"Uugh ... kau membuatku semakin menyayangimu sahabatku," ujaran menyeramkan itu keluar dari bibir laki-laki tampan yang memiliki wajah lembut. Tapi siapa sangka hatinya menyimpan sifat yang lebih mengerikan daripada manusia? Galih pun menghela nafas,
Srekkkhhh ....
"Akh ..., " desis Galih saat darah kental mulai merembes pelan di area luka karna ulah nya sendiri. Membuat Lintang, laki-laki yang sedari tadi menjadi penonton itu pun menyeringai puas. Sedang Galih masih asik memejamkan mata sambil bersender di headbord, menikmati berbagai sensasi yang di rasakannya.
"Kau puas?" tanya Galih pelan. dia seakan mabuk oleh luka ini.
"Tentu, kau mengobati sebagian rasa rindu ku beberapa minggu ini Galih! Tapi hanya sebagian, lakukan lagi agar kepuasanku terpenuhi, ya. Kali ini biar aku saja yang melakukannya, kan aku yang ingin melukis. Lagipula kau menikmati nya kan?" tutur Lintang dengan lembutnya. Galih hanya mampu mendesis tertahan di tempat, kepala nya masih pusing, badannya juga lemas, tapi tak ia pungkiri luka itu dapat merileks kan fikirannya.
"Ne, lakukan sepuasmu dimanapun kau mau, asal jangan sebelah kanan lagi. Rasanya hampir mati rasa," pasrah Galih.
Lintang tersenyum penuh smirk membuat siapapun yang melihat akan bergidik ngeri. Tangan nya sudah terulur mengambil pisau yang terdapat bercak darah dan menjilat nya pelan.
"Ohh, aku pindah ke sebelah kiri ya?. Waahh, tak kusangka malam ini aku sangat beruntung," ucap Lintang kegirangan.
Galih hanya berdehem tanpa membuka mata, badannya terasa lemas. Ia berusaha menikmati sensasi perih dan pedih yang terasa di tangan kanan nya.
Ssrrkk~
Bunyi deritan kasur membuat Galih menselonjorkam kedua kaki nya, ia pun merasa Lintang sudah berpindah di sisi kirinya saat dirasakannya baju lengan kaos yang di kenakannya sedang di singkap.
"Ahhh, mulus sekali, Lih. Sebenarnya sayang jika di lukai, tapi aku sudah tak tahan ingin mengukir disini," kata Lintang dengan tatapan lapar.
Galih hanya diam menanggapi nya karna jujur, sensasi perih di lengan kanan nya sudah mulai semakin menyakitkan karna terkena angin malam.
"Cepatlah, aku lelah dan ingin segera istirahat," lirih Galih.
Tanpa menjawab, Lintang sudah mulai mengarahkan pisau itu mendekati permukaan kulit putih Galih. Hingga Galih dapat merasakan dinginnya ujung pisau yang sudah menyentuh.
Tapi,
Ceklek~
"Galih, mari minu__ YAK!! KENAPA MASIH DISINI ANAK BODOH!" pekik seorang perempuan paruh baya lumayan keras hingga membuat Lintang sontak menjatuhkan pisau dan berdiri dari kasur Galih.
Galih pun membuka matanya. Beruntung ruang perawatan Genta kedap suara hingga membuat mereka tak mendengar ke gaduhan ini. Segera perempuan itu mendekat ke arah Galih dengan panik, meletakkan nampan berisi t***k bengek kesehatan yang di bawanya tadi ke atas nakas.
"Galih, kau oke? Apa Lintang melukaimu? Astagaa, kenapa berdarah begini? Hiks ... anak bodoh! Kau apakan Galih?!" tanya perempuan itu dengan panik, tangan nya sudah terulur mendekap Galih yang tak merepon sedikitpun. Sedangkan Lintang hanya menatap malas sambil berjalan ingin beranjak keluar.
"LINTANG! Ibu bertanya padamu! Apa kau tuli?!" Lintang memberhentikan langkahnya tepat di dekat pintu, ia mendecih tanpa menoleh.
"Aku tak melukainya, dia yang melakukannya sendiri."
Brak!
Lalu tubuh Lintang sudah hilang sempurna di tertelan pintu. MeninggalkanGalihi yang masih diam di dekapan perempuan itu tanpa bergerak, bersuara, ataupun menangis.
"Hiks ... anak bodoh! Anak gila! Bagaimana bisa aku melahirkan anak sepertinya?! Padahal aku sudah mengusirnya tadi. Heyy Galih, kauboke? Katakan sesuatu, bibi ambilkan kompres dulu ya," ucap perempuan itu penuh kehangatan.
Galih masih diam tanpa memperdulikan ucapan perempuan itu, kepalanya masih mematung di pundak ringkih perempuan itu dengan tatapan kosong.
"Yak!! Katakan sesuatu! Kau membu__"
"Bagaimana kabar Genta, kenapa bibi ke sini." lirihan pelan itu membuat perempuan bernama Sulis itu menghela nafas. Ia mengusap surai Galih yang dekat dengan wajahnya.
"Kau mengkhawatirkan nya disaat keadaanmu juga tengah mengkhawatirkan?" tanya Sulis sambil berusaha meletakkan Galih ke posisi berbaring, tapi Galih sama sekali tak bergerak.
"Biarkan begini bi, a-aku rindu pelukan mama," lirih Galih. Sulis pun sudah meringis, berusaha tak menangis lagi.
"Tapi tanganmu harus segera di obati, nanti infeksi," pinta Sulis pelan.
"Bagaimana keadaan Genta?" ucap Galih tanpa menghiraukan ucapan Sulis tadi. Lagi dan lagi Sulis menghela napas jengah.
"Dia sudah mulai membaik karna bibi memasang alat bantu nafas, seperti nya dia berjalan kaki cukup jauh hingga membuatnya kelelahan. Tapi tak apa, dia sudah membaik," jelas Sulis.
Galih pun menghela nafas lega, mata nya sudah berkunang-kunang karna pusing.
"Syukurlah," ucapnya pelan.
"Berbaring ya, biar bibi obati. M-maafkan Lintang, bibi sungguh minta maaf," lirih Sulis.
Air mata wanita itu sudah merembes ke pipi, merutuki dosa sang anak yang sudah tak terhitung lagi banyak nya pada Galih.
"Tak apa bi, Lintang tak salah," jawab Galih. Mendengar jawaban lirih itu, bukannya reda, tangis Sulis malah semakin pecah mendengar.
"Maaf, hiks ... Maaf bibi sudah mengenalkan anak bibi yang sudah menyerupai iblis. Hiks ... Maaf," isak Sulis.
Galih tersenyum di tempat, hatinya sakit mendengar isakan pilu satu-satunya wanita yang sudah di kenalnya sedari ia kecil ini.
"Bi, Lintang bukan iblis, dia dulu sahabat ku. Hanya saja kesalahanku yang membuatnya begitu," papar Galih dengan pelan. Sulis mengusap surai remaja yang biasanya beraura dingin ini.
"Sudah, jangan membahas laki-laki bodoh itu lagi. Sekarang berbaringlah, bibi takut lukanya infeksi," tutur Sulis.
Galih pun menurut, perlahan tubuhnya mulai berbaring dengan bantuan Sulis.
"Astaga, kau pucat sekali. Apa ada keluhan lain?" tanya wanita itu lagi.
Galih menggeleng, Sulis yang tak percaya langsung meraba dahi dan area wajah Galih yang tampak pucat.
"Panasmu lumayan tinggi, ayo ikut bibi ke ruang perawatan," ucap Sulis.
Galih pun menggeleng.
"Jangan berlebihan bi, beri saja obat. Setelahnya juga akan sembuh," jawab Galih dengan datar sambil memejamkan mata, meresapi sensasi pedih di lengan nya.
"Berlebihan apanya? Sudah ayo, ikut bibi ke rua___"
"Ayolah bi, aku tak ingin menambah masalah jika mereka tau luka baru ini," potong Galih.
Sulis diam.
Ya! Dia tau kalau Galih mengidap kelainan mental dan mencoba menutupi dan menyembuhkan sebisanya. Karna Sulis tau, ini semua juga karna kesalahan anaknya.
"Galih .... " lirih Sulis sambil menatap miris wajah pucat Galih, melihat betapa tak bahagia nya hidup anak malang ini.
Di asingkan itu sakit, Sulis sangat tau itu. Tapi Sulis pun tak bisa menyalahkan kedua orang tuanya yang terfokus pada Genta karna satu hal.
"Cepatlah bi, aku ingin segera tidur," gumam Galih. Sulis pun mulai beranjak dan mencari bahan keperluan Galih.
Keesokan harinya,
"Eoh, pagi, Tuan. Tuan tak ke kantor?" sapa Sulis pada tuan Kim saat melihat majikan yang menganggapnya saudara itu tengah bersantai di sofa dekat pintu kamar nya.
Ya, karena Sulis sudah merawat si kembar sejak kecil, keluarga Galih pun sudah menganggap Sulis dan anaknya sebagai keluarga dan menetap di rumah ini.
"Oh, Sulis! Sebentar lagi aku berangkat, rapat di cancel karna aku kesiangan bangun. Mungkin akibat begadang menjaga Genta," jawab Gilang dengan muka bantal.
Sulis mengangguk.
"Kalau begitu saya ke kamar Galih dulu, Tuan," ucap Soojun lembut.
"Kenapa tak ke ruangan Genta saja dulu? Genta kan belum di periksa," tanya tuan Kim heran.
Sulis lagi-lagi tersenyum.
'Kalian buta oleh vonis dokter, tak sadar kelakuan kalian sudah membuat kalian akan kehilangan kedua-duanya," batin Sulis.
"Oke, kalau begitu saya permisi," pamit Sulis.
▪▪▪▪▪
"Hah, apa Yoongi hendak membolos lagi? Apa dia tak jera selalu di hukum? Kenapa jam segini belum keluar kamar!" rutuk Yoona sambil berjalan menuju kamar Yoongi.
"Merepotkan, dia sudah besar kan? Mengapa tunggu di bangunkan baru bangun? Apa dia mau kena sko___AIGOOO! Kenapa aku lupa begini, Yoongi kan sedang di skors .... " Yeoja cantik itu sudah seperti orang gila di pagi hari ini, berjalan sambil menggerutu dan berhenti sambil memekik.
"Yakk! Tapi aku sudah terlanjur naik kesini. Apa aku masuk saja? Toh dari semalam aku belum melihat keadaannya," gerutu Yoona lagi dan lagi mendumel tepat di depan pintu bercat putih milik Yoongi. Perlahan, tangan Yoona terulur menyentuh knop pintu.
Ceklek~
Mata Yoona membelalak kaget saat melihat anak sulungnya tengah terlelap dengan punggung tangan kiri terdapat selang infus, dengkuran halus pun ikut menghiasi pendengaran dan pemandangannya. Ia pun seketika maju, mengecek dengan panik.
"Astaga, kau kenapa? Kenapa sampai begini?" pekik Yoona.
Ia frustasi sekarang, kedua anak kembar nya tengah sakit secara bersamaan. Belum lagi si bungsu benar-benar sehat, kini si datar nya tengah sakit juga. Tangannya terulir mengecek suhu tubuh Yoongi.
"Kenapa juga pakai selimut setebal ini? Orang demam tak boleh di tutupi begini," gerutu Yoona yang sudah mulai ingin menyibak selimut yang hanya menyembulkan tangan kiri, dan menutupi tubuh sekaligus luka di lengan kanan Yoongi. Tapi saat tangan Yoona sudah memegang selimut.
Ceklek~
"Eonni, sedang apa?" ucap seseorang tiba-tiba. Yoona sedikit terkejut dan menoleh seketika, lalu ia kembali berdiri tegap.
"Soojun, ada apa ini? Kenapa Yoongi sampai di infus begini? Badan nya juga sangat panas?" cerca Yoona. Soojun pun menelan saliva. Dia harus mengatakan apa?
"Eooh, semalam saat eonni menyuruhku memeriksa Yoongi, tiba-tiba suhu nya sudah naik. Infus ini hanya cairan kok, i-iya cairan vitamin agar demamnya cepat turun," gagap Soojun.
Beruntung Yoona mengangguk percaya, mata nya kembali menatap wajah pucat pasi milik Yoongi.
"Maafkan eomma, Yoon. Semalam eomma lebih mementingkan Tae, eomma fikir Tae memang lebih mengkhawatirkan," ucap Yoona sambil mengusap surai lepek Yoongi.
"Mian eonni, b-boleh saya periksa Yoongi dulu?" sahut Soojun.
Yoona pun mengangguk dan memundurkan diri beberapa langkah. Yoona dengan sigap memeriksa, dimulai dari selan infus dan sebagainya.
"Oh iya junie, mengapa kau menyelimuti nya begitu? Bukankah orang demam tak boleh di selimuti terlalu tebal agar panasnya turun? Lagi pula kenapa tak di bawa ke ruang perawatan? Kau juga tak memberi tahu ku kalau Yoongi sakit," sekak Yoona dengan cepat.
Tuhan, Soojun tak sanggup menjawab. Rasanya ia ingin menghilang saat ini juga.
Tbc....