"Eungh ..., " lenguh seorang laki-laki.
Ia mencoba mengerjabkan mata saat sinar matahari mengintip dari celah tirai jendela, mengusik tidur nyamannya. Matanya menyipit guna menghalau terpaan sinar sambil berusaha mengedarkan pandangan, hingga matanya sudah terfokus pada seorang laki-laki yang masih tertidur pulas dengan posisi duduk meringkuk dengan kepala yang diletakkan diatas lipatan tangan di ranjang, tepat di samping tangan kanan nya.
"Gen," ujar Galih pelan.
Ia mencoba duduk bersandar di headboard dengan pelan, takut mengusik ketentraman selang yang bertengger manis di pungggung tangan kirinya. Setelah itu ia duduk sempurna dan meringis kecil karna merasakan lengan kanannya berdenyut.
Dengan memaksa tangan kanannya, Galih perlahan mengusap surai Genta yang sedang terlelap dengan damai. Tak sadar Galih mengulas senyum tipis.
"Kenapa dia bisa tidur disini? Pasti badannya sakit semua," gumam Galih pelan.
Tangan kanan nya masih dipaksa bergerak untuk mengusap surai Genta dengan sayang, matanya tak lepas mengamati pahatan sempurna pada wajah Genta.
"Dasar i***t, aku kadang heran kenapa kau memanggilku kak padahal kita kembar," ucap Galih diiringi dengan kekehan kecil.
Tangannya perlahan berhenti mengusap surai Genta karna lengan kanan bekas sayatan itu mulai berdenyut.
"Aku sayang padamu dan menginginkan tetap begitu untuk selamanya. Tapi bolehkah kita berbagi? Aku juga ingin kasih sayang mereka," ucap Galih sambil menunduk. Entah mengapa dadanya bergemuruh saat berbicara tentang kasih sayang.
"Aku takut rasa keinginan yang tak terpenuhi ini berubah menjadi benci, dan akhirnya aku bisa melukaimu atau bahkan diriku sendiri," ucap Galih pelan.
Ia terus berbicara hingga tak sadar seseorang yang di anggapnya masih terlelap itu sudah sedari tadi mendengar ucapannya.
"Lintang berkhianat, papa sibuk bekerja, mama tak peduli, kak Reihan tak peduli, aku cuma punya Bibi Sulis sebagai tempat berteduh. Itupun kadang dia melupakanku dan lebih mendahulukanmu," ucap Galih dengan santai.
Genta sendiri sudah mati-matian menahan isakan dalam diam nya. Ia harus menahan agar dapat mendengar keluh kesah kembarannya yang tak pernah ia dengar.
"Aku bukan egois, aku tau bahkan sangat tau jika kau berbeda, bahkan aku juga takut kau kenapa-kenapa. Tapi tak bisakah mereka tidak mengacuhkan ku? Aku sendiri, semua kulakukan sendiri. Aku tak meminta semua perhatian tertuju padaku, cukup dengan___"
"Hiks .... "
Galih tersentak saat isakan tiba-tiba muncul dari celah bibir Genta. Anak itu bahkan belum bergerak dari posisinya. Refleks Galih mengangkat kepala Genta dan mendongakkan dagunya.
"Genta … kau baik-baik saja?" tanya Galih khawatir. Yang ditanya malah makin terisak dengan air mata membanjiri pipi mulusnya.
"Berhenti menangis, nanti kau sesak!" sentak Galih lebih datar.
Genta pun perlahan menghentikan isakannya. Galih yang melihat hanya tersenyum tipis lalu mengusap sisa air mata di pipi Genta menggunakan jari kecilnya.
"Kenapa menangis? Kau mimpi buruk?" tanya Galih mulai melembut. Genta hanya menggeleng dengan mulut yang masih mengeluarkan senggukan.
"Sini duduk disini," ujar Galih sambil menepuk bagian ranjang samping dudukannya. Genta pun perlahan bangkit dan menubruk Galih sambil terduduk. Galih hanya menggeleng melihat betapa manja nya Genta.
"A-aku tak meminta kasih sayang mereka, Galih. Mereka saja yang berlebihan. Aku selalu mengatakan untuk juga memperhatikanmu, tapi mereka seakan tuli dan menghiraukan kata-kata ku. Maaf, aku tak bermaksud membuatmu seakan terlupakan di keluarga ini. Sungguh, aku tak pernah berfikiran begitu," ucap Genta dengan nada bergetar.
Galih tersenyum tipis, sekarang dia tau. Pasti Genta mendengar keluh kesah nya tadi.
"Kemana embel-embel 'Kak mu?" tanya Galih sedikit tersenyum, Genta pun melepas pelukan dan menatap wajah pucat Galih dengan seksama.
"Aku tidak mau kau panggil i***t hanya karna memanggil mu dengan sebutan 'kak'," jawab Genta dengan bibir di maju-majukan. Galih hanya terkekeh.
"Aku terlihat terlalu tua jika dipanggil 'kak' olehmu. Nanti orang yang mendengar akan mengira kita tak kembar," ucap Galih sambil memainkan selang infusnya.
"Kau selalu terlihat lebih dewasa dariku, dan sejak kapan hyu__ eum ... kau mau di ketahui sebagai kembaranku?"
"Kau aneh begitu!"
"Namanya aku tak terbiasa."
"Kau memang bukan manusia biasa."
"Iya, aku kan malaikat."
"Malaikat kok kurus?"
"Memangnya ada malaikat gendut?"
"Aku bertanya bodoh!"
"Aku juga bertanya!"
"Tanya apa?"
"Apa kak menyayangiku?"
Galih diam, matanya beralih mematap mata elang Genta yang sedang mengedip-ngedipkan mata ke arahnya.
"Pertanyaan bodoh," jawab Galih santai. Genta sudah melengkungkan bibir kebawah dan menunduk lesu.
'Aku memang bodoh! Sudah jelas aku telah merebut kasih sayang semua orang dari nya, pasti kak membenciku,' batin Genta.
"Bagaimanapun keadaannya, kau adalah manusia pertama yang ku sayang sampai kapanpun tanpa terkecuali," ucap Galih santai sambil kembali memainkan selang infusnya. Sedikit mengernyit saat dirasa pusing sesekali menghantam kepalanya.
Genta yang mendengar langsung mendongak dan memasang senyuman kotak andalannya. Hatinya menghangat hingga membuat semburat merah menyembul di kedua pipinya. Ia luarbiasa bahagia mendengar ucapan singkat milik kembaran nya itu, jawaban tak terduga bukan?
"Aku menyayangimu kak."
Grep!
Galih tersenyum saat Genta mendekapnya dengan erat, kini senyumannya lumayan lebar. Entah kenapa kalimat manis tadi bisa keluar dari bibir tajam nya. Tapi sungguh, Galih mengakui itu adalah jawaban jujur dari hatinya.
"Maka dari itu aku ingin kita berjanji," ujar Galih pelan yang membuat Genta perlahan melepas pelukannya.
"Janji? Janji apa kak?" tanya Genta sambil menaikkan alis. Lupakah ia dengan embel-embel kak yang kembali terlontar itu?
"Kemarikan jari kelingkingmu!" ucap Galih, Genta pun hanya melakukan dengan patuh.
Segera jari kelingking Galih ditautkan pada kelingking Genta dengan senyum tak luput dari bibirnya.
"Tetap bersama, hidup ataupun mati," ucap Galih dingin sambil mengeratkan tautan jari itu. Genta pun tersentak.
Janji macam apa itu?
"Janji?" tanya Galih saat merasa Genta tak merespon ucapannya.
"JANJI!" jawab Genta semangat.
Bukankah kodratnya janji adalah untuk di tepati?
Bagaimana jika salah satu dari mereka ingkar?
Galih kah? Genta kah?