Harpa Kariswana menjadi bahan hujatan fans grup Diamond. Pasalnya Harpa dianggap menggunakan kekuasaan untuk memaksa Dios kencan dengannya. Diketahui Harpa merupakan putri pemilik Callir entertainment dan sudah lama menjadi anggota fans Diamond.
Berita itu membuat gempar hingga menjadi bahan perbincangan di kampus. Harpa dilarang pergi kuliah akibat gosip itu. "Padahal aku cuman bantu Dios. Memang netizen sok tahu!" dengus Harpa. Duduk di pinggir tempat tidur. Ponselnya tidak berdering sama sekali. Papanya sengaja memutus akses nomor Harpa.
"Apa aku harus kayak tokoh kartun yang terpenjara di menara? Aku enggak bisa fangirling, enggak bisa nonton MV bahkan nonton berita. Kenapa aku harus begini?" batin Harpa.
Di kampus Narvi, teman Harpa mendapat banyak pertanyaan dari rekannya. "Emang mereka itu beneran pacaran? Apa itu alasan Adras sama Harpa putus? Kasian juga Adras, dong?" tanya mahasiswi kenalan Narvi.
"Kenapa Harpa yang jadi korban posisinya sekarang dibalik?" batin Narvi.
"Bukan gitu, mereka enggak sengaja ketemu di jalan saja," jelas Narvi. Padahal dia juga belum dapat kepastian karena tak bisa menghubungi sahabatnya itu. Bahkan rumah Harpa pun dijaga ketat karena banyak fans yang melakukan demo agar Harpa tidak melakukan eksploitasi pada Dios.
Sementara Adras masih bediri di depan televisi di kamarnya. Dia menarik napas berkali-kali. Jika saja itu hanya sebatas foto, dia bisa percaya. Namun, jelas dia melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Dios dan Harpa berpegangan tangan.
Terdengar suara pintu kamar diketuk. Adras langsung mematikan televisi. "Masuk," ucapnya. Daun pintu terbuka dan Thyon muncul dari sana.
"Kamu gak kuliah, Nak?" tanya Thyon.
"Hari ini aku enggak ada jadwal, Pa. Jadwal sore tapi dosennya alihkan ke Sabtu buat bimbingan saja," jawab Adras.
"Bagaimana kabar Okna? Dia hari ini enggak kamu ajak jalan-jalan?"
"Oh, Okna ada jadwal bimbingan, Pa. Aku tadi antar dia ke kampus, kok. Terus ke sini lagi. Soalnya nunggu lumayan lama. Ada apa, Pa?" Adras penasaran alasan Papanya ada di sana.
"Tidak. Hanya dengar dari ibumu kalau kamu masih di rumah. Aku pikir kamu ada masalah," ungkap Thyon.
"Baik-baik saja, Pa. Tak perlu khawatir. Memangnya aku kenapa?"
"Semua orang membicarakan tentang Nona Kariswana," ungkap Thyon.
"Oh ya, aku tidak tahu itu. Dan menurutku itu bukan urusanku lagi, Pa," timpal Adras dengan wajah datar.
Thyon hanya mengangguk. "Aku harap kamu pikirkan perasaan Okna, Adras. Kita harus tahu siapa yang sepadan dengan kita." Thyon pamitan dan langsung menutup pintu kamar Adras.
Sedang Adras hanya bisa berdiri mematung. Dia berjalan dan duduk di sisi tempat duduk. Ponselnya tak lama berdering. Adras membuka pesan yang masuk.
Ternyata dia selingkuh sama artis? Wajar sih, Dras. Kamu harus sabar. Lagian sekarang kamu punya Okna.
Adras tak membalas pesan itu. Dia sudah cukup pusing dengan masalah yang ada. Adras berbaring menutup mata dengan punggung tangan. "Kalau memang itu bikin kamu bahagia, tapi Papamu tidak akan biarkan itu semua. Harusnya kamu tahu," ucap Adras tak tahu pada siapa.
Dan Harpa tak pernah masuk kuliah. Perlahan rumor surut. Kini angkatan Harpa menunggu saat wisuda. Mereka mulai memesan pakaian baru hingga sepatu dan aksesoris. Okna pun sama. "Menurutku ini akan cocok dengan jas kamu, kan?" tanya wanita itu yang dibalas anggukkan oleh Adras.
"Gimana?" Okna pegang gantungan pakaian di depan tubuhnya hingga kebaya itu menjuntai dari bahu ke lutut.
"Bagus, kok. Kamu cantik pakai itu," komentar Adras.
"Aku beli ini, ya?" Okna bawa kebaya itu ke kasir. Sedang Adras berdiri di depan jendela yang menghadap ke luar. Tanpa sengaja matanya berpapasan dengan mata seorang wanita yang dia kenal. Adras terdiam, begitu pun wanita itu.
Mereka saling tatap cukup lama. "Adras, aku sudah bayar kebayanya. Ayo ke toko sepatu!" ajak Okna sambil memeluk lengan Adras. Saat matanya beralih ke arah Adras melihat, Okna menemukan Harpa di sana. Okna berjalan keluar toko. Kini wanita itu berhadapan dengan Harpa.
"Ngapain kamu di sini?" tegur Okna.
"Beli ikan asin sama beras," jawab Harpa sambil tersenyum licik. Dia kemudian meninggalkan pasangan itu pergi. Harpa menggenggam erat ponsel di tangannya.
Adras masih memperhatikan ke tempat mana perempuan itu pergi. Terlihat Harpa menyeberang. Pria itu keluar dari toko. "Adras! Ayo pergi! Aku enggak suka kamu lihatin dia kayak gitu!" protes Okna.
"Maaf. Aku cuma kaget ketemu sama dia," jelas Adras.
"Kita sudah mau tunangan. Tolong jaga perasaan aku, ya? Kita sudah sepakat untuk belajar saling menyukai, kan?" Mata Okna menatap Adras penuh harap.
Adras menganggukkan kepala. "Iya, aku minta maaf." Adras usap rambut Okna.
Sementara Harpa masih terus berjalan hingga dia melihat keberadaan Narvi di sebuah cafe. Harpa lambaikan tangan. Dia lari menghampiri temannya itu. "Apa kabar?" tanya Harpa.
"Baik. Kamu gimana?" Narvi panggilkan pelayan.
"Baik walau kurang tidur. Aku selesaikan skripsiku tepat waktu dan lulus sidang walau harus sidang sendirian," keluh Harpa.
"Habis belakangan kamu populer sekali. Aku kaget kamu hubungi aku dengan nomor baru."
"Iya, mau bagaimana lagi. Bahkan sekarang aku enggak bisa nonton konser. Dan Papa pun larang aku berikan klarifikasi. Padahal sudah jelas itu salah paham. Mau ribut pun bingung, soalnya aku yang bikin salah," keluh Harpa.
Dia menceritakan masalahnya dengan Dios pada Narvi. Jelas sahabat Harpa itu merasa kasihan. "Ya sudah, yang penting kamu bisa lulus dan wisuda. Aku dengar katanya habis ini kamu mau ke London buat kuliah?"
Harpa mengangguk. "Iya, lanjut S2 walau maunya ke Korea. Tapi Papa bilang di sana bukan belajar, aku malah main-main. Jadi aku nurut saja. Sekarang aku tak bisa melawan Papaku," jawab Harpa dengan lemas.
Makanan mereka akhirnya datang. Pelayan menata di atas meja. "Makasih," ucap Narvi. Dia menarik gelas air putih dan meminumnya.
"Kita akan berpisah lama, dong?" tanya Narvi. Terlihat jelas kesedihan di wajah wanita itu.
"Aku pasti rajin telepon, kok. Sahabatmu ini sedang berjuang jadi manusia. Jadi kamu harus dukung, ya?"
"Makan dulu! Kamu kurusan," tegas Narvi.
Mereka banyak berbincang tentang keadaan di kampus. "Nanti saat wisuda, kira-kira mahasiswa lain kaget tidak lihat aku?" tanya Harpa sambil tertawa.
"Aku yakin sebagian pingsan dan sebagian demo," jawab Narvi ikut tertawa.
"Aku harus cari pacar baru di luar negeri nanti kayaknya. Mana mungkin pulang masih jomlo! Harga diriku bisa jatuh di depan Okna."
"Cari yang lebih kaya darimu. Jadi Papamu tidak akan protes," saran Narvi.
"Maksudmu seorang CEO?"
Narvi tertawa. "Jangan ngayal kamu! Meski nanti kamu mungkin akan jadi CEO, tapi sama sekali tidak terlihat pantas!" protes Narvi.