Hari ini adalah hari minggu, terhitung sudah 4 hari si kembar tak masuk ke sekolah di karenakan kondisi keduanya yang sempat drop secara bersamaan. Kini keduanya tengah bermalas-malasan di ruang keluarga tepat di sofa depan TV.
Kita mulai dari Galih si prince ice. laki-laki itu tengah menatap ke arah layar televisi dengan raut wajah tak minat. Posisi badan nya yang bersandar penuh pada sandaran empuk sofa dapat mendefenisikan betapa malas nya bocah itu.
Lain dengan si aneh Genta, bocah tampan itu tengah berbaring dengan kepala di atas paha Galih. Ia tampak menatap serius ke arah ponsel pintar nya dengan sesekali mengernyitkan dahi. Terkadang ia tampak mengetikkan sesuatu lalu tersenyum, membuat Galih yang memang malas menonton itu jadi penasaran.
"Kau memiliki pacar, ya?" tanya Galih santai dan langsung membuat Genta menggeleng cepat di pahanya.
"Ani, ini bukan perempuan," jawabnya dengan mata masih fokus ke layar ponsel. Kepala nya kini bergerak ke kanan dan ke kiri guna memainkan paha Galih.
"Seorang laki-laki? Gen, kau gay?" tanya Galih kini dengan mata membulat lucu.
Genta menanggapi dengan memutar bola mata malas, kini kepala nya semakin asik mengusak paha Galih.
"Aiishh, geli, bodoh!! Hentikan," ucap Galih sambil memegang dahi Genta. Gen pun menuurut dan menghentikan kegiatan usilnya.
"Woaah, dia lucu sekali," pekik Genta kuat sambil tersenyum ke arah ponsel. Galih yang melihat pun semakin penasaran.
"Yak! Jangan menggodaku Gen. Itu siapa?" tanya Galih sambil mengangkat-angkat kepala Genta dengan pahanya.
"Sabarlah Gal, sebentar lagi dia juga datang," jawab Genta santai.
Galih terdiam, rasanya sedikit aneh saat Genta tak lagi memanggilnya dengan sebutan 'kak'.
Hening sejenak.
"Gal, kenapa diam?" tanya Genta sambil mendongak, menatap wajah Galih dari bawah.
"Tak ada. Hanya malas," jawab Galih cuek.
Genta masih memandang Galih dari bawah, sedikit mengernyitkan alis saat merasakan perubahan Galih. Hey, bukankah tabiat Galih memang cuek?
"Tak lagi penasaran siapa yang hendak datang?" tanya Genta memancing.
Galih hanya menggeleng lalu memejamkan mata, mungkin bosan dengan acara televisi di depannya.
"Baiklah, mungkin kau mem___"
Ting.... nong....
Keduanya sama-sama tersentak, tapi ekspresi Genta berbeda. Ia kini sudah bangkit dengan senyum andalannya.
"Woaahh, cepat sekali sampai nya," gumam Genta pelan tapi masih bisa di dengar oleh Galih.
Segera kaki ramping Genta beranjak menuju daun pintu masuk, meninggalkan Galih yang tengah memasang raut bingung. Tapi Galih berusaha acuh dan kembali memejamkan mata.
"Ayo, kau lama sekali."
Sayup-sayup Galih mendengar suara berisik Genta.
"Gen jangan lupa tutup pint__"
"Gal,"
Ucapan Galih terpotong begitu saja.
Deg!!
Galih menegang, mata nya serasa enggan terbuka mendengar suara yang seakan mengalun lambat di telinganya. Jadi ini? Ini teman Genta yang membuat senyum nya mengembang ceria?
Brugh!
Itu suara Genta yang menjatuhkan bokongnya tepat di samping Galih.
"Gal, buka matamu. Ada Lintang disini, sahabatmu--bukan, sahabat kita," ucap Genta sambil bersandar di bahu Galih. Perlahan, kelopak Galih terbuka. Pandangan pertama yang di tangkap nya adalah sosok yang sangat tak ingin di lihatnya di dunia ini.
Sosok Lintang,
Tengah tersenyum manis bak malaikat kearahnya. Senyuman yang dapat membuat para perempuan berteriak karna paras lembut dan tatapan hangat nya. Tapi siapa sangka? Dibalik topeng itu terdapat kebusukan yang sangat berbahaya?
"Gal, jangan menatap nya begitu. Kemarilah Lintang biar kupanggilkan Bibi Sulis sekalian mengambil minuman," ucap Genta lalu berlalu ke arah dapur. Lintang yang mendengar hanya tersenyum menyeringai lalu duduk di samping Galih.
"Apa kabar Gal? Luka mu sudah sembuh?" tanya Lintang santai sambil meletakkan kepala di paha Galih. Galih langsung berdiri yang membuat kepala Lintang hampir jatuh.
"Aku tak akan pernah baik, kau tau?" jawab Galih dingin lalu ingin beranjak tapi Lintang langsung mencekal tangannya kuat dan menarik Galih agar duduk di tempat semula.
"Jangan mambuat Genta curiga dengan kelakuanmu yang seperti ini. Kau ingin dia tau penyakit bodoh mu itu dari mulutku?" tanya Lintang dengan pelan tepat di telinga Galih. Galih yang mendengar hanya bisa mengepalkan tangan hingga buku-buku nya memutih.
"Apa lagi mau mu hah?! Tak cukup kah kehancuranku membuatmu puas? Aku sudah jatuh di lubang hitam ini karena mu, lalu apa lagi ini? Kau ingin libatkan Gen juga? Kumohon Lintang, jangan lakukan itu. Genta berbeda denganku, dia tak mungkin sanggup," lirih Galih di akhir kalimat. Bukannya kasihan, Lintang malah terkekeh yang membuat mata nya menyipit.
"Tak bisa Gal, kalian harus hancur bersama. Jadi aku meminta izin padamu untuk melakukan itu pada Gen juga," tutur Lintang penuh seringai tepat di telinga Galih.
"Ban*sat!"
Plak!!
"Galih! Astaga, kenapa kau menampar Lintang?" ucap Genta tiba-tiba sambil berlari dari arah dapur. Galih hanya diam saat tangan Genta meraba pipi Lintang di hadapannya, memasang raut marah ke arahnya.
"Gal, ada apa ini? Kau keterlaluan! Aku tau kau memiliki masalah dengan nya, tapi jangan main tangan. Kau tak menghormati Bibi Sulis!" seru Genta sambil menatap sengit Galih.
Lintang sudah menyeriangai puas saat Genta tak melihat wajahnya, sedang Galih hanya menatap remeh.
"Entahlah, aku lelah," jawab Galih datar lalu melangkah ke arah tangga dan menaiki nya menuju kamar.
"Hey! Gal! astaga, dia bahkan tak meminta maaf," dumel Genta sambil duduk di samping Lintang.
"Lintang, kau baik-baik saja? Apa tamparan Galih sangat kuat? Astaga, sampai merah begini," cemas Genta sambil meraba pipi Lintang. Lintang pun memulai akting malaikat nya.
"Aku baik-baik saja, Gen, mungkin Galih masih marah padaku. Padahal aku kesini memang berniat meminta maaf, tapi seperti nya Galih sangat membenciku," ujar Lintang lalu menunduk yang mengundang hati polos Genta memelas.
"Lintang, maafkan Galih, ya. Dia memang begitu, sifatnya keras, cuek, dingin dan kasar. Aku saja harus ekstra sabar menghadapinya," tutur Genta lembut sambil mengusap pundak Lintang.
Ayolaah, tak sadarkah dia kini Lintang tengah menyeringai di balik wajah nya yang tertunduk?
"Gak masalah, Gen, nanti aku akan mencoba nya lagi sampai Galih memaafkan ku," ucap Lintang lembut sambil mendongak.
"Maaf tadi aku memaksamu kesini, ku kira Galih bisa berdamai, ahhh aku jadi kesal padanya," ujar Genta sungut-sungut.
'Segini mudah nya kah menghancurkan kalian? Aku bahkan tak ada niatan begitu tadi.' batin Lintang sengit.
"Jangan begitu Gen, bagaimanapun juga dia adalah kembaranmu," ucap Lintang halus. Genta hanya merespon dengan tatapan teduh.
"Kau sangat baik Lintang, mengapa Galih tak menyadarinya? Nanti akan ku coba bantu menyadarkan nya, ya?" ucap Genta. Lintang hanya mengangguk dengan senyuman manis bak malaikat.
Ceklek~
"Kami pulang."
"Papa, Mama!" pekik Genta kuat lalu berhambur memeluk kedua insan yang baru memasuki pintu.
"Aigoo, kami hanya pergi beberapa jam, chagi," ujar Genmin si kepala keluarga dengan lembut sembari mengusap surai sang anak.
"Ada Lintang juga, ya? Ingin menemui Mama Sulis?" tanya Luna sambil menggiring Genta agar duduk bersama di sofa.
"Ahh iya, aku lupa memberitahu padamu kalau Bibi Sulis tak ada di kamarnya," ujar Genta kepada Lintang dengan santai di pelukan Luna.
"Gak masalah, Gen, aku juga ada janji dengan teman di luar. Kalau begitu aku permisi Paman, Bibi, Gen," ucap Lintang lalu berdiri dan membungkuk sesekali.
"Cepat sekali Lintang, tak ingin bertemu Galih terlebih dahulu?" tanya Luna keheranan sebab ia tau bocah yang tengah di ajak nya berbicara ini pernah dekat dengan putra sulung nya.
"Mereka sudah bertemu, Mama. Tapi Galih main kasar, dia menampar Lintang. Kan Gen juga ikut kesal."
"APA?!"