SHS Story 2

1406 Kata
Kalla dan Aksa terpisah setelah meninggalkan bangku SMP. Mereka sama-sama mengenakan seragam putih abu-abu, tetapi, tidak dengan simbol yang sama. Aksa tidak cukup nilai untuk masuk ke sekolah yang sama dengan Kalla. Akademis Aksa kini terkalahkan dengan segala aktivitas yang membuat Aksa lebih merasa nyaman dan bahagia. Awalnya, Aksa sangat khawatir dengan ini. Namun, Kalla meyakinkan Aksa jika ia bisa menjaga dirinya sendiri. Kini sudah dewasa, bukan anak kecil lagi yang masih merengek minta ditemani kesana kemari. Kalla juga berjanji akan segera mendapatkan teman perempuan di bangku putih abu-abu ini. "Kamu tau nggak, Kal. Aku nyesel banget nggak bisa satu sekolah sama kamu. Aku nggak bisa jagain kamu setiap hari, kaya janji-janji aku waktu kita kecil," ujar Aksa tiba-tiba saat mereka berangkat sekolah naik motor. "Kenaoa tiba-tiba ngomong kaya gitu?" "Ya nggak papa, cuma inget aja, aku harus ninggalin kamu sendirian setelah aku antar kamu ke sekolah. Aku cuma bisa lihat kamu dari gerbang sekolah. Nggak bisa ikut masuk ke dalem buat mastiin kamu baik-baik aja sampai masuk ke kela," jawab Aksa sedikit menggombal. "Ihhh apaan deh," balas Kalla sambil memukul kecil pundak Aksa. "Lagian kan, ini juga salah kamu. Kenapa kamu nggak cukup nilai buat masuk ke sekolah yang sama kaya aku? Jadi nggak bisa jagain aku, deh," ledek Kalla kepada Aksa. Aksa langsung berhenti dan meminggirkan motornya. "Kok kamu gitu sih. Aku kan udah berusaha, Kal. Tapi, Tuhan berkehendak lain. Aku harus punya nilai yang lebih rendah daripada minimal nilai masuk sekolah kamu," jawab Aksa memelas. "Ehhh kenapa berhenti? Nanti kita berdua terlambat loh!" "Biarin, biar aku bisa jagain kamu," jawab Aksa. "Malah ngambek," Kalla mencubit pinggang Aksa. "Sa, tau nggak sih, aku jadi terlalu manja dan terlalu mengandalkan kamu kalau kamu ada di samping aku. Mungkin ini salah satu jalan biar aku jadi lebih berani, lebih mandiri, dan lebih bisa mencari temen yang baik. Aku tau, kamu udah berusaha sekeras mungkin biar kita satu sekolah. Tapi, masih kita berbeda." "Ga asik deh kamu." "Hehehehe. Udah, jangan merasa bersalah, Sa. Aku tetep merasa aman karena kamu selalu ada buat aku kapan pun aku butuh. Jadi, kamu juga harus merasa nyaman di sekolah kamu. Biar kita nanti kuliah bisa satu kampus." "Iya-iya, maksud kamu nyaman belajar, biar nilainya bagus gitu, kan?" "Jangan suka bolos jam pelajaran. Jangan suka nongkrong di kantin waktu jam pelajaran! Kalau sampai aku tahu kamu bolos, aku ngambek!" "Yeeee yang bolos aku, kenapa jadi kamu yang ngambek?" "Udah ah, ayo kita berangkat,Sa! Nanti terlambat," ajak Kalla. Aksa mengantarkan sahabatnya itu sampai di depan gerbang sekolah. Setelah Kalla turun dan masuk ke sekolahnya, Aksa langsung menghentikan salah satu murid di sekolah itu. "Eh eh tunggu! Sini Lo!" Aksa memanggil salah satu murid sekolah itu. "Kenapa?" Jawab salah satu murid itu dengan sedikit ketakutan. "Jagain sahabat gue, ya! Itu tu, namanya Kalla. Cantik, jangan Lo gebet! Jagain aja, kalo ada apa-apa laporin ke gue!" Ujar Aksa kepada salah satu murid di sana. "Kok gue?" Tanya siswa laki-laki itu dengan penuh tanda tanya. "Nggak mau Lo?" Tanya Aksa dengan penuh ancaman di matanya. "Iya iya, bang. Mau kok, iya nanti gue jagain," jawabnya dengan nada ketakutan. Kalla menoleh ke arah Aksa, melihat ada yang aneh, lalu Kalla mengernyitkan dahi dan menggerakkan telunjuk agar Aksa tidak macam-macam. Aksa pun tersenyum, mendorong salah satu siswa laki-laki itu, dan beranjak pergi dari sekolah Kalla sebelum terlambat ke sekolah. Tanpa sepengetahuan Aksa, ternyata di sekolah Kalla memiliki banyak penggemar. Kalla terkenal dengan cantik wajahnya, lembut, dan tidak banyak tingkah. Banyak sekali cowok-cowok yang naksir dengan Kalla. Namun, sayangnya Kalla belum bisa membuka hatinya untuk siapapun. Kalla hanya bisa menerima laki-laki lain selain Papanya yaitu, Aksa. Sahabat kecil yang tumbuh dewasa bersama. Jika ada yang menyatakan cinta ke Kalla, Kalla akan menolaknya dengan sangat halus. Kalla tidak akan menyakiti perasaan siapapun. Meskipun sebenarnya Kalla merasa tidak nyaman dengan perlakuan cowok yang naksir dan mengejar-ngejar Kalla. “Sok cantik banget sih jadi cewek!” ujar salah satu kakak kelas Kalla yang tiba-tiba saja sudah berada di hadapan Kalla. Kalla tidak menjawab apa-apa, hanya mengernyitkan dahi, lalu membiarkan mereka berjalan mendahuluinya. Kalla tidak mempedulikan omongan kakak kelasnya itu. Karena, Kalla tidak mau menambah masalah apapun itu, dimanapun, dan dengan siapapun. Jam istirahat, Kalla berniat pergi ke toilet. Masih sendirian, belum ada kawan. Hanya ada beberapa yang menganggap jika Kalla adalah lawan. Padahal Kalla tidak pernah sama sekali membuat masalah. “Kalla, ke kantin bareng, yuk!” ajak Kakak Kelas laki-laki yang memang sudah mengincar Kalla dari lama. “Hai, Kak. Maaf, aku mau ke toilet dulu. Duluan saja ke kantinnya,” jawab Kalla dengan ramah. Kalla meninggalkan cowok itu karena terburu-buru mau ke toilet. Kakak kelas perempuan yang menganggap Kalla saingan mulai panas. Karena cowok yang ditaksir, ditolak Kalla mentah-mentah. Dia menganggap jika Kalla sudah merebut cowoknya. Padahal, mereka belum ada hubungan apa-apa. “Heh Kalla!” Kalla yang sedang merapikan bajunya terkejut mendengar sapaan kasar dari Kakak kelasnya itu. “Ada apa ya, kak?” “Jangan sok cantik dan sok jual mahal deh, lo!” “Kenapa, kak? Memang aku ada salah apa, ya? Tanya Kalla polos. “Berani-beraninya lo nolak cowok yang tadi ngajak lo ke kantin! Itu cowok gue, jadi lo jangan macem-macem!” ancam si kakak kelas jutek. “Maaf, kak. Tapi kan sudah aku tolak, jadi, nggak ada masalah dong seharusnya,” jawab Kalla masih dengan lemah lembut. Si kakak kelas jutek dengan gengnya ini gemes karena Kalla sangat polos dan lemah lembut. Sangat berbeda dengan mereka yang nggak tahu malu. “Ehhh maaf mbak-mbak, ini toilet. Tolong ya jangan pada nongkrong di sini,” ucap salah satu teman seangkatan Kalla mengusir halus kakak kelasnya. “Berani lo sama kakak kelas?” “Kenapa enggak?” teman Kalla lebih galak. Si kakak kelas jutek dengan geng nya itu pun pergi dari toilet. Mereka terlihat sangat kesal dengan Kalla dan temannya. “Haiii, makasih ya, sudah bantuin,” ucap Kalla sambil menyapa. “Iya sama-sama. Orang kaya mereka mah jangan dilembutin, digertak dikit saja kabur. Itu lihat!” seru teman Kalla. “Oh iya, ini pakai jaket aku di pinggang kamu,” ujar teman Kalla. “Kenapa?” “Bocor,” jawab teman Kalla sambil memberikan jaket dan membantu memasang jaket di pinggangnya. Kalla mau mengulurkan tangannya, berniat mengajak kenalan. Tapi, teman Kalla itu malah menarik tangan Kalla dan mengajak keluar, lalu menuju ke kantin. “Meira,” teman Kalla mengulurkan tangannya terlebih dahulu. “Kalla,” jawab Kalla sambil tersenyum. “Makasih ya sudah bantuin aku tadi.” “Ihhh sudah, makasih mulu, deh! Makan yuk!” Kalla akhirnya menemukan Meira untuknya. Teman yang selama ini Kalla cari, yang selama ini Kalla tunggu. Meira akhirnya datang menemuinya, lalu, menjadi temannya. Kalla senang sekali mendapatkan teman baru, terlihat baik, terlihat tulus, dan terlihat seperti Aksa, sedikit lebih galak. Meira ternyata satu kelas dengan Kalla. Namun, Meira baru pindah ke kelas Kalla mulai hari ini. Sebelumnya ada di kelas sebelah. Meira merasa tidak nyaman, lalu, memilih untuk masuk ke kelas Kalla. “Akhirnya aku ketemu sama kamu,” ujar Kalla tiba-tiba. “Memang kita sebelumnya pernah ketemu?” “Engga.” “Terus?” “Terus kenapa?” “Ya kenapa kamu bilang akhirnya?” “Akhirnya aku kenalan sama teman baru. Selama ini aku nggak punya teman sama sekali,” jawab Kalla dengan polos seperti biasa. “Keliatan sih.” “Kok bisa?” “Seneng banget soalnya bisa kenalan sama aku.” “Hahahahahaha,” Kalla dan Meira menertawakan obrolan mereka. Pulang sekolah, Aksa sudah menunggu Kalla di depan gerbang. Kalla berjalan bersama Meira menghampiri Aksa. Aksa menatap Kalla, memberi kode ke Kalla, menaikkan salah satu alisnya dan memajukan bibirnya. Aksa ingin bertanya siapa gadis yang ada di samping Kalla, namun, Aksa gengsi. “Aksa, kenalin, ini teman aku. Namanya Meira,” ucap Kalla membuka obrolan. “Ohhh iyaa iyaa,” jawab Aksa masih dengan sikap dingin dan sinis kepada semua teman baru Kalla. “Ihhhh kok begitu, sih. Ini kan teman aku! Oh iya, Meira, ini Aksa, teman aku.” “Sahabat!” ujar Aksa memperjelas. “Ohhh oke!” jawab Meira juga sama sama sinis seperti Aksa. “Kok kalian nggak mau kenalan sih?” Kalla bingung dengan sikap kedua temannya itu. Yang satu angkuh, yang satu gengsi, dan tidak mau jika Kalla punya teman baru. Takut tersaingi katanya. “Gue balik dulu ya, Kal! Sampai ketemu besok! Bye!” pamit Meira. “Daritadi kali, panas ini tunggu di sini,” ujar Aksa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN