Caca berdiri di depan Reyhan seraya meneliti penampilan cowok itu. Matanya terpejam sesaat ketika sadar bahwa Reyhan tak juga punya niat untuk mengubah penampilannya yang selalu urakan; anting di telinga kanan, rambut berantakan ala bad boy, dan baju seragam yang tak dikancingkan.
“Kenapa?” tanya Reyhan kala melihat Caca seperti frustrasi.
“Bentar. Tunggu di sini!” seru Caca.
Cewek itu kembali ke dalam rumah dan langsung masuk kamar. Ia membuka lemari dan menemukan topi serta dasinya saat masih kelas X dahulu. Setelah menemukan benda tersebut, Caca beralih mengambil sisir yang ada di meja rias. Caca meneliti barang bawaannya, lalu keluar dari kamar.
“Lho, Caca? Kok, balik lagi?” tanya Mia saat melihat putrinya di ruang tamu.
“Ada yang ketinggalan, Bunda. Caca berangkat, ya!” seru Caca seraya berlalu menuju tempat Reyhan menunggunya.
“Rey, turun bentar, deh,” pinta Caca setelah sampai di depan Reyhan.
“Ngapain, sih?” tanya Reyhan, dahinya mengernyit heran.
“Udah. Turun aja dulu!” seru Caca.
Akhirnya, cowok itu turun dari motor sesuai permintaan Caca.
Tiba-tiba, Caca menarik Reyhan agar mendekat. Cewek itu mengancingkan seragam Reyhan yang selalu terbuka dan menampakkan kaus polosnya. Reyhan yang tiba-tiba diperlakukan seperti itu jadi tak bisa berkutik. Cowok itu menggaruk tengkuknya, salah tingkah.
“Ca, ngapain, sih, pakai ginian segala?” tanya Reyhan saat Caca memasangkan dasi di lehernya.
“Biar cakep,” jawab Caca tanpa menatap Reyhan.
Selesai dengan dasi Reyhan, Caca mengeluarkan sisirnya dan sedikit berjinjit untuk menyisir rambut Reyhan agar lebih rapi. Reyhan itu tingginya sudah seperti tiang listrik, jadi Caca harus rela berjinjit demi mencapai kepala Reyhan.
Gemas dengan tingkah Caca, Reyhan pun memeluk pinggang Caca agar posisinya bisa lebih dekat dan mudah.
“Rey, apaan, sih? Kalau dilihat tetangga gimana?” tanya Caca panik.
“Udah. Lo sisir rambut gue aja. Nggak usah ngurusin tetangga,” jawab Reyhan dengan nada santai.
Caca mengerucutkan bibirnya sekilas, lalu kembali menyisir rambut Reyhan.
“Nah! Kan, kalau gini jadi enak dilihat,” ucap Caca setelah selesai menyisir rambut Reyhan menjadi lebih rapi.
“Aw!” pekik Reyhan saat Caca melepas anting di telinga kanannya secara tiba-tiba.
“Sementara gue simpen dulu, ya. Nanti kalau hari Senin-nya udah kelar, lo boleh ambil lagi,” ucap Caca, kemudian melepaskan diri dari pelukan Reyhan.
Reyhan mendengkus sembari meraba telinga kanannya. Ia lantas menatap Caca yang sudah mengenakan helm.
“Ayo! Nanti kesiangan,” ucap Caca.
Akhirnya, Reyhan memilih diam. Cowok itu menghampiri motornya dan memakai helm. Setelah itu, ia pun berangkat bersama Caca.
***
Senyum Reyhan terbit saat melihat ekspresi Caca yang seperti akan meledak ketika melihat Rifki dan Vela sedang asyik pacaran saat upacara akan segera dimulai.
“Itu yang nomor dua dari depan ngapain?” ucap Caca setengah membentak.
Rifki pun menoleh ke belakang, lalu menggaruk tengkuknya. Bibirnya mengulas senyum memelas seakan-akan ingin meminta pengampunan dari Caca karena ketahuan pacaran di saat upacara akan dimulai.
“Atribut udah lengkap?” tanya Caca pada Rifki dan Vela.
“Udah, kok, Bu. Lengkap!” seru Rifki.
“Udah dong, Ca,” jawab Vela dengan percaya diri.
Kalau Vela, Caca percaya-percaya saja karena setahu Caca cewek itu memang rajin dan tertib sama seperti dirinya. Namun, kalau Rifki masih harus dipertanyakan.
Caca pun meneliti penampilan Rifki dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Saat sampai di ujung kaki, akhirnya Caca menemukan sasarannya.
“Ini apaan?” seru Caca seraya menunjuk tali sepatu Rifki yang ternyata beda warna.
Reyhan yang sejak tadi memperhatikan dari barisan belakang pun menyunggingkan senyumnya. Hari ini adalah kali pertama bagi Reyhan melihat Caca yang seperti ini. Caca yang galak dan suka berteriak. Caca yang hobi berkacak pinggang dan melemparkan tatapan tajam. Bahayanya, Reyhan justru semakin suka dengan Caca yang seperti itu.
“Apa, sih, Ca? Orang cuma tali sepatu beda warna doang,” ucap Rifki berusaha meminta toleransi.
“Nggak ada cuma-cuma. Kan, udah dibilangin kalau hari Senin sepatu harus warna hitam, talinya juga warna hitam. Bukannya beda warna gini. Lo curi tali sepatu siapa, hah? Bisa-bisanya sepatu warna item, tapi talinya ijo sama oren,” jelas Caca dengan suara menggebu-gebu.
“Yah, Ca ... kali ini aja. Gue bener-bener lupa. Janji, deh, besok-besok nggak lagi,” ucap Rifki masih berusaha membujuk Caca agar mau membiarkannya.
“Nggak ada! Udah sana ke belakang!” titah Caca, kemudian berlalu dari depan Rifki yang kini memasang wajah kusutnya.
Caca berjalan melewati Reyhan. Saat itu juga Reyhan menahan tangan Caca dan membuat Caca harus kembali menebalkan kesabarannya di tengah matahari terik pagi ini.
“Kenapa?” tanya Caca sewot.
“Jangan galak-galak, Ca. Gue jadi makin sayang,” bisik Reyhan.
***
Caca heran kenapa setiap hari Senin matahari selalu terasa seterik ini. Kenapa setiap hari Senin matahari terasa seperti sanggup membakar kulitnya? Caca benar-benar tak mengerti.
Kini, ia tengah menuju ruang BK setelah tadi mengawasi para siswa yang lari keliling lapangan sebagai hukuman karena sudah melanggar aturan. Di tangan cewek itu terdapat buku poin para siswa yang akan ia berikan pada Bu Hanin, guru BK SMA Negeri 22 Jakarta.
Saat sampai di ruang BK, ternyata Bu Hanin tak ada di ruangan. Sepertinya, guru muda itu masih berada di ruang TU. Akhirnya, Caca meletakkan buku poinnya di atas meja Bu Hanin. Setelah itu, ia keluar dan bergegas masuk kelas. Sayangnya, niatnya tak berjalan mulus, sebab kini tangannya telah digenggam oleh seseorang. Arah langkahnya juga sudah diubah.
“Reyhan? Mau ke mana, sih? Bentar lagi jam pelajaran.”
Cowok itu tak menggubris pertanyaan Caca. Ia justru membawa Caca ke taman belakang sekolah yang begitu sepi.
“Ini apaan?” tanya Caca heran dengan yang dilihatnya.
Di depannya ada sebuah karpet yang sudah terhampar rapi, lengkap dengan beberapa jenis minuman dingin.
“Duduk!” titah Reyhan.
Ragu-ragu, Caca mendudukkan dirinya di atas karpet itu dan di samping Reyhan yang sudah duduk lebih dahulu.
“Gue nggak tahu lo suka minuman apa. Jadi, gue beli setiap mereknya. Biar lo bisa milih,” jelas Reyhan.
Caca heran dengan perilaku Reyhan. Caca merasa aneh ketika harus berhadapan dengan Reyhan yang seperti ini. Reyhan yang terlihat peduli padanya. Reyhan yang terlihat seperti cowok-cowok di dalam novel.
“Eh!” pekik Caca ketika merasakan hawa dingin menyusupi kulit pipinya yang semula terasa seperti terbakar sinar matahari.
Ternyata suhu dingin itu berasal dari minuman soda dingin yang Reyhan tempelkan ke pipinya. Caca menatap Reyhan yang juga menatapnya sambil menyunggingkan senyum tipis.
“Makasih,” ucap Caca agak kikuk.
“Sama-sama,” jawab Reyhan tanpa menghilangkan senyum tipisnya.
Kemudian, Caca meminum soda dingin tersebut.
“Gue suka sama lo, Ca,” ungkap Reyhan tiba-tiba, membuat Caca hampir saja tersedak soda yang baru mengaliri kerongkongannya.
Wajah Caca berpaling kepada Reyhan. Bibirnya terkatup rapat sementara dahinya mengernyit dalam, seakan-akan tak yakin dengan apa yang ia dengar.
“Gue serius, Ca,” kata Reyhan seakan-akan tahu pikiran Caca.
“O-oh, ya?” tanya Caca sedikit gugup.
“Gue suka sama lo. Gue juga akan bikin lo suka sama gue.”