia?" "Balik duluan tu bocah. Eh ntar baliknya gue nebeng lo ya. Kan gue tadi kesini sama Aryan." Dimas kemabali duduk, sementara Gatta hanya mengangguk. Tidak ada yang curiga dengan kepulangan Aryan dan Dia secara bersamaan. Karena mereka pikir mereka adalah dua orang yang tidak saling kenal. ... Dia berdiri di samping Aryan yang baru saja selesai menelpon seseorang. "Mas,ini hujan deres lho. Saya pinjem payung sama Reza dulu ya." "Gak usah." Tanpa menunggu jawaban Dia, Aryan langsung menarik pergelangan tangan Dia dan memaksanya berlari di tengah-tengah hujan deras. Aryan mencengkeram tangan Dia dengan sangat erat sehingga terasa sakit untuk Dia. "M-mas, ini sakit, tolong lepasin." Aryan tak menggubris sedikitpun, malah justru semakin erat mencengkeram tangan Dia. "Ini beneran sakit..Awww." Dia mengaduh ketika Aryan menghentakkan tangannya ketika sampai di depan mobil Aryan. "Cepetan masuk." ujar Aryan sangat dingin. Dia mengusap pergelangan tangannya yang sedikit merah. Dirinya tidak menyangka bahwa suaminya itu bisa bersikap kasar. "Cepetan, lo mau gue paksa masuk, hah!". Dia mengerjapkan matanya dan mulai beranjak masuk ke dalam mobil. Aryan segera berlari menuju pintu mobil di sebelah kemudi dan masuk ke dalam. Hawa dingin semakin terasa karena baju yang mereka kenakan basah terkena hujan. Tidak ada pembicaraan apapun di dalam mobil. Hening. Aryan yang awalnya duduk di kursi pengemudi mulai mendekatkan dirinya ke arah Dia. Saat jarak Aryan semakin dekat, Dia gugup sekali hingga tanpa sadar ia menggigit bibir bawahnya. Chupp. Satu kecupan singkat mendarat di bibir Dia. Manis. Sangat manis malah menurut Aryan. Ditatapnya wajah Dia yang terkejut karena perlakuan Aryan barusan. "Kalo gak mau terjadi hal yang lebih jauh, berhenti gigit bibir lo lagi." ujar Aryan dengan suara sedikit parau. Blush. Dia hanya mengerjapkan matanya berulangkali. Ciuman pertamanya. Pipinya memanas dan terdapat semburat merah yang sangat kentara. Semua terjadi begitu cepat sehingga Dia kesulitan mencerna yang terjadi barusan. Berada sangat dekat dengan Dia, membuat Aryan harus menahan gairahnya. Ditariknya seatbelt dan mengunci tubuh Dia. Klik. Awalnya dirinya hanya ingin memasang seatbelt untuk istrinya tapi ketika istrinya menggigit bibir bawahnya, Aryan tidak bisa menolak untuk tidak mengecup bibir manis yang sejak kemarin terus menggodanya. Aryan kembali ke posisi duduknya. Menjauh dari Dia. Bukan langsung menjalankan mobilnya. Aryan justru membuka kancing kemejanya yang basah. Melihat Aryan yang sedang telanjang d**a membuat Dia semakin merona. d**a bidang Aryan terpampang nyata. "Nikmat Tuhan manakah yang kau dustakan...eh" batin Dia. "Ma-mas nga-ngapain buka baju." Dia reflek menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Suaminya yang topless tapi entah kenapa dirinya yang malah merasa malu melihatnya. Aryan hanya melirik cuek dan mengambil paper bag berisi kaos miliknya. "Gue cuma mau ganti baju, gak usah mikir aneh-aneh. Lagian sok-sokan ngliat gue gini aja malu, padahal kelakuan lho gak baik di belakang gue. Lo pasti udah sering kan ngliat begini bahkan lebih dari ini sama cowok-cowok di luar sana." Degg. Dia seperti tersambar petir mendengar ucapan sang suami. Baru saja dirinya merasa diinginkan dan sekarang dirinya baru saja dihempaskan di tempat yang paling dalam. Dia menurunkan telapak tangan yang menutupi wajahnya. Matanya nanar melihat ke arah Aryan yang tengah memakai kaos. Bagaimanapun dirinya tidak seperti yang dituduhkan oleh sang suami. Sembilan tahun ia habiskan masa remajanya hanya untuk laki-laki yang sekarang berstatus sebagai suaminya itu. Meskipun ia sadar banyak lelaki yang menaruh hati padanya, Dia tetap berpegang teguh pada pilihan Ayahnyalah yang terbaik. Tetapi sekarang harapan dan hatinya benar-benar sudah hancur. Ada rasa panas di pelupuk matanya. Dia tahan airmatanya agar tidak sampai keluar. Dia berusaha menyembunyikan segenap perasaan sakitnya. Dia tidak ingin menangis di depan orang yang sudah menyakitinya. "Serendah itukah saya di mata Mas..." ucap Dia lirih sambil memandang suaminya. "Mana ada perempuan baik-baik yang jelas-jelas sudah menikah tapi masih suka jalan sama cowok-cowok, ketawa-ketawa sama mereka. Dan itu tanpa seijin suaminya. Gue ada aja sok pura-pura gak kenal. Bisa aja kan di belakang gue lo nglakuin hal lain. Pura-pura single, terus tebar pesona sana sini. Seneng banget ya kayaknya dikerubutin cowok-cowok." Aryan membalas dengan nada tajam. "Apa salah jika saya ingin sekedar ngobrol-ngobrol sama temen-teman saya. Toh saya gak berbuat sesuatu yang melanggar batasan norma agama. Soal saya yang pura-pura gak kenal Mas, bukankah Mas sendiri yang minta saya untuk pura-pura tidak kenal jika bertemu dengan Mas. Terus Mas nuduh saya begitu, dimana letak kesalahan saya." Dia menggengam erat telapak tangannya, menahan semua rasa sakitnya. "Oh jadi sekarang lo mau nyalahin gue, hah!!" bentak Aryan kasar. "Apapun yang saya katakan atau lakukan akan selalu salah di mata Mas. Sekalipun saya ijin, mas gak akan pernah tau..Percuma..." Dia mengatakan dengan suara yang bergetar. Air mata yang sedari tadi ia tahan mati-matian akhirnya lolos juga. Buru-buru ia usap dengan punggung tangannya. Dialihkan pandangannya ke arah luar. Dia peluk tubuhnya yang terasa sangat dingin. Bukan hanya dingin karena baju yang ia kenakan basah terkena air hujan, tapi juga karena sikap suaminya. "Ya Allah rasanya sangat sakit, padahal tidak ada yang menusukku." batinnya. Dia pejamkan matanya berusaha meredam air matanya yang terus saja turun tanpa sanggup ia tahan. Aryan terdiam sesaat sebelum akhirnya mulai menjalankan mobilnya menembus jalanan yang licin dan macet. "Apa dia menangis? Kenapa suaranya bergetar? Ahh tapi gue gak denger suara orang nangis. Gue kenapa malah uring-uringan dan lepas kendali gini sih. Argh bego. Lo keterlaluan Ar" umpatnya dalam hati. Dia masih memejamkan mata. Berharap ia segera sampai ke rumah. Berdua bersama suaminya yang baru saja mematahkan hatinya membuatnya tidak nyaman. Dia kembali mengusap lengannya berusaha mengurangi rasa dingin yang menerpanya. Disandarkan kepalanya di jendela mobil. Tidak ada suara diantara mereka berdua. Jalanan yang licin karena hujan dan banyaknya kendaraan yang melintas membuat perjalanan semakin terasa sangat lama. Aryan melirik ke arah istrinya yang tengah mengusap lengannya karena kedinginan. Ada rasa iba yang menyeruak di hati Aryan. Diarahkan pandangannya ke arah blouse dan hijab yang digunakan Dia, hampir semua basah karena dirinya tadi memaksanya berlari di tengah hujan. Saking basahnya baju Dia, dirinya bahkan bisa melihat pakaian dalam sang istri. Bra berwarna merah dan ada aksen rendra. Ahh Aryan menghela nafas. Kontrol dirinya benar-benar diobrak-abrik hanya dengan melihat itu. Aryan menggeleng-gelengkan kepalanya. Mengusir semua pikiran gilanya. Perasaannya benar-benar tidak bisa ia mengerti. Ditepikan mobilnya ke arah jalanan yang agak sepi. Aryan mengambil jaket yang ada di jok belakang dan menyelimuti tubuh istrinya dengan jaket miliknya. Jantungnya berdetak sangat keras ketika ia berada sangat dekat dengan Dia yang pandangan matanya tertutup rapat seolah enggan melihat dirinya. Dipandangi sejenak wajah cantik itu. Ada jejak-jejak air mata. Rasa bersalahnya seketika menyeruak. Diusapnya pipi mulus yang sedikit tembam itu. "Maaf..." ucapnya lirih sebelum ia kembali ke posisi semua dan mulai menjalankan mobilnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN