34. Gerakan pertama

1524 Kata
"Ini." Harpa memberikan sebuah map dokumen pada Adras. Wanita itu bersandar pada kursi kerjanya sambil sedikit menggerakkan kursi ke sisi kanan dan kiri. Sedang Adras menerima dokumen tersebut dari Harpa meski dalam hati merasa amat heran. "Berikan itu pada direktur Account planning," pinta Harpa sambil mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Adras membuka dokumen tersebut dan melakukan pengecekan apa yang terdapat di dalamnya. Pria itu langsung terlihat gusar. "Anda yakin akan melakukan ini? Apa Anda sudah memikirkan apa yang akan terjadi ke depannya? Berapa kali saya tekankan, Nona. Anda memang pimpinan di sini dan layaknya seorang pimpinan harus mendapatkan rasa hormat dari bawahan Anda," nasihat Adras. Menurutnya apa yang Harpa lakukan ini terlalu gegabah. "Karena itu aku melakukannya. Dibandingkan memiliki bawahan yang tidak menghormatiku, lebih baik memiliki bawahan yang taat dan patuh padaku," timpal Harpa. Adras sedikit menunduk. Sisi mata luarnya sedikit terangkat. Dia memang tak memiliki pengalaman memimpin perusahaan. Hanya saja dari contoh yang dilakukan di tempat lain, ini akan menarik gelombang demo. "Nona, semua orang sangat butuh pekerjaan. Pernah pikirkan bagaimana mereka kalau tiba-tiba dipecat seperti ini?" Kembali Adras berusaha bernegosiasi. Paling tidak Harpa akan memikirkan kembali jalan yang hendak diambil. Meski Adras tahu Harpa sangat keras kepala dan sulit untuk diubah pendiriannya. "Kalau tiba-tiba agensi ini bangkrut karena mereka, apa mereka masih punya pekerjaan?" Harpa balas bertanya. Adras tertegun akan pertanyaan itu. "Mereka banyak yang bekerja hingga bertahun-tahun. Namun, penilaian kinerja mereka saja diisi dengan cara asal-asalan. Dan hasil pekerjaan mereka? Minus! Memang aku tidak punya mata dan telinga?" Harpa memberikan penekanan di akhir kalimat yang dia ucapkan. Adras tak bisa membalas pertanyaan wanita itu. Harpa bersedekap. "Perusahaan ini sudah rugi besar setelah mempekerjakan karyawan yang tidak ingin bekerja, tapi mau digaji." Diketuk meja dengan telunjuknya. "Anda bisa memberikan pelatihan," saran Adras. "Biaya pelatihan mahal, dibandingkan biaya merekrut pegawai baru. Lagipula apa efektif? Banyak karyawan di sini pelatihan hingga ke luar negeri. Hasilnya nihil. Kamu lihat pergeseran pegawai sebelum dan sesudah Diamond debut? Bisa terlihat jelas ada perombakan walau perlahan? Artinya sejak itu ada yang berusaha menguasai setiap sektor." Adras menunduk. "Saya akan sampaikan pada pimpinan departemen yang Anda maksud." Pria itu lekas berjalan keluar. Saat membuka pintu, Narvi sudah berdiri di sana sambil memegang sebuah map. Adras melewatinya tanpa bertanya apa pun. Wanita itu masuk dan langsung menghadap Harpa. "Apa ada masalah dengan dia?" Narvi menunjuk ke belakang bagian tubuhnya dengan jempol begitu pintu kembali tertutup. "Dia ragu akan keputusanku melakukan rolliing dan PHK masal," ungkap Harpa. Narvi memberikan dokumen pada Harpa. Isinya berupa nama pegawai yang mendukung Gera. Tentu ini hasil dari menelisik satu per satu file yang ada di komputer pribadi milik karyawan tersebut. "Gak main-main jumlahnya sangat banyak," komentar Harpa. "Daftar karyawan sebelumnya yang aku berikan sudah kamu tindak? Untuk ini tentu kamu butuh waktu untuk melakukan keputusan," saran Narvi. "Aku sengaja mempercepat semuanya. Bukan hanya agar perusahaan berjalan lebih efektif pun menunjukkan kecerobohanku pada Gera. Ini akan memancing kontra dan aku yakin Gera akan memanfaatkan hal itu. Saatnya aku kacaukan anggapannya tentang diriku. Sampai tiba di tahun depan, aku akan menjatuhkan dia dengan mudahnya akibat skandal boy grup yang akan dia bentuk." "Lebih baik tegaskan kebodohanmu sekarang agar lawan tak siap saat diserang," saran Narvi. Harpa mengangguk. Akhirnya dokumen tersebut diberikan pada direktur account planning. Jelas pria itu marah luar biasa. "Ada masalah apa dengan CEO? Bagaimana bisa dia seceroboh ini? Apa dia tak takut perusahaan mengalami guncangan besar?" omel pria itu sambil menunjuk Adras. "Ini demi kebaikan perusahaan," timpal pria itu. Mendelik mata sang direktur. Dia pukul meja hingga mengeluarkan suara yang lumayan keras. "Kamu apa tidak bisa menasihati dia? Sebagai sekretaris, harusnya kamu berguna!" "Saya sudah melakukan tugas saya selama ini. Dan keputusan yang CEO ambil, tentu saya tak memiliki wewenang untuk menolak." Adras menajamkan pandangan. Pria di depanya tampak resah. "Ini akibatnya kalau membiarkan anak kecil memimpin perusahaan. Dia pikir ini area permainan hingga membuat keputusan sesuai dengan keinginannya! Aku akan mempermasalahkan ini ke dewan komisaris! Ini sangat keterlaluan!" Adras hanya menunduk dan berjalan keluar sambil mengatur napasnya. "Harpa, kamu sudah mengibarkan bendera perang bahkan sebelum membuat strategi," batin Adras. Pria itu kembali ke ruangan CEO. Beberapa kali Adras mengepalkan tangan. "Apa yang harus aku lakukan untuk melindungi posisi Harpa? Aku yakin seisi perusahaan ini akan menentangnya." Benar saja, jarak beberapa hari Harpa mendapatkan panggilan dari dewan komisaris. Mereka menekankan untuk melakukan musyawarah perusahaan di mana Harpa harus menjelaskan keputusannya. Di sana pula akan dipertimbangkan apa keputusan yang dia ambil akan tepat atau malah membuat perusahaan banyak merugi. Harpa membaca undangan itu sambil terkekeh hingga membuat Adras mendengkus. Dalam ruangan itu hanya ada mereka berdua. "Aku bingung dengan orang-orang yang sudah tua itu. Kenapa mereka takut sekali melakukan perubahan? Apa perusahaan kita hanya akan stay di sini? Ada banyak agensi yang bergabung di hipe label. Dan mereka terus berkembang karena pembaruan. Hanya Callir yang masih saja jalan di tempat. Kita memang agensi besar, bukan artinya tidak akan kena salip agensi lain," komentar Harpa. Adras tak membalas dengan kalimat apa pun. Pria itu hanya memberikan jadwal kegiatan Harpa untuk besok hari. "Desainer akan datang untuk membicarakan mengenai out fit Anda ketika menghadiri acara festival musik. Banyak pimpinan agensi besar dunia yang hadir." "Kamu kenapa gak bantuin aku?" tanya Harpa. Adras berdiri tegak. Dia tak mengerti maksud wanita di depannya. "Aku akan diserang dari segala penjuru dan kamu bahkan tidak memberikan aku ide apa pun," omel Harpa. "Saya sudah sarankan Anda agar jangan mengambil keputusan tersebut. Namun, Anda tidak mengindahkan masukan dari saya. Untuk ke depannya, saya yakin Anda sudah siap dengan konsekuensinya." Harpa bertepuk tangan. "Jadi sekarang kamu sedang balas dendam padaku?" tegur gadis itu. "Mana mungkin saya berani. Di sini saya hanya memberikan pendapat, Anda harus merasakan sendiri efek dari sesuatu hingga belajar lebih hati-hati lagi ke depannya. Saya berharap mereka tidak berpikir untuk menurunkan Anda," komentar Adras. "Mana mungkin. Aku pemilik saham terbesar di sini." Harpa mengetuk ujung sepatu ke bagian bawah meja hingga mengeluarkan suara ketukan bernada. "Mereka pun pemilik saham yang apabila digabung maka akan melebihi Anda. Sekarang mereka masih terpecah antara pendukung Tuan Chaldan dan pendukung Tuan Gera. Hanya saja, Anda bukan Tuan Chaldan," ungkap Adras. Harpa melengkungkan bibir. "Jadi kamu tahu Gera mengincarku?" Wanita itu menaikkan sebelah alis. "Mana mungkin Anda tidak tahu? Beliau orang yang paling diuntungkan jika Anda turun dari jabatan," timpal Adras. "Artinya kamu tahu, orang-orang yang aku pecat diangkat oleh Gera sebelumnya?" pancing Harpa. "Boleh saya tahu? Anda mendapatkan kesimpulan tersebut dari mana? Artinya selama ini Anda sendiri mencari informasi, kan? Itu alasan dua teman Anda ada di perusahaan ini?" terka Adras. Sepertinya sesuai dengan terkaan Harpa. Adras sudah tahu Harpa memang merencanakan hal itu. Adras melirik ke sisi kanan dan kiri. "Sebaiknya hati-hati. Saya yakin Tuan Gera lebih pintar dari saya. Jangan terlalu terlihat kentara. Saya juga tahu Anda tidak akan melibatkan saya akan hal ini. Saya harap Anda tidak salah jalan." Adras menundukkan kepala. Pria itu meninggalkan ruangan. Begitu pintu tertutup, Harpa memijiti lengannya. "Orang yang harus aku awasi itu kamu, Adras. Kamu terlalu dekat denganku, terlalu cepat tahu atas apa yang aku lakukan. Kalau sampai kamu di pihak Okna, aku sudah bisa melihat kehancuranku." Harpa berdiri kemudian berjalan ke sisi kanan dan kiri. Sementara di ruangannya, Gera terus puas tertawa. "Aku pikir anak itu memang sesuai dengan apa yang putrimu katakan. Dia ceroboh," komentar Gera. Fatur mengiyakan ucapan Gera. "Kalau begini, tak akan butuh lama aku bisa menjatuhkannya dan kursi pimpinan perusahaan akan jatuh padaku," ucapnya. "Namun, Okna bicara padaku. Kita harus hati-hati dengan gadis bernama Narvi. Meski CEO orang yang bodoh, temannya itu cerdas. Kemungkinan, wanita itu pula yang memberikan ide ini untuk CEO," ungkap Fatur. "Narvi? Boleh berikan aku CVnya? Aku akan periksa latar belakang wanita itu. Jangan sampai dia menjadi batu sandungan kita," pinta Gera. Fatur langsung menghubungi salah satu stafnya. "CVnya akan dikirimkan melalui email Anda segera." "Untuk ke depannya aku harap putrimu bisa lebih banyak memberikan kontribusi. Oh iya, kapan dia mulai bekerja?" Fatur terlihat sedih. "CEO memberikan perintah untuk tidak menerima pegawai baru. Jadi saya mengalami kesulitan, Tuan," jawab Fatur. "Oh ya, kenapa Rendy tidak mengatakan semuanya padaku?" tanya Gera. "Sepertinya Tuan Rendy masih berusaha mencarikan jalan. Namun, Anda tidak perlu khawatir, Tuan. Fokus saja pada rencana Anda ke depannya. Masalah putri saya bisa dikesampingkan. Yang penting kita bisa berjaya di perusahaan ini," saran Fatur. Pria itu pamit meninggalkan ruangan Gera. Sedang Gera beranjak dari kursinya dan berjalan ke depan jendela. Pria itu mengedarkan pandangannya ke balik kaca besar yang menjadi batas antara ruangan kantor dan udara luar. "Rupanya kamu sangat berhati-hati dalam melindungi putrimu, Om. Bahkan menghancurkan pelindungnya saja aku tak bisa. Namun, anak itu terlalu bodoh hingga menghancurkan pagarnya sendiri. Rasanya aku tak perlu melakukan hal apa pun. Hanya menunggu putri bodohmu itu melakukan kesalahan yang lebih besar lagi." Gera mengeluarkan rokok dari saku jasnya. Gera masih ingat betul bagaimana dia sering direndahkan Chaldan karena kinerja di perusahaan ini. Rasa yang menimbulkan dendam berkepanjangan hingga Gera ingin membalas lewat Harpa. "Jika sudah di atas nanti, aku akan perlakuan putrimu sebagaimana kamu memperlalukan aku dulu. Kalau perlu, aku akan memaki anak itu di depan banyak orang hingga dia malu kembali lagi ke perusahaan ini," tegas Gera.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN